Epilog // Greta - Luke

772 51 6
                                    

Sabtu pagi ini aku sudah berada di rumah sakit. Sehabis pulang dari pantai aku pingsan dan langsung dibawa ke Rumah Sakit, padahal malam ini akan ada Prom tapi sepertinya aku tidak akan datang— mengingat selang infus masih menggantung di tanganku. Ini menyebalkan saat sudah ku bayangkan momen-momen indah bersama Luke nanti malam— tentang bagaimana kita berdansa sambil berciuman, tentang Luke yang berbisik kalau ia mencintaiku dan menginginkan diriku, juga aku yang berharap membuat para gadis-gadis itu cemburu karena aku mengencani Luke- pria terpanas di sekolah.

Aku merapikan bantal yang jadi sandaran kepalaku, entah mengapa terasa sangat keras dan sedikit bau. Lantas kutepuk-tepuk sampai menimbulkan bunyi, saat aku malah semakin benci dengan bantal ini, tiba-tiba pintu kamarku terbuka— hanya lima sentimeter, muat untuk satu tangan masuk sambil menggenggam setangkai pink rose dan menggoyang-goyangkannya.

Eh, tunggu. Satu tangan memang berada di sana sambil menggenggam mawar merah muda. Aku penasaran, kuteriakan untuk masuk bagi siapa saja yang berada di luar dan orang itu merespon. Ia membuka pintu dan saat kusadari pria itu berambut pirang dengan jambul yang khas, aku tersenyum.

"Hi, baby girl." Dia menyunggingkan senyum— masih berdiri di depan pintu yang sedikit terbuka, aku menjulurkan tanganku menyuruh Luke mendekat. Ia berjalan tapi pintu kembali terbuka, tiga pasang kaki dengan sneakers mereka masuk dan berjalan di belakang Luke. Aku agak bingung juga sedikit terkejut, mereka; Calum, Ashton dan Michael datang menjengukku? Kalau Calum mungkin masih masuk akal tapi kalau Ashton dan Michael? Untuk apa mereka kemari?

"Mereka ingin menemaniku, Greta." Luke sudah berada di samping ranjangku, ia mencium pucuk kepalaku sebelum memberikan bunga mawar berwarna merah muda. Merah muda- warna kesukaanku, Luke tau dari mana? Kulihat para pria hot ini, mulai dari Luke sampai Calum yang berada di deret paling akhir. Oh Calum, tentu saja. Luke pasti tau dari Calum. Entah apa yang kupikirkan, tapi aku agak canggung melihat Luke dan Calum bersama— tapi tidak apa-apa, mungkin proses pembiasaan.

"Kau datang ke prom, Medew?" Michael mengambil kursi dan duduk agak jauh dari tempatku. Aku menggeleng, berkata dengan pelan bahwa mana mungkin orang sakit akan datang. Tapi omonganku cepat dipotong oleh Luke yang mengatakan bahwa ia sudah meminta ijin pada Leah untuk membawaku ke prom. Aku tak percaya tapi Luke meyakinkanku.

"Kami sudah mempersiapkan semuanya." Kali ini Calum mendekat, menyentuh pinggir ranjangku dan menatapku lembut. Kukira kebersamaan mereka hanya sebuah keformalan antara sahabat saja, tapi kalau dilihat semakin dalam mereka berempat seperti permen karet besar yang direkatkan lebar-lebar tapi tidak berlubang.

Tiba-tiba saja Michael berdiri, kemudian menjentikan jempol dan jari tengahnya. Aku mendongak pada Luke seakan meminta jawaban apa yang sedang Michael lakukan, tapi dia malah tersenyum dan berkata lihat apa yang akan terjadi.

"Kejutan!" Ucap Michael girang saat bunyi pintu terbuka terdengar. Ia sama sekali tak melihat siapa yang datang, tapi aku merasa bingung karena seseorang yang baru datang— Leah, sedang berdiri di depan pintu. Jadi ini kejutannya?

"Leah?" Aku bersuara saat Luke, Calum, dan Ashton memelototi Michael. Michael lantas memberi pandangan aneh pada Leah yang bersilang tangan sambil berdiri. Ia tertawa kikuk lalu menghampiriku, mengatakan bahwa bukan Leah kejutannya, mungkin Leah kejutan untuk Ashton. Aku tersenyum dan melihat raut wajah Aston yang memerah.

Beberapa detik kemudian seseorang datang lagi, Leah minggir sedikit dan munculah seorang wanita berkacamata berambut lurus masuk membawa koper besar. Aku makin mengerutkan keningku, tapi Michael malah berteriak bahwa inilah kejutannya.

"Show time, baby."

-:-

Gaun berwarna sianne melekat di tubuhku. Panjangnya hanya beberapa mili di atas lututku, kata Ny. Harris— perempuan tata rias yang dibawa Michael sebagai kejutan. Tatanan rambutku juga sangat bagus malam ini, hanya berupa sanggulan rendah yang sangat rapi. Jika tidak berada di samping mereka berempat, tentu aku tak akan datang ke prom malam ini- rasanya seperti diberi pelukan oleh Ayah dan Ibu saat kutau mereka peduli, terlebih Ashton dan Michael. Ini benar-benar membuatku senang.

"Are you ready, baby girl?" Limosin berhenti di karpet merah, Luke memberiku tangannya untuk kuraih. Aku mengangguk, Luke menggeser tubuhnya merapat ke pintu limosin sebelum membawaku keluar dan Ashton membukakan pintunya. Aku sempat terkejut oleh perlakuan teman-teman seband Luke, tapi di sampingku Luke berbisik bahwa aku berhak mendapatkan perlakuan ini— aku berhak mendapatkan hal-hal baik yang belum pernah kurasakan.

Di karpet merah aku dan Luke berpose, dia memeluk pinggangku erat sambil tersenyum— aku mendapatkan satu kejutan lagi saat hatiku merasa hangat melihat Calum yang berjalan berdampingan dengan Ashton dan Michael— mengantri untuk difoto juga. Mungkin terlihat seperti trio gay tapi mereka menikmati suasananya, mereka hanya pria-pria panas yang single.

"Luke, aku tidak bisa berdansa." Sudah kukatakan itu terus-terusan tapi Luke tetap menggandeng tubuhku— menariku ke dance floor dimana semua murid menggila. Aku tidak percaya diri tapi Luke terus mengatakan bahwa aku cantik dan mendorong tubuhku mendekat berhadapan dengannya. Dalam tindakan lamban, tangan Luke naik di antara punggung dan pinggangku— ia selalu mencoba menghanyutkanku dengan hanya melihat wajahnya yang seolah bagai dunia yang akan segera kutempati.

"Lihat? Tidak susah, kan?" Kaki kami bergerak ke depan, belakang dan samping dengan irama yang pas. Terlebih saat aku menjadi lebih tinggi karena sepatu heels ku, memudahkanku menggapai lehernya yang ingin segera kusandarkan.

Bagiku, diperlakukan seperti ini sudah menjadi kenangan yang tak akan pernah kulupa. Jika saja Luke yang kini di depanku tak pernah bisa kugapai, cerita manis seperti dongeng sebelum tidur ini tak akan pernah kujalani. Memejamkan mata sambil menghirup aroma tubuh Luke pun sudah jadi bagian favoritku saat bersamanya, jadi mana bisa aku jauh darinya. Luke semakin merapat, wajahnya menelusup ke samping leherku, ia memberi rasa hangat yang begitu dekat. Dengan hembusan napas yang pelan ia berkata lagi jika tak akan ada gadis lain sepertiku.

Aku menikmatinya, menjadi sorotan di tengah khalayak ramai sambil berpelukan dengan Luke. Ia duniaku, Luke adalah tempatku berbagi rasa hangat dan rasa sedih. Pria seperti Luke tak akan pernah ku sia-siakan, akan kugenggam terus sampai perjalanan kami selesai— meski hanya romansa cinta remaja delapan belas tahun, aku percaya kita akan seperti ini tanpa melepas satu sama lain. Kisah manisku saat ini, akan kusimpan rapat-rapat dan akan kuceritakan pada Ayahku nanti jika ia sudah sadar.

"Greta?" Di sela-sela bibirnya yang menyentuh kulit leherku, ia besuara memanggil namaku.

"Ya?"

"Sehabis lulus ujian, tinggal bersamaku."

Makin kurapatkan tubuhku padanya, kusunggingkan senyum lebih lebar dan mengangguk. Jika kau punya seseorang yang kau suka, belajar beranilah mengungkapkannya. Seperti aku, Greta Medew yang berani mengambil tindakan ekstrim untuk Luke dapat melihatku. Pilihlah jalan kalian untuk mendapatkan orang yang kalian sukai, jangan menyerah. Karena aku sudah mendapatkan Luke, duniaku sudah lengkap. Aku tidak butuh apa-apa lagi.

.

.

.

.

Nggak tau kenapa aku pengen banget jadi Greta :') epilognya udah selesai dan dengan ini Fucking Mine resmi tamat. Buat yang udah ikutin Fucking Mine makasih banyak yah:)) mudah-mudahan dapet berkah. Keep vomments

Happy ramadhan, mohon maaf kalau ada salah-salah:)

Sincerely
NamLayli

Fucking Mine (Luke Hemmings)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang