Chapter 14

534 60 3
                                    

Greta Medew

Kebenciannya begitu saja bisa membuat hatiku sakit. Tubuhku bergetar ketakutan mendengar umpatan Luke yang tertuju padaku dan akhirnya aku hancur dalam tangis yang tak ia pedulikan. Aku butuh sandaran, kupingku pengang dengan teriakan Luke yang menyuruhku menjelaskan semua, aku tidak mau— aku tidak suka menjelaskannya ketika Luke seperti ini, dia seperti orang lain.

"Man, stop yelling at her like that." Kulihat Calum berjalan ke arahku, tapi itu membuatku semakin terisak. Betapa dungunya diriku yang tak sanggup membela diriku sendiri di depan Luke dan Charlotte, tapi meski begitu Calum datang membantuku, ia tau aku tak akan sanggup melawan apapun jika bersangkutan dengan Luke, Calum tau semuanya dan hanya ia yang mengerti. Biar kurelakan air mataku terbuang dan terus menangis begini, aku bahkan menginginkan Luke melihatku yang rapuh, aku ingin ia minta maaf karena membentakku seperti tadi tapi saat ku ingat-ingat bahwa akulah yang bersalah— khayalanku yang menginginkan Luke meminta maaf sirna berganti dengan aku yang mungkin akan kehilangan dirinya.

"Diamlah, Cal. Aku minta Greta menjelaskannya, bukan kau."

"Kau harus pulang, tak ada gunanya meladeni orang yang hilang akal sepertinya." Tanpa kusadari Calum mendekat dan menggapai tanganku, ia menyeretku tanpa menoleh dan membiarkan Luke menendang dinding. Di lorong rumah sakit- ketika Calum menggandengku berjalan dengan cepat, aku terus terisak, kukatakan padanya untuk pergi dan tak usah berlagak seperti ini tapi ia menolak dan membentakku dengan suara pelan— penuh pengertian dan bukan seperti Luke. Calum mengatakan bahwa aku pasti butuh seseorang, aku perlu menangis di pundaknya, aku perlu didengarkan, dan kuakui itu dengan tangisan.

Tubuhku bergetar, lututku bergoyang lemas dan aku ambruk terduduk di sebuah kursi tunggu. Aku menunduk, menutupi wajahku dan menangis kencang lalu kurasakan Calum mendekat— ia tak duduk di sampingku, tapi berjongkok di depanku. Tangannya menghentikanku untuk menutupi wajahku, ia meletakan tanganku perlahan di pangkuanku lalu kutatap ia dengan tatapan malu— ia melihatku menangis dan itu memalukan.

"Tenanglah," aku masih terseguk, tapi ia mampu membuatku menjadi lebih baik. Calum berkata bahwa ia menyukaiku dan akan terus membiarkanku berada di hadapannya ketika aku sedih, katanya supaya ia bisa menghiburku. Dalam suaranya yang tenang dapat kurasakan sedikit getaran, ia mengakui sesuatu bahwa ia akan selalu menyukai apa yang Luke suka dan itu aku, seorang gadis pendek yang tak diinginkan siapapun. Desiran angin membawaku hanyut, kupandangi mata Calum yang sejuk lalu denyutan di kepalaku mulai berkurang. Kukatakan bahwa aku menginginkan seseorang sepertinya, bahwa aku berharap Luke bisa sepertinya, atau mungkin andai aku jatuh cinta duluan pada Calum dan bukan Luke, kukatakan lagi untuk jangan berhenti— jangan berhenti untuk berada di hadapanku di kala aku butuh.

"Aku tak menyangka ini, tapi sekarang aku tergila-gila oleh Greta Medew." Dia jelas menyembunyikan perasaannya, Calum mungkin sedih karena aku masih menyukai Luke, tapi kumengerti dia sebagai orang yang bijak dan tak perlu dikasihani. Aku memukul dadanya pelan lalu ia merajuk marah tapi dengan cara yang paling manis, kami berdua lantas tertawa. Aku tertawa karena Calum, kali ini bebanku terasa ringan karena Calum, meskipun belum sepenuhnya hilang harus kubagi bahwa aku bahagia, aku tertawa bersamanya sekarang.

Meskipun bagian-bagian yang belum sempat kurekatkan satu sama lain untuk menjadi kebahagian yang sempurna, tapi cukup hanya dengan Calum aku merasa dibawanya melayang, ke kebahagiaan yang ia ciptakan sendiri untukku.

Thanks, Cal.

-:-

Luke Hemmings

Kumain-mainkan bolpoin di sela-sela jariku, kuputar dan kulempar sesekali sembari mencoba menghilangkan Greta dari pikiranku. Faktanya gadis itu tak sekalipun keluar dari pikiranku. Dari arah lain kudengar bunyi seretan tas yang ditarik. Aku membalikan tubuhku dan kulihat Ashton menarik tas berisi bola-bola yang akan dikembalikan ke sekolah, aku berniat membantu dengan berdiri dari sofa tapi Ashton menyuruhku duduk kembali— ia tau aku masih belum sembuh benar dan kupaksakan untuk keluar dari rumah sakit.

Ashton mengelap dahinya yang berkeringat lalu duduk di sofa bersamaku dan mulai berceloteh tentang kegiatan sepak bola selama aku sakit. Lalu Nyonya Irwin datang menemui kami, ia membawa sepiring muffin dan dua gelas jus berwarna hijau- aku tak yakin itu apa tapi Ibunya Ashton pasti memberi sedikit resep kepada minuman itu untuk orang yang sakit sepertiku.

"Terimakasih," ku ambil satu muffin dan memakannya, Ibu Ashton tak lekas pergi tapi ia ikut nimbrung dengan kami. Beberapa menit berlalu dan obrolan kami beralih pada Ibunya Ashton yang menginginkan bayi lagi, Ashton bercerita dengan gaya yang lucu tentang bagaimana Ibunya tergila-gila pada bayi perempuan, lantas guyonan itu berhasil menghiburku dan ingatanku tanpa sadar beganti arah memikirkan Greta— dia hamil dan itu anakku.

"Dan kau tau kawan, Dokter yang menangani program kehamilan Ibuku itu sepupunya Greta dan—"

"Ashton naksir dengan Dokter itu," Ibu Ashton menggelengkan kepalanya, terlihat kalau ia tak habis pikir dengan anaknya yang menyukai Dokter yang hampir berkepala empat. Lalu Ibu Ashton mengembangkan pembicaran tentang Dokter itu dengan mengatakan bahwa ia miris dengan kehidupan Dokter itu, ia menceritakan bagaimana sepupu Greta; Leah harus menjaga Greta dan saudara kembarnya— terlebih Ayahnya sedang sakit. Aku menghela napas, merasa tersinggung karena aku baru saja menyakiti gadis malang itu. Dia pacarku, tak seharusnya aku memakinya begitu— apalagi di depan Charlotte dan selebihnya aku tak sanggup membayangkan perasaan Greta bagaimana, mungkin ia terlalu sakit.

"Sepupunya itu satu kelas dengan kalian semua?" Kami berdua mengangguk dan ia kembali melanjutkan omongannya tanpa ada jeda, "Dokter Leah menceritakan kalau sepupu perempuannya punya penyakit ginjal, ia terus berkata padaku bahwa ia ingin membantu agar sepupunya itu punya masa depan— kudengar juga bahwa perempuan yang punya penyakit ginjal tidak bisa hamil—..........."

"............."

"Benarkah? Kau harus segera mencari perempuan lain, Luke! Greta tidak akan memberimu keturunan!"

".........."

"Eh? Luke memangnya berpacaran dengan gadis itu?"

Kudengar semuanya dalam pikiran suram. Telingaku berdengung dan kuabaikan percakapan Ibu dan anak itu saat kurasakan ada sesuatu yang akan meledak. Aku melamun dalam pikiranku yang sibuk meneliti semua perkataan Nyonya Irwin; Greta punya masalah dengan ginjalnya dan tidak bisa hamil, lalu realita yang kualami sekarang adalah aku bersama orang yang mengaku hamil karena diriku dan menganggap itu semua adalah benar. Astaga, aku bahkan tak bisa berpikir jernih.

Kutenangkan pikiranku dan kukatakan pada Ashton dan juga Ibunya bahwa aku mendadak merasa tidak sehat lagi. Langkah kakiku perlahan meninggalkan rumah Ashton, aku berjalan bersama kenyataan pahit yang kubawa di pundakku. Tidak seberat waktu aku harus merelakan Charlotte, hanya saja ini memusingkan kepalaku. Andai aku seorang wanita pasti aku sudah menangis meraung-raung tapi yang kulakukan hanyalah tetap mengasihani diriku yang begitu bodoh. Selama ini, selama aku berada di sisinya, dia menganggapku apa? Bagaimana bisa ia berbohong padaku? Menipuku dengan segala macam cerita omong kosongnya, apa yang dia inginkan? Mengapa ia tega? Padahal aku sendiri telah menyukainya, kuanggap ia telah menenggelamkanku pada dunia mirisnya dan aku tak bisa kembali ke daratan karena terjebak dan terikat- terikat oleh kebohongan.

Aku tak tahan lagi, aku tak sanggup untuk bertahan pada kenyataan ini. Dan di pertengahan jalan pulang aku merasa mataku perih, aku hilang kontrol dan berteriak seperti orang gila. Aku membencinya dengan sepenuh hatiku sekarang.

.

.

.

.

.

Duh abang Luke jangan gitu kek:( btw abang Calum romantis ya?

Kalau udah baca harus vomments ya dan buat yang udah vomments makasih banyak:))

Note: lebih asik bacanya pas malem-malem ditemenin guling plus selimut.

Fucking Mine (Luke Hemmings)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang