Chapter 13

585 52 14
                                    

Luke Hemmings

"A-aku berbohong."

Greta masih menangis, punggungnya naik turun serta buliran air mata yang terus mengalir dari kedua sudut matanya. Aku terus menenangkannya, tapi dia tak kunjung tenang. Aku kebingungan, tak tau harus apa— maksudku aku benar-benar harus mengerti kenapa Greta menangis, apa ia tak bahagia denganku?

"Aku berbohong," dia berkata seperti itu terus. Aku bertanya apa yang terjadi, apa yang Greta bohongi, "Aku tidak ha—"

"Dia berbohong kalau dia juga mengajak kami kesini, Luke."

Calum di sana, berjalan bersama Ashton dan juga Michael. Aku menjauhi Greta, memandang Calum penasaran— semuanya tak masuk akal, yang benar saja? Greta menangis karena mengajak mereka bertiga kemari?

"Ya kan, Medew?" Calum merangkul pundak Greta, kulihat Greta yang berhenti terisak dan juga Calum yang memandang wajahnya cerah. Aku sempat cemburu dan Calum sadar dengan hal itu, ia berkata dengan nada sok akrab kalau mungkin saja ia akan merebut Greta dariku. Aku tertawa garing, melepaskan tangan Calum dari pundak Greta lalu kubalas perkataan Calum bahwa ia tak akan begitu karena Greta bukan tipe Calum— Calum menyukai tipe perempuan seksi, sama sepertiku dulu saat Greta belum hadir. Aku juga menyukai perempuan seksi, tapi saat bersama Greta semuanya mengubah pandanganku. Gadis ini— Greta berbeda dari banyak gadis yang telah kukencani.

"Ayolah, Luke. Kukira seleraku sudah berubah." Aku menaikan alisku, kupahami betul bahwa ucapan Calum tadi serius— mengingat bahwa tak pernah kulihat Calum mau berkata seperti itu, maksudku Greta adalah gadis yang biasa, sangat benar-benar biasa. Aku memandang Greta, meminta penjelasan bahwa mungkin saja ada hal yang tak kuketahui telah terjadi pada mereka berdua. Berpikir bahwa aku benar, Greta memalingkan wajahnya dan Calum tersenyum menang.

"Hey, apakah kalian sedang memperebutkan seorang Greta Medew?" Ini bukan pencairan suasana, tapi Michael berusaha meredam amarahku karena Calum. Jelas terpancar bahwa aku sedang dalam emosi yang kupendam, Michael tau aku tak mudah marah— dia tau kalau aku jika aku benar-benar marah, aku mungkin akan menghajar Calum sampai ia juga masuk ke rumah sakit ini. Rasanya bersahabat dengan Calum memang benar-benar pilihan, dia orang yang asyik jika diajak nongkrong tapi juga rival terberatku, apalagi saat ini dia terang-terangan tentang ingin merebut Greta.

"Baiklah, Luke. Sejenak mengingatkan saja, hari sabtu Greta ada janji denganku." Menimang lagi omongan Calum, kualihkan pandanganku pada Greta yang juga terkejut. Aku memandang gadis ini penuh pertanyaan, tapi dengan airmata yang masih membekas ia malah bungkam— menunduk ketakutan. Demi Tuhan, aku tak rela dan kukatakan itu secara tegas.

"Hanya untuk membantuku mengerjakan tugas, ya kan Greta?"

"Y-ya, Luke." Aku membuang napas kasar, kugaruk rambutku gusar dan menatap mereka pelan-pelan. Dan kuputuskan menarik Greta menjauh, ke kamar rawatku. Aku tak sekalipun menengok ke belakang, tapi kudengar Greta memintaku berhenti, ia tak enak dengan Calum dan teman-temanku yang lainnya.

Aku menutup pintu, menarik Greta lagi untuk duduk di ranjang bersamaku, "Aku tidak tau apa yang terjadi, tapi aku benar-benar mulai menyukaimu, Greta! Kau lihat kan tadi aku bagaimana? Oh tidak, maksudku aku hanya sedikit kesal. Kau tau? Calum suka berhubungan seks dengan wanita di bar dan aku tidak— begini.. ah bukan, ya pokoknya aku minta kau menolak ajakannya— aku bukan cemburu, ya bukan! Hanya, kau kan sedang hamil jadi harus hati-hati. Calum sangat berbaha—"

Tanpa kusadari, aku telah membuat diriku malu. Aku telah gila karena mengucapkan tentang hal yang baru saja kukatakan, aku tak mengingatnya bahkan saat Greta menatapku geli sambil tersenyum seolah sedang mendengarkan balita ingusan yang baru saja bercerita tentang imajinasinya mengalahkan alien.

"Kau mengejekku," aku merajuk, tapi dia malah tertawa. Kukatakan padanya bahwa tak ada yang lucu tapi dia tak mendengarkan dan terus saja tertawa. Aku benar-benar memalukan.

"Kau cemburu?"

"Tidak!" Sungguh, aku terlihat kekanak-kanakan sekali.

"Hm baiklah.. boleh tidak kalau aku bergandengan dengan Calum hari sabtu besok?" Dia mencoba mengomporiku dan itu berhasil, aku cepat mencegat omongan selanjutnya yang akan ia keluarkan— maksudku, aku sudah mendunga kalau Greta pasti akan mengatakan hal-hal yang akan lebih membuatku cemburu, seperti... "Bagaimana kalau tiba-tiba Calum menciumku?"

"Baiklah, baik. Akan kubuat bibirmu bengkak sebelum pria itu menciummu." Kubuat sunggingan senyum nakal, kubelai helaian rambutnya yang agak ikal dari puncak kepalanya sampai ujung. Greta terkikik, dia menggodaku dengan berkata bahwa kalau ia mungkin akan merasa senang dengan sesi selain ciuman.

Aku menariknya lebih dekat, beringsut ke ujung ranjang dan menempatkannya di pangkuanku. Kutatap matanya lekat-lekat, kuteliti setiap inci wajahnya yang kini memerah dan pelangi menyambut perasaanku. Aku tersenyum tulus, mengecup bibirnya singkat tapi aku merasa tak puas— benar-benar menginginkan lebih. Greta sangat menggairahkan sekarang.

Ia tau aku mulai kehilangan akal, aku terus mencium bibirnya berulang-ulang. Terus sampai ia menjatuhkan tangannya ke pundakku untuk ciuman yang lebih lama. Ini tak akan berakhir, aku tak tau caranya berhenti sekarang. Ini membuatku ketagihan— membuatku ingin terus memangutnya seperti orang kelaparan.

Kreettt

Greta mendorong dadaku, aku sadar ada orang di balik pintu sedang mematung. Kakinya enggan melangkah lebih jauh lagi, gadis itu— Charlotte mematung melihatku bersama Greta. Kulirik Greta yang menunduk, ia menggigiti bibirnya lalu melihatku seperti memohon untuk mengusir Charlotte, ia kelihatan tak nyaman dengan situasi ini.

"Char?" Greta menjauh dari pangkuanku, aku menenangkannya sebelum kuhampiri Charlotte yang berdiri di ambang pintu. Ia sangat kusut, seperti orang yang tidak tidur berhari-hari atau bahkan seperti orang yang baru saja keluar dari lingkungan kumuh, "Ada apa?"

"Aku kira kau bergurau saat kau katakan sudah tak lagi mencintaiku.

Fuck! Aku benci ini, suara Charlotte terdengar bergetar dan aku tau dia akan segera menangis seperti waktu kami bertengar di belakang sekolah. Seolah membayangkan aku di posisinya, emosiku terbawa— aku tau perasaannya tapi gagal mengerti. Charlotte menjauh, melihatku dengan pandangan bahwa ia tak percaya. Lalu ia memandang Greta yang berdiri jauh di pinggir ranjang, tatapannya berbeda— Charlotte seperti mengintrogasi tersangka pencurian, dan kulihat Greta tambah menundukan kepalanya.

"Wait...."  Charlotte maju mendekati Greta, "Kau yang waktu itu memukul kepalaku dengan sepatumu, kan? Saat aku bersama Luke." Sekarang Charlotte melihatku, sedangkan aku masih seperti orang bodoh yang tak mengerti apapun.

"Luke," dia mendekat, kemudian menunjuk-nunjuk Greta sambil berteriak, "Dia memukulku dari belakang sampai aku berdarah dan pingsan! Kau ingat? Saat kita sedang di hotel!" Aku butuh waktu, kumundurkan memoriku ke belakang saat semuanya terjadi. Sesekali kulirik Greta yang matanya memerah, ia masih mematung diam.

"For god sake! Girl, admit it!"

Saat mendengar bentakan Charlotte, ingatanku terkumpul tapi mendadak kepalaku pening. Aku ingat saat aku berciuman dengan Charlotte dan berniat menghabiskan malam bersama— waktu itu aku mabuk tapi sepintas dapat kuingat Greta berdiri memukul kepala Charlotte. Hatiku mencelos, ini mustahil.

"You were lying, Greta?"

Dia bergerak maju, ingin meraihku tapi kuperingatkan padanya untuk diam di tempat. Aku marah, tentu saja! Maksudku, Greta membuat cerita bohong dengan tak mengatakan ia memukul kepala Charlotte, itu tindakan kriminal bukan? Baiklah, otakku merangkak pada hal yang lebih jauh lagi. Aku tak sanggup bahkan untuk memikirkannya, akan kubulatkan semua pemikiranku bahwa mungkin saja Greta tidak hamil. Aku berharap bahwa pikiranku salah, aku benar-benar tidak waras sekarang.

"Luke..." kali ini aku benci melihat Greta menangis.

.

.

.

.

.

WAH GIMANA?????  LEAVE VOMMENTS YA KALAU SUKA.

Fucking Mine (Luke Hemmings)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang