Kekayaan, ketenaran, dan kebahagiaan. Semuanya dimiliki oleh Natha. Akan tetapi, sayangnya ada saja orang yang membencinya dan nekat membunuhnya.
Akibatnya, Natha mengalami transmigrasi ke dalam novel bacaannya. Lebih parahnya lagi, Natha menjadi...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hasil perburuan Aiden sangat memuaskan. Pria itu berhasil menangkap seekor beruang besar dan beberapa hewan kecil lainnya. Ia berencana mempersembahkan hasil buruannya untuk Leanor.
Di bawah titahnya, ia dan para ksatrianya kembali ke tempat kemah lantaran sudah tak sabar bertemu Leanor dan memperlihatkan hasil buruannya.
Aiden tersenyum sendiri membayangkan wajah terkejut sang istri sedangkan para ksatria melongo kaget melihat ekspresi lembut Aiden tapi mereka segera buru-buru mengalihkan pandangan ke arah lain. Takut dimarahi Aiden.
Namun, Aiden menjadi kecewa saat tak melihat Leanor menyambutnya. Padahal pria lain disambut oleh keluarga mereka.
Raut wajah senangnya lenyap begitu saja, berganti dengan wajah dingin.
"Selamat, tuan Duke. Anda berhasil menangkap seekor beruang besar." Puji Tiffany.
Aiden ingat siapa sosok gadis yang sok akrab dengannya itu. Teman Leanor. "Dimana istriku?" Tanyanya tanpa membalas pujian Tiffany.
Wajah Tiffany sedikit kecut mendengar panggilan manis Aiden untuk Leanor. Akan tetapi, gadis itu berusaha menahan perasaan cemburu meluap-luap dalam dadanya.
"Leanor istirahat di kamar karena sedang sakit, tuan Duke."
Aiden mendadak cemas. Saking cemasnya, ia langsung meninggalkan arena perburuan tanpa sempat berpamitan dengan tuan rumah.
Pria itu takut Leanor sakit karena memberikan selimut padanya semalaman.
Tadi pagi, saat terbangun, Aiden mendapati tubuhnya tertutup selimut sedangkan Leanor tidak memakai selimut. Gaun tidur Leanor pun lumayan tipis.
Aiden senang Leanor perhatian padanya.
Di lain sisi, ia khawatir Leanor akan jatuh sakit karena pada dasarnya, tubuh Leanor sangat lemah dibandingkan tubuhnya.
Aiden menghela nafas gusar. Ketika sampai di depan pintu kamar, ia langsung membuka pintu tersebut.
Alangkah terkejutnya Aiden kala tak melihat Leanor berada di kasur.
Pria itu menoleh ke penjaga pintu kamar Leanor. "Dimana istriku?"
"Duchess Leanor di dalam kamar, tuan Duke."
Kening Aiden mengernyit. Masuk ke dalam kamar dan menyusuri seisi kamar, tapi Leanor tetap tidak ditemukan.
"Istriku tidak ada di dalam!" Teriak Aiden marah.
Kedua penjaga itu buru-buru masuk dan menghadap Aiden. "Maaf, tuan Duke. Tadi Duchess Leanor sedang istirahat di kamar. Kami tidak pernah melihat Duchess Leanor keluar dari kamar." Jelas mereka takut-takut.
Aiden menggeram marah. "Sebenarnya bagaimana cara kalian menjaga istriku?! Apakah karena kami hanya tamu, makanya kalian tidak memperhatikan keselamatan istriku?!" Amuknya.
Penjaga gemetar ketakutan. "Maaf, tuan Duke. Kami tidak bermaksud demikian. Kami selalu berjaga di depan kamar Duchess tanpa pernah meninggalkannya sejengkal pun."
"AKU TIDAK MAU TAHU! CEPAT CARI ISTRIKU ATAU AKU AKAN MENGHANCURKAN KEDIAMAN INI!"
Count Lanbergh yang tak sengaja mendengar keributan itu langsung ketar ketir. Ia segera berlari ke asal suara. "Mohon maaf Duke Aiden, kami akan segera mencari duchess." Bujuknya. Berharap Aiden menarik kembali ucapannya.
Aiden memberikan tatapan tajamnya seolah menyalahkan Count Lanbergh yang tak becus menjaga keamanan Kediaman.
"Cepat temukan istriku, bagaimanapun caranya!"
"Baik, duke." Keringat dingin bercucuran dari kening count, tapi ia tetap berusaha menjaga rasionalitasnya dan menyuruh para ksatria keluarganya mencari keberadaan Leanor.
Aiden memijit keningnya frustasi saat semua orang sudah pergi. "Semoga kau baik-baik saja, Leanor."
Entah sejak kapan Aiden menjadi takut kehilangan Leanor.
Sungguh, Aiden tak ingin kehilangan Leanor.
Aiden ingin selalu bersama Leanor walaupun mereka menikah karena politik.