Part 09

419 94 21
                                    

"Ckckck gue nggak ketemu lo seminggu udah ancur gini aja penampakan lo."

Kalimat kurang ajar itu keluar dari mulut Yayan. Yah kita memang seminggu ini nggak pernah ketemu, bahkan papasan di koridor rumah sakit saja nggak pernah karena Yayan lagi tugas jaga di VIP lantai 6 sedangkan aku bolak-balik klinik rawat jalan lantai 3 dan IGD di lantai dasar. Dan saat ini aku, Rara dan Yayan akhirnya bisa makan siang bareng di kafetaria rumah sakit setelah jam jaga berakhir.

"Emang yah the power of heartbreak menyeramkan." Sambungnya lagi yang membuat aku dengan cepat meraih ponsel untuk melihat bentukanku saat ini udah separah apa. Dan benar saja, kantung mata yang makin membesar, muka pucat bahkan ada dua jerawat batu yang asyik bertengger di dagu.

"Soalnya dia patah hatinya kerja mulu sikat semua jadwal jaga malam jadi nggak usah heran kalau bentukan dia udah gak jelas gini." Rara ikut menimpali.

Heran punya teman dua nggak ada gitu yang bisa berpura-pura manis?

"Dih gimana mau menikung kalau lo layu kayak gini?" sumpah Yayan ini cowok loh tapi mulut pedasnya ngalahin Feny Rose pas nanya fitnah atau fakta.

"Udah mau move on gue." Jawab gue singkat yang langsung membuat mereka berdua melongo.

"Nggak mungkin." Ucap Rara sambil menggelengkan kepalanya.

"Gimana sih lo? Kemarin aja suruh gue move on, giliran udah ada niat malah dipertanyakan." Protesku.

"How come gitu loh maksud gue? Kemarin-kemarin aja lo masih nelangsa."

"Calon bininya baik ternyata." Lalu mengalirlah ceritaku yang menemani Laura belanja perintilan pernikahan seminggu yang lalu.

"Udah benerlah lo move on, lagian juga kalau lo maksa mau nikung, pertanyaan gue cuma satu nih..." Yayan menjeda omongannya, "lo mampu nggak bos?" lanjutnya lagi sambil tertawa.

Bangke emang.

"Ya udah lo mau move on sama siapa nih?" tanya Rara.

"Hah?"

"Iya, lo mau move on sama siapa? Soalnya ada tiga orang nih yang titip salam buat lo."

"Hah?"

"Hah-hoh-hah-hoh, kayak keong lo." Rara menggetok kepalaku pelan dengan sendok.

"Ya lo ngomongnya nggak jelas."

"Begini dokter Tita Sanjaya sayang, lo mau move on kan nggak ingat-ingat Arga lagi? Mau buka hati kan? Nah obat patah hati yang paling manjur itu dengan jatuh cinta lagi. Tiga loh ini yang nitip salam."

"Siapa aja?" tanya Yayan kepo. Salah profesi sih ini anak, harusnya melamar jadi host infotainment aja.

"Mario apoteker penanggungjawab depo rawat inap, Bian residen internis sama dokter Jeff." Bisik Rara tapi masih terdengar olehku.

"Hah? Dokter Jeff ortopedi? Dia duda bukan sih?" tanyaku.

"Hajar Ta, duda keren tuh. Most wanted di Rumah Sakit ini." Ucap Yayan.

"Sinting!"sahutku.

"Nggak usah sok cakep lo. Lo nggak tahu aja mereka bertiga banyak yang nge-fans eh malah naksirnya sama modelan kayak lo."

"Bangsat!" umpatku.

"Jadi gimana? Mereka nanyain nomor lo mulu nih, eh dokter Jeff sama Bian nggak ding kan udah punya nomor lo. Dokter Jeff juga nggak terang-terangan bilang nitip salam sama lo. Dia cuma nanya aja 'itu teman kamu yang manis yang selalu bareng sama kamu kok nggak pernah kelihatan yah?'. Mati nggak lo tiba-tiba ditanyain trus dibilang manis juga sama duda kaya raya?"

TakenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang