19. Weeding Day

5 0 0
                                    

Tanggal penulisan :

7 April 2023 pukul 19.32 - 8 April 2023 pukul 4.40

Enjoy gays...

Seorang diri di ruang pengantin tentu membuat perasaan Aurora berkecamuk sekarang. Jangan tanya bagaimana gugup dan khawatirnya ia sekarang menanti acara sakral untuk hidupnya yang sebenar lagi akan terjadi.

Seakan belum percaya, Aurora masih tak menyangka jika dirinya sebentar lagi akan menikah dan menjadi seorang istrserta ibu nantinya. Aurora tak tahu apa yang nanti akan terjadi dalam kehidupannya di masa depan, tapi dia berharap dan berdoa pada Tuhan apapun cerita yang akan dia jalani bisa dia terima dengan senang hati. Meskipun pasti akan ada air mata yang menemani.

Ah, soal dimana keberadaan teman-teman Aurora, tenang saja... Jangan khawatirkan soal mereka. Mereka tengah mempersiapkan diri mereka untuk melakukan tugas sebagai bridesmaids dalam acara pemberkatan nanti.

"Hai sayang?" Tegur seseorang mengejutkan Aurora dari lamunan.

"Papa?"

"Cantik." Puji Tuan Oliver tersenyum bahagia seraya mengusap wajah Aurora dengan tangannya.

Tak bisa menyembunyikan perasaannya di depan sang ayah, Aurora memeluk Tuan Oliver untuk sedikit menghilangkan rasa gugupnya sekaligus mencari ketenangan dan kenyamanan dalam pelukan ayahnya.

"Haaa..... Papa masih gak nyangka kalo hari ini bakalan ngelepas kamu buat Luca." Ucap Tuan Oliver dalam pelukan mereka. Menguatkan dirinya untuk bisa menerima jika sang putri tercinta akhirnya melepas masa lajangnya dan memutuskan untuk menikah. Meski sejujurnya dalam hati Tuan Oliver masih belum percaya.

"Jangan ngomong kayak gitu, Ara kan masih anak Papa. Papa masih bisa temui Ara kapanpun waktunya Papa mau. Kita juga masih bisa joging bareng terus sarapan bubur ayam sama-sama." Balas Aurora tanpa sadar mengeratkan pelukannya. Entah kenapa dia tiba-tiba merasa sedih saat mendengar sang ayah mengatakannya.

Melepas pelukan keduanya, Tuan Oliver menangkup kedua pipi Aurora dengan senyum manis di wajahnya.

"Ara harus inget pesen Papa. Mulai sekarang, apapun yang Ara lakuin harus ngomong sama Luca. Karena dia udah jadi suami Ara. Ara harus bertangungjawab penuh sama rumah tangga Ara kedepannya. Apapun masalah yang hadir nantinya, Ara bicarain itu baik-baik sama Luca. Ambil jalan tengahnya bersama-sama dan tidak merugikan satu sama lain. Kapanpun Ara butuh Papa atau Mama, kita selalu ada untuk ngasih saran dan solusi terbaik untuk Ara. Ara ngerti kan maksud Papa?" Ucap Tuan Oliver panjang lebar memberi pesan.

"Ara ngerti."

Kembali memeluk agama sang ayah seerat yang dia bisa, Aurora berusaha menahan dirinya untuk tidak menangis.

"Maaf kalo selama ini Ara sering banget ngerepotin Papa sama Mama. Sering ngebuat Papa sama Mama pusing karena tingkah laku Ara. Dan sering banget ngebut Papa sama Mama khawatir karena Ara yang gak mau berbagi cerita. Maaf ya Pa?" Ucap Aurora tulus dari dalam hati.

"Papa udah maafin kamu jauh sebelum kamu minta maaf sama Papa sayang. Yang penting, mulai sekarang Ara harus lebih dewasa dan bijak lagi dalam berpikir, bertindak, dan mengambil keputusan."

"Maaf Tuan, Nona. Acara pemberkatan akan segera di mulai." Tegur salah seorang panitia acara menghentikan moment manis antara ayah dan anak itu.

Melepas pelukan mereka, Tuan Oliver kembali menangkup kedua pipi Aurora dengan senyum yang masih terpancar di wajahnya.

"Gak boleh nangis. Kasian tukang make up nya yang udah capek-capek bikin anak Papa ini cantik kayak putri hari ini. Nanti luntur." Ucap Tuan Oliver menghapus air mata yang membasahi wajah Aurora dengan ibu jarinya seraya diselingi candaan untuk mencairkan suasana.

"Berarti biasanya Ara gak cantik dong?" Sahut Aurora cemberut.

"Tetep cantik. Tapi hari ini lebih cantik berkali-kali lipat."

"Ayo." Memberikan lengannya untuk di gandeng sang anak, keduanya pun melangkah bersama keluar dari ruang pengantin untuk memulai acara.

***

Tak jauh berbeda dengan Aurora, Luca pun ikut merasakan hal yang sama. Dia gugup, khawatir juga senang dan bahagia karena hari ini akhirnya bisa menikahi Aurora. Gadis yang sudah lama di cintainya dan mau menerima lamarannya. Hanya bedanya, Luca lebih pandai untuk menyembunyikan perasaan itu dengan bersikap tenang dan pura-pura santai.

Di hadapan para tamu undangan dan pendeta, Luca berdiri di depan altar menunggu kedatangan Aurora bersama sang ayah.

Tak banyak tamu undangan yang hadir karena hanya teman-teman dekat dan kerabat yang mereka undang untuk menjadi saksi momen penting nan berharga dalam hidup mereka.

Tepuk tangan meriah menyambut kedatangan Aurora dan sang ayah menuju altar pernikahan.

Di hadapan Tuhan, pendeta, dan semua orang yang ada di sana, Tuan Oliver dengan perasaan bahagia juga tangis harus yang mencoba dia tahan menyerahkan sang putri tercinta Aurora, kepada Luca.

Moment haru di depan mata jelas membuat semua orang di sana juga ikut terharu dan merasakannya.

Acara utama yang di nanti pun tiba.

Di awali sang pendeta yang membimbing keduanya, Luca dan Aurora bergantian mengucapkan janji mereka pada Tuhan di hadapan sang pendeta, kedua orang tua juga semua orang di sana dengan penuh keyakinan, ketulusan dan tangis yang tak mungkin bisa terlewatkan.

Ciuman di kening yang Luca berikan menjadi tanda sahnya keduanya menjadi sepasang suami-istri baik sekarang, nanti dan di masa depan.

Tepunk tangan meriah dari semua orang juga ikut menjadi bukti jika mereka turut senang dan bahagia atas pernikahan Luca dan Aurora.

Pekalongan, 30 Januari 2024

Takdir Cinta AuroraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang