Vote sebelum baca 🌟
"Kenapa Kaisar sialan itu mengirimkan undangan pernikahan kepadamu? Kapan kalian berkenalan?" Tanya Aiden penasaran sekaligus kesal. Ia tak terima musuhnya mengenal Leanor, istrinya. Takut Leanornya direbut.
Leanor memutar bola mata malas melihat kecemburuan tak berdasar Aiden. "Aku bertemu dengannya saat berada di Desa Odelia dan dia menikah dengan teman dekatku, Freya. Pasti Freya yang meminta Kaisar Troy mengirim undangan untukku."
Sebelum Freya pergi ke Kerajaan bersama Kaisar Troy, Leanor pernah menceritakan identitas aslinya ke Freya supaya Freya tidak kesusahan mencarinya suatu saat nanti. Selain itu, dia ingin menjalin hubungan baik dengan Permaisuri kekaisaran Selatan.
Hidup Leanor pasti akan terasa mudah jika dekat dengan Freya karena semua orang akan merasa segan menganggu ataupun mempersulit sahabat seorang permaisuri.
"Sayangnya kita tidak bisa pergi ke sana, sayang. Para bangsawan di sana pasti mengenalku dan tidak menerima kehadiranku." Jelas Aiden hati-hati lantaran takut menyakiti hati Leanor.
"Baiklah. Aku mengerti, tapi aku bisa mengirimkan hadiah 'kan?" Leanor mengerti posisi Aiden sehingga ia tak akan memaksa pria itu.
"Iya. Kau bisa mengirimkan hadiah untuk mereka."
"Itu saja sudah cukup. Freya pasti akan memakluminya karena mengerti situasiku." Freya memang polos dan ceria tapi Freya bisa berpikir dari berbagai sudut pandang berbeda serta pintar membaca situasi.
"Ah iya, apakah hari ini kau sibuk?" Celetuk Leanor kemudian. Menyadarkan Aiden akan realita.
"Iya. Ada pertemuan yang harus aku hadiri."
"Sayang sekali. Kita tidak bisa pergi membeli hadiah bersama. Kalau begitu, aku akan membawa William dan Sellyna bersamaku."
"Pertemuannya bisa diundur dan aku akan ikut bersamamu."
"Hei! Kau tidak boleh membatalkan jadwalmu sesuka hati!"
"Ta--"
"Tidak ada tapi-tapian. Kau tidak boleh ikut bersamaku. Jika ada yang kau inginkan, aku akan membelikannya untukmu."
Aiden memeluk Leanor manja. "Aku menginginkan hadiah darimu juga." Tak mau kalah dari orang lain.
"Hmm, kau suka hadiah yang bagaimana?"
Aiden menangkup wajah Leanor, menyatukan kening mereka, dan tersenyum manis. "Aku suka hadiah apapun yang kau berikan untukku."
Jawaban manisnya mampu membuat Leanor tertawa kecil.
"Aku serius, sayang. Aku menyukai hadiah pemberianmu, apapun itu." Ungkap Aiden penuh keseriusan.
Leanor pun ikut menangkup wajah Aiden seraya tersenyum manis. "Kau tahu?"
Aiden mengangkat alisnya, menanti kelanjutan ucapan istrinya.
"Kau sangat manis."
Pujian Leanor menghadirkan semburat merah di pipi Aiden.
"Dan kau terlihat semakin manis sekarang. Bolehkah aku menggigit pipi merahmu?" Goda Leanor, kian membuat Aiden blushing.
****
Kehadiran Leanor di pusat kota menjadi perhatian semua orang.
Hal itu terjadi karena Leanor sudah lama tidak terlihat.
Wajah para pria bersemu melihat Leanor tersenyum begitu cerah. Bukan ke mereka senyuman itu tertuju, tapi hati mereka tetap senang.
Kecantikan Leanor benar-benar memikat. Andai kata Leanor bukan istri Duke Aiden, pasti mereka akan memberanikan diri mendekati gadis tersebut. Mereka ingin berbicara. Satu kali saja sudah cukup.
"Apakah ada tempat yang ingin kalian kunjungi?" Tanya Leanor kala sudah selesai membeli hadiah untuk Freya dan Aiden.
"Aku ingin ke Rumah Dahlia. Katanya di sana banyak bunga yang cantik." Sahut Sellyna penuh semangat.
Leanor dan William melongo kaget mendengar ucapan gadis kecil itu.
"Darimana kau tahu Rumah Dahlia?!"
"Siapa yang memberitahukan hal bodoh itu kepadamu, Lyn?!"
Tanya Leanor dan William kompak.
Rumah Dahlia adalah rumah bordil yang berisi para pria. Rumah bordil itu sangat terkenal.
'bunga cantik' merupakan julukan untuk para pria di sana karena para pria di dalam rumah bordil sangat rupawan, tampan, imut, sexy, mempesona, dan ada juga yang berwajah cantik.
Tempat itu merupakan tempat Caellus, Venom, dan Louis pernah bekerja. Di sana juga Sellyna bertemu mereka dan menyelamatkan ketiganya sehingga mereka menjadi anjing paling setianya.
"Cepat katakan darimana kau mengetahui tempat itu, Lyn." Desak William seraya menggoncang bahu Sellyna pelan. Membuat gadis kecil itu mengernyit heran.
"Aku tidak sengaja mendengarnya dari para pelayan. Kenapa reaksi Liam sangat berlebihan?" Tanyanya tak habis pikir.
William menghela nafas gusar. "Tempat itu bukan tempat yang baik. Jadi, jangan pernah berniat untuk ke sana. Apalagi mendatanginya langsung."
"Tempat tidak baik?" Tanyanya penasaran.
"Di sana tempatnya para pendosa bermain. Jadi, jangan pernah masuk ke sana kalau tidak ingin menjadi pendosa." Sahut Leanor menjelaskan secara halus.
"Benar yang dikatakan duchess." Imbuh William menimpali.
"Uh, baiklah. Aku tidak akan pernah datang ke sana." Sahut Sellyna merasa sedikit terbebani melihat tatapan intens Leanor dan William.
"Leanor! Aku merindukanmu! Kemana saja kau selama ini?" Tiba-tiba saja Tiffany datang entah darimana dan memeluk Leanor erat sehingga membuat gadis berambut perak itu mengernyit jijik.
Tiffany terlalu munafik. Di saat dirinya tidak ada, Tiffany menggoda Aiden sedangkan di depannya bertingkah sebagai sahabat baik. Memuakkan.
"Cepat lepaskan pelukanmu dariku!"
Tiffany terlonjak kaget mendengar nada dingin Leanor. Refleks melepaskan pelukannya dan menatap Leanor tak mengerti. "Ada apa denganmu?"
Leanor tertawa kecil. "Harusnya aku yang bertanya. Ada apa denganmu? Kenapa di saat aku tidak ada, kau berusaha menganggu dan menggoda suamiku? Bukankah kau sahabatku? Tapi, kenapa tega menganggu suamiku? Apakah kau tidak bisa menemukan laki-laki lain hingga menargetkan suamiku?" Tanyanya cukup keras, bisa didengar orang lain.
Wajah Tiffany memerah malu. Namun, ia berusaha menguasai emosinya. Berpura-pura lugu dan polos. "Apa yang kau katakan, Leanor?"
Bersambung...
3/5/23
KAMU SEDANG MEMBACA
I Become A Duchess
FantasyKekayaan, ketenaran, dan kebahagiaan. Semuanya dimiliki oleh Natha. Akan tetapi, sayangnya ada saja orang yang membencinya dan nekat membunuhnya. Akibatnya, Natha mengalami transmigrasi ke dalam novel bacaannya. Lebih parahnya lagi, Natha menjadi...