Aku mengambil napas panjang-panjang, kujauhkan Calum yang tetap memaksa dekat— dia punya kekuatan hingga seberapa kuat apapun aku mendorongnya, pada akhirnya aku akan jatuh lagi ke pelukannya. Kali ini aku hanya diam sambil meneteskan airmata. Calum tak bersuara, kukira ia butuh waktu untuk menenangkan dirinya di pelukanku jadi hingga beberapa menit aku membiarkan lelaki ini. Energinya seolah terasa di tubuhku, Calum tak pandai bersembunyi untuk membawa kesedihannya masuk kembali, ia hanya perlu begini untuk beberapa menit— jadi terus kubiarkan sampai ia tenang. Sampai Calum bisa melepasku.
"Kau tampan dan juga keren. Siapapun itu, pasti akan bisa jatuh cinta pada—" kurasakan pelukannya makin erat, aku tercekat dan tak bisa melanjutkan kata-kataku lagi. Ini lebih dari perasaan sedih, Calum mungkin kesepian tapi ia punya banyak teman, atau mungkin juga semacam kekosongan hati?
"Aku rela meluangkan waktu untukmu, rela tidak pergi ke klub malam lagi agar aku terlihat baik di matamu. Biarkan aku menggantikan Luke, dia hanya akan menyakitimu." Celotehan jujur Calum menghentikan segala jalur pikiranku, seperti jalanan yang dipenuhi mobil dan mendadak terjadi kemacetan, pikiranku sama sekali tidak jalan. Aku makin bimbang. Kalau diteruskan, ini hanya akan menyakiti Calum karena meski telah berulang kali mencoba menyukainya aku masih belum bisa— mungkin ada sedikit rasa suka tapi tidak sama seperti perasaanku pada Luke.
Di lorong sekolah yang sunyi, meski hanya ada suaraku yang menahan segukan dan Calum yang terus memohon— susananya seolah belum terendus manusia, tempat ini entah mengapa seolah diperuntukan hanya untukku dan Calum, walaupun kudengar hentakan pelan sepasang sepatu berjalan mendekat tapi aku hanya peduli pada Calum yang seperti ini— dia mengambil semua fokusku.
Tanganku yang menggantung tiba-tiba saja terseret ke belakang. Saat aku terkejut karena seseorang menarikku dan berusaha menoleh siapa orangnya, suaranya terlebih dulu menghentikan rasa penasaranku. Orang ini membawaku terlepas dari pelukan Calum— Luke dengan wajah datar menggenggam lenganku erat.
"Dia sudah memilihku, berhenti mencoba merebutnya." Walaupun tak ada nada mengancam, aku merasa ini terlalu kejam tapi sekali lagi aku tak dapat berbuat apa-apa— hanya menyaksikan dua pria ini berhadapan dengan raut wajah berbeda. Luke yang memasang wajah datar, menggenggam tanganku erat dan Calum yang entah seperti apa wajahnya, terlihat seperti seseorang yang berbeda saat ia mengatakan untuk membiarkannya di sekitarku, kali ini Calum nampak mengangkat dagunya kembali lalu memandangku yang pada saat itu juga membuang mukaku ke arah lain.
"Kau hanya bisa menyakitinya, biarkan ia bersandar padaku." Aku makin menunduk mendengar perkataan Calum, Luke tidak tinggal diam. Ia agak sedikit marah tapi dengan kontrol emosinya yang baik, Luke berkata akan terus menghindari untuk menyakitiku dan jika ia terlanjur menyakitiku Luke akan terus meminta maaf hingga aku memaafkannya. Selanjutnya Luke menggenggam tanganku lebih erat, menyeretku lamban dan mencegahku untuk melihat Calum— atau mungkin malah aku yang tidak berani menoleh tempat di mana Calum berdiri. Biarpun merasa aman karena Luke yang menarikku menjauh dari Calum, tapi tetap saja ini terlalu kejam untuk Calum.
"Sebenarnya apa yang membuatmu ingin berada di sisiku? Aku tidak cantik, tidak memiliki kemampuan apapun, aku penyakitan dan—" perkataanku terpotong karena Luke mendadak berhenti. Sejujurnya aku masih belum tega dengan Calum, dengan bagaimana aku dan Luke meninggalkannya begitu saja tanpa tau perasaannya sekarang bagaimana— dari dulu sampai sekarang aku tak pernah tega menyakiti perasaan siapapun dan itulah sebabnya aku mudah dipermainkan. Tapi aku percaya pada Luke juga Calum. Mereka tulus padaku.
Luke melepas tanganku, ia berbalik menatapku dan bertanya apakah aku pernah bertanya hal yang sama pada Calum tentang mengapa ia tertarik padaku. Aku menggeleng, tapi kukatakan lagi pada Luke bahwa Maya dan kelompoknya pernah bertanya seperti itu pada Calum dan Calum menjawab bahwa aku berbeda. Kata-kata itu mengingatkanku lagi pada Calum, meski bagaimanapun ia pernah menjagaku agar tak tersakiti— ia pernah mendayung di perahu yang sama hingga membuatku sampai di daratan, daratan di mana Luke berada dan sekonyong-konyong berlari meninggalkan Calum. Aku ini, semacam orang yang tak tau diri ya?
"Kau berbeda, kau tetap menjadi dirimu sendiri." Luke menowel hidungku, aku diam tak bergerak. "Aku mencintaimu karena itu." Daguku terangkat, kulihat wajahnya yang tersenyum dengan hangat lalu tanpa sadar aku tersenyum— masih canggung karena sepertiga perasaanku masih terkirim pada Calum tapi harus kuakui hanya Luke yang dapat membuatku merona.
"Untuk beach day kau pakai bikini apa?"
"Eh? Aku tidak mau datang."
"Ayolah, waktu berhubungan seks denganmu aku tak ingat bentuk tubuhmu seperti apa, Greta." Luke menggodaku, aku memicingkan sebelah mataku lalu mengatai Luke mesum dan berjalan cepat mendahuluinya.
Dia berhasil merangkul pundakku, mengapit leherku di sela lengannya lalu berkata hal-hal mesum lainnya sampai aku berusaha menutupi telingaku dengan kesepuluh jari-jariku. "After beach day, you should show me the wholeeee of your body."
"Just stop, Perv!"
Luke kemudian tertawa.
-:-
Aku berjalan di tengah pasir pantai menggunakan sundress, di sebelahku muncul Gwen dengan bikini motif floralnya yang super seksi. Ia terlihat bak super model dan itu membuatku iri.
"Kenapa sih tidak mau pakai bikini?" Gwen menyeruput mocktail nya, sesekali setiap kami melintas murid pria terdengar bersiul— bukan padaku, tentu saja. Sudah jelas siulan itu untuk Gwen yang memang terlihat sangat hot. Sedangkan aku di sampingnya memakai gaun musim panas di saat semua murid perempuan memakai bikini.
"Hubunganmu dengan Luke dan Calum bagaimana?" Aku menggeleng, lalu menoleh Gwen dan berkata bahwa mungkin hubunganku dengan Calum sudah berakhir dan kini sepenuhnya aku bersama Luke. Gwen mengangkat alisnya, "Sayang sekali, padahal Calum pria yang sangat romantis dan kulihat dia tulus padamu. God, kau benar-benar beruntung bisa disukai olehnya."
Aku menunduk, hanya bisa mendengar kata-kata Gwen yang meluncur tanpa henti tetang betapa baiknya Calum. Ia juga bilang pasti orang seperti Calum akan terus menunggu, berbeda dengan Luke yang waktu itu sempat mengencani Maya saat ada masalah denganku. Gwen seratus persen benar, tapi mengingat aku yang tersiksa jika Luke menjauh, meski bersama Calum sekalipun itu tidak membuatku bahagia— walau sedikit mengurangi bebanku.
Dan kulihat di tempat yang tak jauh dari sini, Calum asik bermain voli pantai. Aku terdiam sedangkan Gwen terus berjalan meninggalkanku. Perasaanku kambali terasa aneh saat jaring-jaring net voli memberiku celah dan semakin terhanyut untuk melihatnya. Aku mungkin bertanya-tanya, apakah ia sakit hati? Apa ia membenciku? Atau apa ia akan berusaha melepasku?
Dan di saat aku sedang di dalam pikiranku, mata kami bertemu. Calum yang hanya dengan boxer nya terlihat manis dengan rambut yang berantakan tertiup angin. Ini tak lama karena Calum kembali ke kedunianya dan melanjutkan permainannya bersama teman-temannya. Pada akhirnya aku merasa kikuk sendiri, merasa bingung dengan apa yang kurasakan.
Mungkin, momen-momen bersama Calum masih merekat erat di otakku. Ini akan terlewati, aku pasti bisa merelakan Calum pergi karena akulah yang memintanya. Tapi ketakutanku muncul tentang bagaimana jika aku malah mengharapkannya kembali dan ia menolak. Ini membuatku bingung, aku tak boleh egois!
.
.
.
.
.
.
Bisa gak mas Calum jadi pacar aku aja?
By the way, maaf ya kalo ada typo atau sesuatu yang kurang berkenan. Udah baca harus vomments! :)) thank you.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fucking Mine (Luke Hemmings)
FanfictionGadis nekat bernama Greta yang berani membuat kebohongan besar untuk mendapatkan seorang Luke Hemmings. "You cummed inside, Luke." Greta hamil? Copyright © 2015 by NamLayli