Part 15

437 89 6
                                    

Aku duduk diam dengan kedua netraku yang terus mengikuti pantulan bola basket yang dimainkan Riza dan sahabat-sahabatnya. Ragaku ada di sini, di lapangan basket kompleks apartemen Riza, tapi pikiranku masih di kejadian tadi sore.

Dari Rumah Sakit aku menuju apartemen Arga saat ditelepon Laura, hanya untuk mendengar perdebatan tidak jelas keduanya. Masalah mereka berdua sebenarnya bisa diselesaikan dengan kepala dingin dan keduanya yang harus bisa mengenyampingkan ego masing-masing.

"Aku nggak mau kamu pergi Laura, itu masalahnya."

"Tapi kamu tau ini mimpi aku sejak dulu. Setahun aja Arga, masa kamu nggak bisa nungguin?"

"Jadi kamu lebih milih pekerjaan dibanding pernikahan kita?"

"Kamu yang selalu bikin aku harus memilih padahal aku bisa ngejalanin keduanya sekaligus. Please Ga, jangan bikin aku benar-benar menyerah."

"Oh jadi kamu mau menyerah? Iya? Setelah perjuangan aku selama ini? Setelah pembuktian kalo aku benar-benar sudah jatuh hati dan cinta sama kamu?"

Perdebatan keduanya di dapur apartemen Arga yang tertangkap telingaku membuatku menghentikan langkahku di ruang tamu. Niatku ingin memberikan mereka space untuk bicara berdua dan kalau semakin panas baru aku akan menengahi. Tapi apa yang kudengar selanjutnya justru membuatku tertegun.

"Dan apa kamu benar-benar sudah secinta itu sama aku? Kalau kamu memang mencintai aku sebesar itu, kamu nggak perlu meragukan aku. Kamu hanya butuh menunggu satu tahun Ga. Tapi kenapa? Kenapa kamu ragu? Kamu khawatir kalo tanpa keberadaan aku hati kamu akan kembali ke Tita?"

Jantungku berdegup lebih kencang saat mendengar namaku disebut. Perasaanku tidak enak saat mendengar nada bicara Laura yang pelan dan sarat akan kekecewaan.

"Jangan bawa-bawa Tita. Kamu tau sendiri kalau aku sudah nggak ada harapan sama dia, dan aku benar-benar serius sama kamu." nada bicara Arga berubah menjadi dingin, tidak sarat akan emosi seperti tadi.

"Terus kenapa? Kita selalu berdebat masalah yang sama, padahal sudah jelas-jelas ada solusinya."

"Ya nggak dengan kamu ninggalin aku juga Laura. Persiapan pernikahan kita sudah 90%, 10%-nya tinggal acara hari H-nya."

"Aku pergi setelah kita nikah Arga, nggak ada yang mau ninggalin kamu begitu aja."

Keduanya terdiam, hanya terdengar tarikan napas gusar.

"Laura sekali lagi aku tanya. Kamu pilih aku atau Rachel Zoey?"

Arga bego! Memang kalau lagi kambuh sifat keras kepalanya, Arga bisa jadi sangat menyebalkan. Dan sudah bisa ditebak kalau setelah itu dia akan uring-uringan dengan tindakan dia sendiri.

"Kamu benar-benar harus nyuruh aku milih Ga? Apa nggak bisa aku dapetin keduanya sekaligus?"

Suara Laura sudah bergetar, sebentar lagi tangisnya mungkin akan pecah.

"Atau sebenarnya justru kamu yang masih ragu. Kamu yang ragu untuk melangkah maju karena hati kamu yang belum sepenuhnya melupakan Tita? Benar kan Ga kamu takut jauh dari aku bukan karena takut kehilangan aku tapi takut hati kamu kembali oleng ke Tita?"

"Sudah aku bilang ini nggak ada hubungannya dengan Tita. Ini diantara kita berdua."

"Kamu suruh aku untuk memilih kan? Aku milih kamu baru Rachel Zoey. Tapi kamu nggak mau sementara aku nggak bisa memilih salah satu. Aku harus banget memilih salah satu? Iya Arga? Okey, aku pilih Rachel Zoey. Dan kamu silahkan berjuang kembali untuk Tita, karena aku tahu kamu belum bisa melupakan Tita sepenuhnya."

TakenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang