Kekayaan, ketenaran, dan kebahagiaan. Semuanya dimiliki oleh Natha. Akan tetapi, sayangnya ada saja orang yang membencinya dan nekat membunuhnya.
Akibatnya, Natha mengalami transmigrasi ke dalam novel bacaannya. Lebih parahnya lagi, Natha menjadi...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kehadiran Leanor dan Aiden di Istana Kekaisaran Barat disambut langsung oleh Kaisar.
Leanor tak terlalu heran melihat kelakuan Kaisar sekaligus ayahnya karena kaisar selalu berusaha terlihat baik dan perhatian di depan Aiden supaya Aiden tetap diam dan tidak menyerang kekaisaran.
Siapa yang tidak tahu kehebatan Aiden. Kekuatan dan kehebatan taktik suaminya itu mampu meruntuhkan sebuah kerajaan besar.
Maka dari itu, wajar saja jika kaisar berusaha terlihat baik di depan Aiden.
"Lama tidak bertemu, Duke Aiden. Bagaimana kabarmu?" Tanya Kaisar sok akrab.
"Baik, Yang Mulia." Sahut Aiden apa adanya.
"Bagaimana kondisi Duchy?"
"Baik, Yang Mulia."
Kaisar menggeram kesal di dalam hati akibat jawaban singkat Aiden tapi ia berusaha menahan kekesalannya. "Jangan sungkan meminta pertolongan kepadaku jika ada masalah."
"Terima kasih atas perhatian Yang Mulia. Saya akan mengingatnya, Yang Mulia."
"Sebenarnya aku ingin berbicara lebih banyak denganmu, tapi aku sangat merindukan putri sulungku. Bisakah kau meminjamkannya sebentar kepadaku?"
Leanor diam-diam mendecih pelan.
Meminjam katanya?!
Memangnya dia barang?!
"Ya, Yang Mulia." Sahut Aiden irit.
Ah, Leanor hampir melupakan sosok Aiden yang sebenarnya, yaitu cuek, dingin, dan irit berbicara.
Pantas saja dari tadi Aiden menyahut singkat semua ucapan Kaisar.
"Ethan, pandulah Duke Aiden ke kamar yang sudah disiapkan!" Titah Kaisar.
"Baiklah, Yang Mulia."
Aiden melirik Leanor yang sedari tadi terdiam. Lebih tepatnya diam akibat diabaikan Kaisar.
Aiden menjadi gemas sendiri melihat kelakuan Kaisar. Maksudnya, gemas ingin meremukkan tubuh Kaisar.
"Aku akan menunggumu di kamar, sayang." Tutur Aiden lembut seraya mengecup pipi Leanor sekilas.
"Oke."
Aiden meninggalkan Leanor dengan perasaan tidak rela.
Seperginya Aiden, Kaisar membawa Leanor masuk ke dalam ruangan kerjanya.
Kaisar bertopang dagu seraya menatap Leanor tajam. "Kenapa kau masih belum hamil?!"
"Ckck, kita baru bertemu setelah sekian lama berpisah dan ayah langsung menanyakan hal itu kepadaku? Kenapa tidak menanyakan kabarku? Kondisiku? Kehidupanku?" Tanya Leanor tak percaya.
"Jangan bertele-tele, Leanor. Jawab saja pertanyaanku! Kenapa kau masih belum hamil?! Kau yang mandul atau Duke Aiden yang mandul?" Sahut Kaisar dingin.
"Hah?! Jang---"
"Tidak mungkin kau yang mandul. Sejak kau masih kecil, aku sudah memastikan semua masa depanmu aman, termasuk perihal kesuburan. Jadi, masalahnya pasti ada di Duke Aiden, bukan?" Potong Kaisar dengan ekspresi serius.
Sementara itu, Leanor memijit kepalanya kesal melihat tingkah menyebalkan Kaisar.
Leanor menyesal datang ke Kekaisaran Barat. Lebih baik dia pura-pura sakit saja supaya bisa menghindari tempat ini.
"Ayah! Aiden tidak mandul. Kami menunda punya anak karena ingin menikmati masa-masa berpacaran. Ayah tahu 'kan? Kami menikah akibat dijodohkan. Kami butuh waktu lebih banyak untuk saling mengenal satu sama lain."
Penjelasan Leanor membuat Kaisar tersenyum lega. "Baiklah. Nikmatilah dulu masa pacaran kalian. Tapi, ingatlah! Kau harus segera memiliki anak dengannya supaya posisimu sebagai Duchess semakin kuat."
Leanor tersenyum miring. "Tanpa punya anak pun, posisiku sudah kuat, ayah. Semua orang menerima kehadiranku dengan baik. Terutama di dalam Kediamanku. Para pekerja di sana bahkan lebih menghormatiku daripada pelayan di sini."
"Baguslah kalau begitu. Kau harus terus mempertahankan hal tersebut. Lalu, bagaimana dengan Aiden? Apakah dia menganggapmu penting? Apakah dia melibatkanmu dalam urusan internal dan eksternal?"
Leanor berkacak pinggang mendengar pertanyaan bodoh tersebut.
"Pertanyaan macam apa itu, ayah. Tentu saja Aiden menganggapku penting. Dia selalu melibatkanku dalam segala hal. Dia bahkan memberiku kuasa untuk menggerakkan seluruh ksatrianya."
Kaisar bertepuk tangan senang mendengar pernyataan putrinya. "Kerja bagus. Tidak sia-sia aku menikahkanmu dengannya."
Leanor memicingkan mata curiga. "Kenapa ayah sangat senang?"
"Dasar putri bodoh. Ayah senang karena ksatria wilayah Duchy sangat kuat. Mereka bisa membantu ayah." Omelnya.
"Jangan salah paham, ayah. Aku tidak akan pernah menggerakkan Ksatria Duchy untuk kepentingan istana Kekaisaran Barat." Tukas Leanor mematahkan khayalan indah sang Kaisar.
"Anak durhaka!" Bentak Kaisar kesal.
"Astaga, ayah! Kau membuat telingaku sakit." Ringis Leanor, kian membuat Kaisar murka.
"Kau benar-benar pembangkang sekarang. Perbaikilah sikapmu sebelum Duke Aiden mencampakkanmu." Hardiknya.
"Ayah tenang saja. Aiden sudah kebal dengan sikapku." Kekeh Leanor. "Dia bahkan tidak pernah meninggikan suaranya saat berbicara kepadaku." Sindirnya.
"Ayah seperti ini juga untuk kebaikanmu, Leanor." Tandas Kaisar geram sedangkan Leanor memutar bola mata malas.
"Apa-apaan matamu itu? Dimana tata kramamu sebagai seorang putri kerajaan?" Kaisar mengomel lagi.
"Daripada mendengar omelan ayah, lebih baik aku menemui suamiku. Bye!" Melarikan diri begitu saja dari sana, meninggalkan Kaisar yang melongo heran melihat tingkah lakunya.
"Jangan menunda-nunda masalah anak terlalu lama!" Teriaknya kemudian. Mengingatkan putri sulungnya. "Kau harus segera punya anak!!"
"Berisik." Sahut Leanor berteriak.
Entah kenapa dia sangat kesal jika disinggung mengenai anak.
Namun, satu hal yang pasti, Leanor tak suka dituntut punya anak oleh orang lain.
Bersambung...
18/5/23
Rekomendasi cerita masuk ke dalam dunia novel: (zaman modern)