Vote sebelum baca 🌟
Para pelayan melayani Leanor dengan sangat baik. Mulai dari memandikan, mencarikan pakaian beserta perhiasan, dan mendadani wajah cantiknya.
Leanor masih belum bisa terbiasa dilayani orang lain sedemikian rupa. Ia masih canggung saat orang lain melihat tubuh telanjangnya. Tapi, mau bagaimana lagi. Dia terpaksa menyesuaikan diri dengan kehidupan barunya.
Setelah selesai berdandan, Leanor mulai memasukkan semua perhiasannya ke dalam tas.
Kali ini dia membawa lebih banyak barang berharga dibandingkan tadi malam lantaran yakin bisa melarikan diri dengan sempurna dari kehidupan Aiden sehingga bisa terbebas dari ancaman fitnah dan hukuman mati.
Leanor ingin memulai hidup barunya tanpa terikat alur cerita. Ia berencana melarikan diri ke negara lain bersama identitas barunya. Jadi, ia butuh banyak modal awal sampai bisa menemukan pekerjaan.
"Maaf, duchess. Hamba tidak bermaksud lancang, tapi bukankah duchess membawa perhiasan terlalu banyak?" Para pelayan yang melayaninya menjadi kebingungan sendiri melihat Leanor memasukkan hampir semua perhiasan ke dalam tas.
Gadis cantik itu menoleh dan memicingkan matanya kesal. "Apakah sekarang kau sedang melarangku membawa perhiasanku sendiri?" Tanyanya pelan tapi terdengar sinis.
"Mohon maaf, duchess. Bukan begitu maksud hamba. Hamba hanya tidak ingin duchess kesusahan membawanya." Jelas pelayan terbata-bata.
Leanor memutar bola mata malas melihat pelayan gemetar ketakutan. "Jangan khawatirkan masalah itu. Ada pengawal dan Aiden yang akan membawakannya untukku."
Secara kebetulan, Aiden masuk ke dalam kamar Leanor dan menyahut perkataan istrinya tersebut. "Aku tidak akan membantumu membawanya. Jadi, bawa saja seperlunya. Kita di sana hanya tiga hari, bukan tiga Minggu." Celetuknya.
"Pria sepertimu tahu apa tentang perempuan?" Sahut Leanor sambil menggelengkan kepala miris.
"Kami para perempuan ingin selalu tampil cantik, berkelas, dan mewah. Kami ingin menggunakan perhiasan terbaik dan berbeda setiap kesempatan supaya tidak diolok-olok perempuan lain."
Belum cukup sampai di sana, Leanor kembali menambahkan ucapannya yang dipenuhi kebohongan supaya bebas membawa semua perhiasan.
"Bagi pria, acara itu memang hanya tiga hari, tapi bagi kami para perempuan ... Tiga hari itu sama dengan tiga Minggu. Kami harus selalu tampil mewah dan berkelas supaya tidak menjadi bahan lelucon di pergaulan kelas atas. Mengerti, Duke Aiden?" Tekannya di akhir ceramahnya.
"Baiklah, baiklah. Bawa saja semuanya!" Putus Aiden. Malas mendebat istrinya sedangkan Leanor tersenyum lebar melihat kekalahan pria tersebut.
****
Di dalam kereta kuda, Aiden dan Leanor duduk saling berhadapan.
Mereka berdua saling terdiam. Sibuk dengan kegiatan masing-masing.
Aiden sibuk membaca koran.
Leanor sibuk menatap pemandangan di luar kereta kuda sambil memikirkan rencana kehidupan setelah berhasil kabur. Ia sangat optimis bisa kabur di saat semua orang sedang sibuk mengikuti acara perburuan.
Sepanjang perjalanan, mereka terus diam. Hingga akhirnya sampai di kediaman Lanbergh.
"Berhati-hatilah selama berada di sini, Putri Leanor. Jangan lengah atau kau akan mati. Kau harus selalu waspada." Peringat Aiden.
"Kenapa? Apakah keluarga Lanbergh musuhmu?" Bisik Leanor was-was. Tak ingin mati sia-sia sebelum sempat melarikan diri.
"Mereka bukan musuhku. Akan tetapi, musuh bisa saja bersembunyi di sini dan mengincarmu di saat kau lengah. Begitu banyak musuh yang ingin menjatuhkanku. Mereka pasti tidak akan menyia-nyiakan kesempatan besar ini."
"Ah, begitu." Leanor manggut-manggut mengerti.
Ia sendiri tahu Aiden orang yang sangat kuat dan berbahaya sehingga para penguasa lain ingin menjatuhkannya. Mereka takut suatu saat nanti Aiden mengincar mereka. Padahal, Aiden tidak akan tertarik terhadap kekuasaan kecil mereka. Memang dasarnya saja orang tamak. Tidak bisa berpikiran jernih.
Contohnya saja kaisar. Paling berkuasa di kekaisaran tapi masih saja takut Aiden merebut kekuasaannya. Rela memberikan putrinya demi mengekang kekuasaan Aiden.
"Ayo turun, Putri Leanor." Aiden yang sudah turun dari kereta kuda pun mengulurkan tangan kanannya ke arah Leanor.
Gadis cantik itu tersenyum dan menyambut uluran tangan Aiden.
Mereka berdua memasuki pintu utama kediaman Lanbergh dan pemimpin keluarga Lanbergh menyambut mereka ramah.
Setelah berbincang sejenak, keduanya pun dipersilahkan beristirahat. Ditemani oleh kepala pelayan yang memandu mereka ke tempat peristirahatan.
Tempat peristirahatan ditentukan berdasarkan kedudukan. Aiden dan Leanor menempati kamar paling bagus karena bergelar Duke dan duchess.
Namun, belum sempat melangkah ke dalam kamar, seseorang menginterupsi mereka.
"Aku mengobrol dulu dengan Marquess Chile. Kau bisa beristirahat di kamar," ujar Aiden.
"Sebenarnya aku bosan. Jadi, aku akan berkeliling sebentar. Lagipula Count Lanbergh memperbolehkan tamu berkeliaran di dalam kastilnya." Sahut Leanor.
Aiden meringis pelan melihat tingkah sang istri. Bukannya meminta izin seperti istri lainnya, Leanor malah menyatakan langsung keinginannya.
"Terserah kau saja. Yang penting, ingatlah ucapanku tadi." Aiden mengingatkan lagi sebelum pergi bersama Marquess Chiel.
Sementara itu, Leanor pergi menyusuri kediaman Lanbergh demi melancarkan aksi melarikan dirinya.
Dengan mengetahui seluk beluk kastil Lanbergh, Leanor bisa melarikan diri tanpa halangan.
"Leanor!!" Panggil seseorang menghentikan aksi penyelidikannya.
Leanor berbalik. Menatap orang yang lancang memanggilnya.
Aiden saja memanggilnya dengan sopan, lantas kenapa orang lain tidak?
"Leanor. Kenapa belakangan ini kau mengabaikan suratku?"
"Siapa?"
Perempuan di hadapan Leanor melotot kaget. "Jangan berpura-pura melupakanku. Aku Tiffany, sahabatmu." Omelnya lagi.
Gadis cantik itu berdehem pelan. Pantas saja ia merasa tak asing dengan wajah perempuan itu. Ternyata Tiffany, sahabat penghianat yang menjebak Leanor asli dan membuat Leanor dijatuhi hukuman mati.
Bersambung...
31/3/23
Jangan lupa tinggalkan jejak ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
I Become A Duchess
FantasíaKekayaan, ketenaran, dan kebahagiaan. Semuanya dimiliki oleh Natha. Akan tetapi, sayangnya ada saja orang yang membencinya dan nekat membunuhnya. Akibatnya, Natha mengalami transmigrasi ke dalam novel bacaannya. Lebih parahnya lagi, Natha menjadi...