Bagian 22

5.3K 177 47
                                    

Pukul tujuh malam dan Biru kini sedang berada di teras rumahnya bersama dengan Bajra. Mereka sedang memakan kacang kulit kemasan jumbo pemberian Bapak yang baru saja pulang bekerja sembari menatap langit yang malam ini sangatlah cantik dengan taburan banyak bintang.

"Baj," panggil Biru setelah lebih dari lima belas menit ia dan Bajra tidak bersuara.

"Hm," balas Bajra hanya dengan dehaman.

"Sikap gue ke Aislinn belakangan ini berubah dan Aislinn gak suka itu. Dia marah dan kecewa sama gue. Tadi gue bilang sama dia kalau gue bakal berusaha buat bersikap balik kayak dulu lagi. Menurut lo, keputusan gue salah atau gak?"

"Jujur gue bingung, Baj. Gue gak mau ingkarin janji gue ke Serena tapi gue juga gak mau Aislinn terus-terusan sedih."

"Tunggu sebentar, maksud dari bersikap kayak dulu tuh gimana?" tanya Bajra balik, kening lelaki itu mengerut. Semakin hari masalah hidup Biru semakin kesana alias semakin ruwet dan sangat tidak jelas.

"Gue gak tau, Baj. Gue juga bingung."

"Lo bingung, gue bingung, kita bingung."

Ntar gak bingung kalau udah di surga~

Biru menghela napas panjang, tidak berselang lama pandangan Biru menunduk. Bajra yang biasanya selalu memberi solusi atas semua masalahnya, kini ikut bingung juga. Biru merasa kepalanya ingin meledak. Mengapa semua jadi serumit ini? Persahabatannya dengan Aislinn telah terjalin selama bertahun-tahun, mereka tumbuh dan melewati banyak hal bersama-sama. Biru sangat menyayangi Aislinn, bahkan kadarnya sama seperti rasa sayangnya pada Senja. Namun jika tanpa Serena ... Biru benar-benar tidak bisa. Serena adalah cinta pertamanya dan Biru sangat-sangat mencintai gadis itu.

Suara notifikasi dari ponselnya membuat fokus Biru teralih. Lelaki itu mengambil benda pipih tersebut disaku celananya.

Aislinn:
Ru jalan yuk?

Serena:
Ru? Bisa tolong jemput aku gak?

Biru tertegun. Pesan itu terkirim pada jam dan menit yang sama.

Bajra yang menyadari perubahan ekspresi wajah Biru, mengintip lewat ekor matanya, dia sangat leluasa melakukan itu sebab ia berada tepat disebelah Biru.

"Buset," seloroh Bajra spontan, membuat Biru menoleh ke arahnya dengan tatapan yang penuh akan tanda tanya.

"Gimana ini, Baj?"

"Pilih aja yang duluan ngechat."

"Bareng, Bajra. Tuh liat sama lo. Bareng jam dan menitnya." Biru memperlihatkan layar ponselnya pada Bajra.

"Jemput Serena dulu, mana tahu urgent? Lagian gak bakalan lama. Kalau jalan-jalan kan bisa entaran?" balas Bajra.

"Iya juga. Jemput Serena dulu berarti, ya?"

"Iyaaa!"

Biru bangun dari duduknya setelah membalas pesan Serena. Ia pergi ke dalam rumah, mengambil kunci motor dan jaket yang ada di kamarnya.

"Yaudah, gue mau pergi. Lo mau pulang sendiri apa gue usir?" tanya Biru pada Bajra setelah ia kembali ke teras.

"ASTOGEEEE TEGA BENER LO RUUU! ORANG LAGI ENAK SANTAI JUGA!" decak Bajra kesal, membuang kulit kacang dengan kasar dan sembarang arah.

"Udah, Baj. Cepetan pulang sana, bawa aja kacangnya."

"Ini juga mau pulang, PUCEK LO! Btw tengskyuuu kacangnya. BYE!" Bajra memelototi Biru, mengacungkan jari tengahnya pada temannya itu sembari memeluk bungkus kacang yang isinya masih sangat banyak.

AISLINNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang