Bagian 12

2.7K 149 5
                                    

Dario turun dari motornya dengan terburu-buru, dia langsung memastikan kondisi adik semata wayangnya itu. Dario menyerang Serena dengan begitu banyaknya pertanyaan. Namun, tidak ada satupun dari pertanyaanya yang Serena jawab.

"Ser? Kenapa lo diem aja, sih?" protes Dario khawatir. Serena hanya mematung, bibirnya tertutup rapat.

Dario langsung memasangkan helm pada Serena yang masih mematung.

"Kita ke RS dulu sebelum pulang," ucap Dario setelah selesai memasangkan helm untuk Serena.

Serena menggeleng lemah. "Gak usah, Kak," jawabnya dengan suara yang sangat lemah dan pelan.

"Ser, kondisi lo sampe gini, lho."

"Asma gue udah mendingan."

"Tapi lo lemes banget, Serena."

"Ini bukan karena asma."

"Serena—"

"Kak, percaya sama gue. Gue yang paling tahu sama badan gue sendiri, lagian lo juga tahu gue selalu bilang jujur tentang kondisi gue, kan? Kalau gue gak oke, pasti gue bilang gak oke, kalau gue bilang oke, ya berarti gue oke. Lo gak perlu khawatir, kita pulang aja sekarang, ya? Gue cuma butuh istirahat." Serena menginterupsi.

Dario membuang napas kasar. "Terserah lo. Maaf gue udah marah tadi," katanya dengan intonasi suara yang menurun diakhir. Dario sadar, ada suatu masalah pada Serena, dan marah-marah hanya akan membuat Serena tambah kesal.

"Gue sayang lo, Kak."

"Apalagi gue."

Walaupun hubungan persaudaraan keduanya dipenuhi dengan pertengkaran yang diiringi sumpah serapah, Dario dan Serena saling menyayangi satu sama lain. Dario hanya punya Serena dan Serena hanya punya Dario. Berkali-kali Ibu dan Papa menanamkan kalau sampai kapanpun, sekalipun keduanya sudah mempunyai kehidupan masing-masing, tidak boleh ada yang berubah. Harus tetap saling sayang, tetap saling peduli, tetap saling support satu sama lain.

Untuk Dario, meskipun perlakuannya pada Serena tidak ada lembut-lembutnya sama sekali, Dario sangat menyayangi adiknya itu. Terlebih, Dario pernah hampir kehilangan Serena saat gadis itu berusia tujuh tahun. Saat itu Serena jatuh sakit, semakin hari kondisinya semakin memburuk, Serena kristis bahkan sempat koma beberapa hari. Dario yang saat itu berusia sembilan tahun tidak begitu mengerti sakit apa yang menimpa Serena pada saat itu. Dia hanya mendengar kabar-kabar kurang baik mengenai adiknya, melihat kedua orang tuanya menangis setiap saat tetapi tetap saling menguatkan dan berkata kalau semuanya akan tetap baik-baik saja. Yang jelas, kejadian tersebut sangat membekas diingatan Dario walaupun kurang lebih sudah satu dekade berlalu.

"Sekali lagi gue nanya, nih. Jangan marah. Lo bener mau langsung pulang aja?"

"Iya, Kak."

"Oke."

"Yaudah. Kalau kita jalan sekarang lo oke?" tanya Dario memastikan. Serena mengangguk pelan.

"Lo pake jaket gue," ucap Dario lagi sembari melepaskan jaketnya kemudian memberikannya pada Serena.

"Kak, gak usah," tolak Serena. Dario hanya memakai kaos putih polos tipis. Jarak rumahnya dan sekolah cukup jauh, bagaimana kalau Dario jatuh sakit?

"Kalau kata gue pake ya pake, Serena Abrianna Mahadri. Ini buat kebaikan lo juga. Gue gak terima penolakan," tegas Dario, langsung memasangkan jaket tersebut tanpa persetujuan Serena, yang membuat Serena memilih untuk pasrah saja. Tidak ada lagi energi Serena yang tersisa untuk berdebat.

***

Setelah kepergian Serena dan Dario, Biru dan Aislinn masih belum beranjak dari tempat mereka. Ya, sedari tadi kedua remaja itu memantau Serena dari kejauhan. Setelah kembali mengambil barangnya yang ketinggalan, Biru meminta Aislinn untuk menunda kepergian mereka sampai Serena mendapatkan jemputan dan Aislinn tidak mempermasalahkan hal itu.

AISLINNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang