"Kakinya pendek."
"Tubuhnya tidak proposional."
"Mukanya juga."
"Ew, tidak pantas."
"Kok Luke mau ya? Calum juga sedang dekat dengannya."
"Mungkin dia menjual tubuhnya atau apalah. Aku tidak mengerti.
"Aku lebih cantik. Seribu kali lipat lebih cantik."
Gwen merangkul pundakku, sedangkan Kristen di satu sisiku yang lain menarik napas panjang-panjang— mengatakan hal yang menenangkan sekaligus kontroversial karena ia begitu yakin bahwa murid-murid perempuan tadi hanya iri. Mungkin Kristen benar, tapi ucapan murid-murid perempuan tadi tak kalah benarnya, aku hanya perempuan bertubuh seratus lima puluh lima senti meter, tidak memiliki wajah cantik seperti murid perempuan di sini kebanyakan— Kristen memiliki postur tinggi yang sama, hanya saja harus kuakui ia gadis yang manis dan percaya diri. Sedangkan Gwen tingginya hampir seratus delapan puluh sentimeter, aku dan Kristen kalah jauh darinya.
"Ada Calum, tuh." Aku tadinya tak tau, Kristen tiba-tiba saja menepuk bahuku dan menujuk Calum yang sedang mengobrol bersama teman-temannya. Kulihat Calum juga melihat ke sini— aku canggung. Jelas saja, aku menggantungkan dirinya dan habis sepulang sekolah nanti aku ada janji dengan Luke. Aku sama sekali tidak mau Calum tau.
"Greta?" Dia menyapaku, lalu berlari ke arahku dan meninggalkan teman-temannya. Dari jarak yang tidak begitu jauh, entah mengapa aku takut akan jarak jika ia mendekat. Beberapa kalipun hentakan kaki Calum untuk menggapaiku, itu mampu membuatku takut— seharusnya Calum jangan mengatakan hal-hal yang terlalu cepat seperti di tempat perbelanjaan itu. Aku merasa bingung, merasa berada di tengah-tengah gunung yang akan terhimpit jika tak menjawab sesuatu yang benar.
Di sampingku, Gwen dan Kristen asik terkikik. Mereka mungkin mengira: tak ada Luke, Calum pun jadi. Meski kelihatannya seperti itu, biar kujelaskan secara sangat-sangat jelas bahwa aku masih menyukai Luke dan tambahannya adalah aku akan mencoba menyukai Calum karena hanya Calum yang berani masuk ke zona kesendirianku di kala semua orang memilih keluar dan meninggalkanku. Dia sudah berdiri di hadapanku, ia tinggi dan membuatku harus mendongak untuk melihat wajahnya yang ngos-ngosan.
"Bagaimana?"
Aku menukikan kedua alisku, "Ba-bagai-bagaimana a-apanya?" Calum diam, menggaruk tengkuknya lalu mengatakan sesuatu yang membuatku diam serta mati rasa. Aku melihat sekelilingku— Gwen dan Kristen menganga, gadis-gadis di sekitar kami melotot menatapku seakan ingin menculikku lalu memutilasi tubuhku. Kau tau, Calum bilang apakah aku sudah mau menjadi pacarnya.
Di saat yang tidak tepat, kulihat dari ujung lorong Luke melangkah kemari. Aku mundur menjauhi Calum. Calum kadang suka tidak peka, ia bertanya padaku keras-keras sekali lagi lalu menarik tubuhku mendekat. Mataku bergerak-gerak, mencoba mencari cara agar bisa meredam Calum yang membara seperti ini— sebelum Luke benar benar mendekat.
Tapi ia sudah mendekat. Satu langkah lagi. Ia melewati kami. Ia berjalan dengan congkak melewatiku. Emosiku berada dalam zona zonk saat kusadari aku tak lagi berpikir tentang Calum di sini. Aku berdiri tidak seimbang, punggung Luke terus menjauh dan aku tak berani mentapnya. Benarkah bahwa aku akan mencoba melupakan Luke kalau ia terus berada di sekelilingku? Bisakah Calum membuatku menyukainya? Entah mengapa, semuanya terasa begitu menyedihkan. Aku tak sekalipun bisa bersuara, tentang aku yang masih menyukai Luke— semuanya sudah terlanjur ingin kututup rapat-rapat, tapi tercegah kembali, celahnya malah semakin lebar.
"Tidak apa-apa." Calum merangkulku. Sedikit memaksa karena aku hampir terjembab, "Percayakan saja pada Calum Hood, kau akan mabuk kepayang padaku besok."
"Calum romantis." Kristen bersuara, ia sungguh sangat dramatis.
Dan juga para gadis-gadis itu, mereka terus saja berbisik mengenai aku-Luke-Calum. Aku bisa membayangkan kalau sedetik saja aku berjalan sendirian melewati mereka.
-:-
Seruputan terakhir terdengar, Luke membuang tempat kopi Starbucks nya di tong sampah. Aku melihat punggungnya dari jarak satu meter, semua tentang Luke itu indah menurutku. Punggung lebarnya seolah memberiku harapan untuk kusandarkan, seolah memintaku untuk ke sisinya— menempatkan kepalaku di sana dan membuatku nyaman sampai tertidur. Nyatanya, sampai saat ini aku masih menggilai Luke. Rasanya tak apa jika hanya mendengar satu kalimat dari mulutnya, berbeda dengan Calum yang berada di satu sisi lainnya— perasaanku belum bisa berpaling.
"Anginnya agak kencang."
Aku menutupi wajahku dari debu yang berterbangan, angin sore hari ini memang sedikit kencang. Di depanku Luke terkikik, ia sempat berbalik dan berjalan ke arahku. Untuk ke seribu kalinya, aku terpesona. Wajah Luke yang tersenyum begini tak bisa luput dengan hanya tertidur lalu bangun lagi bahkan sampai kau melakukannya bertahun-tahun terus menerus. Tangannya mulai bergerak membelai rambutku— ia membersihkan rerumputan yang menempel di sana, sadar bahwa ini area yang harus kuhindari, aku melangkah mundur satu langkah. Berlagak kikuk.
"Akhiri suasana seperti ini."
"Apa?" Aku mengerti, hanya saja aku terlanjur mendaratkan keputusan untuk keluar dari dunia Luke. Barisan-barisan yang tadinya kutempati di depan, berangsur melangkah mundur dan mungkin saja aku bisa menepi— menepi di mana Calum berdiri, kuharap ia tidak lelah menunggu.
"Aku tidak sanggup, bercengkrama dengan gadis-gadis seksi itu tidak sama saat aku bersamamu!" Langkahnya kian dekat, aku tak berani mundur karena Luke baru saja membuatku terpuji. Aku kaget saat tangannya meraih daguku dan tubuhnya mendadak condong ke arahku, seketika bibirnya menempel. Rasa hangat bibir Luke membuatku tak bisa berkutik.
Bisakah seseorang menolongku? Keintiman seperti ini— di antara aku, Luke dan Calum adalah salah. Selalu saja ada perasaan tak enak, entah saat aku bersama Calum lalu yang kupikirkan malah Luke, atau saat aku bersama Luke tapi aku merasa bersalah pada Calum. Perasaan seperti ini seharusnya tak pernah ada!
Gerakan Luke lamban melepas ciumannya, aku termenung sesaat lalu bersikap aneh dengan mengatakan bahwa Luke tak bisa seenaknya seperti ini. Luke menjawab bahwa ia akan terus seperti ini, tidak peduli apapun yang terjadi, kebenciannya adalah rasa cinta yang tak tersebutkan oleh kata-kata.
"Kita pacaran lagi."
"..........."
"Jangan menolak."
.
.
.
.
.
KAYAKNYA BANYAK YANG SHIP CALUM-GRETA YA? BTW MAAF UPDATE TERUS, JOBLESS SOALNYA HAHA
VOMMENTS:))))))))
KAMU SEDANG MEMBACA
Fucking Mine (Luke Hemmings)
FanfictionGadis nekat bernama Greta yang berani membuat kebohongan besar untuk mendapatkan seorang Luke Hemmings. "You cummed inside, Luke." Greta hamil? Copyright © 2015 by NamLayli