Tanggal penulisan :
1 April 2023 pukul 22.03 - 2 April 2023 pukul 19.18
Enjoy gays....
Menutup laptop yang baru saja di gunakannya lalu membereskan perlengkapan belajar dan buku ke tempat semula, Aurora menghembuskan nafasnya panjang seraya meregangkan otot-otot leher dan tangan yang terasa kaku lalu menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi karena terlalu lama belajar sampai lupa waktu.
Mengecek ponselnya, tak ada pesan masuk yang perlu dia jawab. Meletakkan kembali benda pipih itu di atas meja, Aurora jadi teringat tentang ucapan Luca tadi siang. Jika dia benar-benar serius dengan ucapannya artinya Aurora juga harus menjawabnya dengan serius. Dan kali ini, dia harus benar-benar memikirkannya.
Namun tiba-tiba, suara ketukan pintu terdengar, membuyarkan Aurora dari lamunan.
"Sayang, Mama boleh masuk?" Tanya dari luar pintu meminta izin.
"Masuk aja Ma, gak di kunci kok."
"Kok tumben belum tidur?" Tanya Arin seraya melangkah masuk dan mendekat.
"Baru selesai nugas. Mama juga baru pulang?"
"Iya. Nih Mama beliin kamu makanan, tadi di jalan kebetulan lewat, terus keinget kalo kamu suka banget sama martabak telor." Tersenyum hangat,Arin meletakkan kresek yang dia bawa di atas meja belajar Aurora.
"Wihhh.... Makasih ya Ma." Menerimanya dengan senang hati, Aurora membuka bingkisan itu antusias dan langsung mencobanya.
"Sama-sama sayang." Masih dengan senyumannya, Arin mengusap kepala sang anak sebagai bentuk kasih sayang.
Tak langsung pergi, Arin juga ikut menikmati martabak yang dia beli bersama sang anak.
"Banyak tugas kuliahnya?" Tanya Arin basa-basi.
"Gak juga sih, tapi lumayan sulit."
"Kalo Ara emang butuh bantuan atau apapun, ngomong aja sama Mama Papa."
"Pasti. Tenang aja... Kalo masalah itu gak akan kelewat kok."
Sedari dulu martabak telor adalah salah satu makanan favorit Aurora. Jadi, apapun dan kapanpun seseorang membawakannya untuknya, Aurora pasti akan menerimanya dengan senang gembira dan langsung memakannya. Seperti sekarang, tak peduli jika itu sudah larut malam.
"Ma?" Panggil Aurora mendadak serius saat dia tiba-tiba teringat sesuatu.
"Kenapa sayang?"
"Kalo misalkan Ara nikah, Mama setuju gak?"
"Nikah?" Kaget Arin tak menyangka.
"Iya, nikah. Mama setuju gak?"
"Emang kamu udah siap?"
"Gak tau."
Tertawa renyah, Arin duduk di pinggir meja belajar Aurora lalu menyelipkan rambut sang anak di belakang telinga dan tersenyum. Rupanya, sebagai seorang ibu Arin langsung menangkap obrolan serius yang ingin Aurora sampaikan.
"Sayang.... Denger ya, nikah itu bukan sekedar perkara menyatukan dua orang atau dua keluarga, tapi juga tentang komitmen dan perjalanan. Tau gak, kenapa setiap orang yang menjalin kehidupan rumah tangga di sebut bahtera?" Dengan polosnya Aurora menggelengkan kepala karena dia memang tak tahu tentang hal itu atau semacamnya.
"Itu karena.... Kita gak akan tahu apa yang terjadi di kedepannya. Terkadang samudera yang kita lalui itu tenang dan aman, tapi gak jarang juga samudera itu bergelombang, badai dan angin kencang. Kalo misalkan nahkoda sama penumpangnya gak bisa ngendaliin bahtera itu ya jadinya hancur dan tenggelam." Lanjut memberikan penjelasan, Arin sedikit demi sedikit mencoba memberikan sang anak wawasan dan pandangan. Karena nyatanya, Aurora sudah cukup dewasa untuk memikirkan tentang pernikahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta Aurora
RomanceJodoh memang milik Tuhan. Tapi ketika menunggu tak membuatnya datang, maka berjuanglah untuk menjadikannya masa depan.