Part 7❄️

121K 11.5K 222
                                    

Vote sebelum baca 🌟

Aiden masih saja malu mengingat pujian Leanor untuknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aiden masih saja malu mengingat pujian Leanor untuknya. Karena malu itulah, ia menjadi ragu membuka pintu kamar. Dimana di dalamnya terdapat pelaku yang membuatnya merasakan perasaan aneh itu.

Kediaman Lanbergh hanya menyediakan satu kamar bagi para tamu yang sudah menikah. Aiden juga tidak mungkin meminta kamar satu lagi. Hal tersebut hanya memunculkan rumor jelek tentang mereka. Akhirnya Aiden pun terpaksa tidur sekamar dengan Leanor selama tiga hari ke depan.

Pria tampan itu mengambil nafas dalam-dalam. Kemudian, membuka pintu kamar perlahan.

Alangkah terkejutnya dia kala melihat Leanor sedang membuka baju. Wajahnya memerah bak kepiting rebus. Lantas, menutup pintu sekuat tenaga. "Apa yang kulihat barusan?" Gumamnya frustasi.

Aiden meraup wajahnya kala punggung mulus Leanor terus terbayang-bayang dalam benaknya.

Sementara itu, Leanor berdecak kesal akibat dikagetkan dua kali. Pertama Aiden sembarangan masuk dan kedua membanting pintu sembarangan.

Leanor buru-buru mengganti gaunnya dengan baju tidur. Memakai gaun mewah seharian benar-benar membuatnya sangat lelah.

Setelah berganti pakaian, ia berjalan ke arah pintu kamar. Lalu, membukanya. "Masuklah. Aku sudah selesai berganti pakaian," ucapnya kala melihat Aiden masih berdiam diri di depan pintu.

Bukannya menyahut ucapan Leanor, Aiden malah berlalu begitu saja ke dalam kamar. Melewati Leanor tanpa menyapa. Bahkan menatap Leanor pun tidak.

Sungguh menyebalkan!

Leanor menghela nafas sabar. Gadis itu kembali menutup pintu kamar dan berjalan ke kasur. Bersiap mengarungi alam mimpi supaya lelahnya hilang.

Ia menaiki kasur dengan cueknya. Mengabaikan Aiden yang terlihat kebingungan dan salah tingkah.

"Kenapa sofanya sangat kecil?" Umpat Aiden pelan tapi dapat didengar Leanor.

'Sepertinya, dia berniat tidur di sofa' batin Leanor.

Gadis itu berdehem pelan. "Kau boleh tidur di sebelahku." Tawarnya lantaran kasihan memikirkan tubuh Aiden akan membeku akibat terlampau kedinginan.

"Tidak usah. Aku tidur di lantai saja." Sahut Aiden datar.

Leanor menaikkan alisnya mendengar penolakan pria itu. "Oh, baiklah. Ini selimut untukmu." Lagi-lagi gadis itu berbaik hati memberikan selimut satu-satunya di dalam ruangan.

"Kau saja yang memakai selimutnya."

"Oke. Jangan menyesal." Kekeh Leanor. Ia pun membalikkan tubuhnya. Membelakangi Aiden.

Rasa kasihannya sudah terkikis habis oleh jawaban cuek Aiden. Dia tidak akan peduli lagi!

Leanor dapat merasakan tatapan menusuk dari sang suami. Tapi, ia tetap membelakangi Aiden. Membiarkan pria dingin itu bertingkah sesukanya.

"Saat perburuan besok, tetaplah berada di keramaian. Jangan pernah pergi sendirian."

Leanor yang hampir tertidur sedikit terusik oleh suara Aiden.

"Mengerti, Putri Leanor?" Tekan Aiden karena tak mendapatkan jawaban.

"Ya." Sahutnya singkat.

Aiden menatap lurus tubuh mungil istrinya. Ada hasrat yang begitu besar dalam dirinya untuk memeluk tubuh nan terlihat rapuh itu, tapi takut mendapatkan penolakan lagi.

Sejujurnya, Aiden tidak pernah membenci Leanor. Aiden bersikap dingin dan acuh karena ingin menyelamatkan dirinya sendiri dari pedihnya penolakan.

Pria itu masih ingat saat pertama kali bertemu Leanor di hadapan sang pendeta.

Wajah cantik dan manis Leanor membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Tubuh mungil dan rapuh Leanor membuat Aiden ingin melindungi dan memperlakukannya dengan baik. Akan tetapi, niatnya perlahan-lahan terkikis oleh tindakan Leanor.

Tindakan Leanor tidak hanya membuatnya sakit hati tapi juga kecewa. Memutuskan menarik diri, menjauh, dan menghilangkan perasaannya yang sangat menganggu itu.

Namun, perubahan Leanor sekarang kembali menggoyahkan perasaannya. Ia suka melihat Leanor berhenti memandanginya dengan rasa takut. Ia suka melihat Leanor tidak lagi melakukan hal anarkis saat melihatnya. Ia suka melihat Leanor menawarkan tidur bersama padanya. Ia suka melihat Leanor tak menutup diri atau pun menjauh darinya.

'bolehkah aku berharap lebih, Putri Leanor?' tanyanya dalam hati sembari terus menatap punggung Leanor.

Aiden memeluk tubuhnya sendiri kala udara terasa semakin dingin. Mulai menyesali pilihannya saat menolak tawaran Leanor.

Harusnya Aiden menerima tawaran. Bukannya malah menolak.

Pria itu berdiri. Menatap Leanor yang sudah tertidur pulas.

"Bisa-bisanya kau tertidur saat ada seorang pria di dekatmu. Apakah kau tidak takut, Putri Leanor?" Kekehnya pelan.

Aiden duduk di sisi Leanor tanpa mengalihkan pandangannya dari gadis itu. "Kau sangat berubah. Sebenarnya, apa yang membuatmu berubah?" Gumamnya.

Bersambung...

2/4/23

Jangan lupa tinggalkan jejak ^^

firza532

 I Become A DuchessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang