Vote sebelum baca 🌟
Kereta kuda berhenti berjalan. Aiden turun lebih dulu, lalu membantu Leanor turun.
Aiden merapikan rambut Leanor yang sedikit berantakan akibat guncangan kereta. "Aku akan pergi sebentar. Tunggulah di sini. Jangan kemana-mana!" Tegasnya lantaran takut istrinya menghilang lagi.
"Baiklah." Leanor menjawab tanpa bantahan ataupun bertanya karena sudah tahu Aiden hendak pergi ke mana meskipun tidak diberitahu.
Pria berambut pirang itu tersenyum mendengar jawaban patuh istrinya. Kemudian, melayangkan kecupan singkat di puncak kepala Leanor. Dan, tingkahnya mampu membuat Leanor tersentak kaget.
Di lain sisi, para ksatria menyiapkan tempat peristirahatan serta makanan.
Mereka berbagi tugas supaya cepat selesai. Ada yang bertugas mendirikan tenda, mencari kayu bakar, menyiapkan tungku, dan menyiapkan makanan.
Alangkah terkejutnya mereka kala menyadari persediaan makanan tersisa sedikit. Untuk satu orang saja tidak akan cukup.
Para ksatria penanggung jawab makanan saling bertukar pandang resah. Takut Aiden memarahi mereka karena mengabaikan sesuatu yang sangat penting.
Jika berada di medan perang, sudah pasti Aiden akan mengamuk dan menghajar mereka habis-habisan.
"Kenapa kalian terlihat panik?" Celetuk Leanor seraya berjalan menghampiri mereka.
Para ksatria tertunduk dalam. "Maaf, duchess. Persediaan makanan tinggal sedikit."
"Sekali lagi maafkan kecerobohan kami, duchess." Pinta mereka sungguh-sungguh. "Kami akan segera pergi berburu, duchess." Imbuhnya.
Para ksatria pernah mendengar sifat Leanor sangat menyebalkan. Leanor suka memarahi para pelayan dan menghukum para pelayan dengan kejam.
Mereka tidak ingin menjadi sasaran kemarahan Leanor meskipun sebuah hukuman bukanlah apa-apa bagi para ksatria seperti mereka.
"Tidak perlu pergi berburu karena aku membawa banyak bahan makanan. Kalian bisa mengambilnya di sana." Menunjuk kuda pengangkut barangnya.
Para ksatria mendesah lega.
"Kalian takut aku marahi?" Tebak Leanor tepat sasaran.
Melihat wajah kaget mereka, gadis itu pun terbahak. "Tenang saja. Aku tidak akan memarahi kalian." Kekehnya.
Para ksatria meringis pelan sembari berterima kasih.
Leanor berjalan mendekati para ksatria yang sedang membuka barang bawaannya. Ikut bergabung dengan mereka, guna mengambil barang-barang yang diperlukan.
"Kalian ingin makan apa? Aku akan memasakkannya untuk kalian." Tawar Leanor sembari mengambil wajan kesayangannya.
"Maaf, duchess. Duchess istirahat saja, biarkan kami yang memasak."
"Kalian bisa memasak menu yang lain."
"Ta--"
"Tidak ada tapi-tapian." Tukas Leanor membuat semua orang terdiam.
Pada akhirnya, mereka membiarkan Leanor memasak sesuka hati sambil berdoa di dalam hati agar Aiden tidak marah besar saat mengetahui hal tersebut.
****
"Nona, nona."
Leanor menoleh ke belakang. Menatap orang yang memanggilnya. Ia sedikit terkejut kala melihat tiga orang pria berjongkok di belakangnya dan menatapnya bersemangat.
"Nona masih mengingat kami?"
"Kami Caellus, Venom, dan Louis, nona."
"Kami orang yang nona selamatkan dari rumah bordil."
Ucap mereka bergantian dengan penuh semangat hingga membuat Leanor terkekeh geli.
"Tentu saja aku masih mengingat kalian. Aku hanya pergi satu tahun, bukan ratusan tahun." Candanya.
"Kami senang mendengarnya, nona."
"Kami pikir nona sudah melupakan kami."
Ketiga pria itu tertekuk sedih.
"Kenapa nona kabur dari Kediaman Blake? Apakah Tuan Aiden menyiksa nona?" Bisik Louis.
"Tuan Aiden menyakiti nona? Haruskah kami membunuhnya?" Ucap Caellus ikut berbisik.
"Meskipun tidak mudah, kami pasti akan mencobanya demi menyelamatkan nona." Bisik Venom.
Leanor semakin tertawa geli melihat tingkah ketiga pria tersebut. "Mudah sekali kalian berkata akan membunuh tuan kalian demi menyelamatkanku. Kalian tidak takut dinyatakan sebagai penghianat dan dijatuhi hukuman mati?"
"Tuan kami hanya nona." Sahut mereka kompak. Meluruskan perkataan Leanor.
"Nona lah yang menyelamatkan kami. Jadi, nona lah tuan kami yang sebenarnya." Cetus Caellus.
Venom berdehem pelan. Ikut menimpali ucapan temannya. "Kami berada di bawah kekuasaan tuan Aiden juga demi nona. Kami ingin menjadi sosok ksatria yang berguna bagi nona."
Louis tersenyum lebar. "Oh iya, nona. Sekarang kami sudah menjadi ksatria resmi Kediaman Blake, nona. Kami akan mengerahkan semua tenaga dan kemampuan kami untuk melindungi Nona."
Leanor tersenyum bangga melihat kesetiaan tiga pria yang dipungutnya. Untunglah dia membawa ketiganya. Di masa depan, mereka pasti akan sangat berguna. Mereka akan melindunginya tanpa diminta, serta rela mengorbankan nyawa mereka sendiri demi keamanannya.
"Leanor!" Panggil Aiden cukup keras. Menarik perhatian para ksatria dan Leanor.
Pria itu berjalan ke arah Leanor dengan langkah besar. Wajahnya tampak mengeras. Menahan emosi akibat terlampau cemburu melihat kedekatan Leanor bersama pria lain.
Leanor yang menyadari hal itu mengusir ketiga pria tersebut. Wajahnya tetap tenang meskipun tahu Aiden terbakar api cemburu.
Aiden duduk di samping Leanor sambil misuh-misuh sendiri.
'Menggemaskan' batin Leanor.
"Kau cemburu?" Godanya seraya mencolek lengan sang suami.
"Ya. Aku cemburu. Aku tidak suka melihatmu bersama pria lain." Sahut Aiden terus terang. Mengagetkan para ksatria.
"Hei! Tidak perlu cemburu. Suamiku kan dirimu, bukan mereka." Tutur Leanor, mengurangi sedikit rasa cemburu di dada Aiden.
"Aku tahu, tapi aku tetap cemburu."
Leanor memeluk Aiden manja. "Jangan cemburu. Mereka hanya mengobrol denganku, bukan memelukku."
Aiden mengepalkan tangan kesal. "Awas saja kalau mereka berani memelukmu. Akan aku patahkan tangan mereka dan menjadikan tangan mereka sebagai santapan monster!" Gerutunya.
Para ksatria yang mendengarnya bergidik ngeri. Mana mungkin mereka berani mengusik istri tuan mereka setelah mendengar perkataan mengerikan tersebut. Mereka masih sayang nyawa.
Bersambung...
30/4/23
Jangan lupa tinggalkan jejak😗
KAMU SEDANG MEMBACA
I Become A Duchess
FantasyKekayaan, ketenaran, dan kebahagiaan. Semuanya dimiliki oleh Natha. Akan tetapi, sayangnya ada saja orang yang membencinya dan nekat membunuhnya. Akibatnya, Natha mengalami transmigrasi ke dalam novel bacaannya. Lebih parahnya lagi, Natha menjadi...