Airmataku seolah tau saat mereka akan keluar— aku tertawa, tapi beberapa tetes airmata mengembun di kedua sudut mataku. Aku menunduk, mencerna lagi maksud Luke yang seolah memaksaku untuk kembali. Pertanyaan di otakku saat ini bisa berupa-rupa, misalnya saja: apa ia tak akan bertingkah arogan lagi? Apa Luke benar-benar mencintaiku? Atau, apakah Luke akan meninggalkanku setelahnya?
"Jangan begini, Gret. Maafkan aku," suara Luke enak di dengar— meskipun terdengar parau dan bergetar, bisa kulihat ia juga tersakiti oleh semua ini. Andai aku berada di tempat yang jauh dan tidak usah berjumpa dengan Luke dari awal, aku pasti tak akan terjebak konflik yang pelik begini— kupastikan jika aku berada di Amerika atau Russia, hidupku paling hanya berkutat dengan rumah dan sekolah, tidak ada Luke dan Calum, Gwen juga Kristen, tidak ada perasaan seperti ini lagi, aku mungkin akan merasa bosan— namun juga tak terbebani. Dari awal ini semua salahku, hidupku penuh drama yang tak seharusnya kujalani.
"Karena aku tau, semuanya tak akan mudah seperti waktu itu— jadi, ayo mulai lagi dari awal lagi." Tangannya berada di pundakku, aku mendongak melihat keadaan wajah Luke yang hampir memerah. Angin berdesir kembali, tapi kali ini tak terlalu kencang dan Luke di depanku sekarang— menjadi tembok yang harus selalu kulihat meski di belakangnya banyak pepohonan indah. Dia sungguh-sungguh, tapi aku belum tau, aku masih bingung— Calum masih menunggu di arah yang lain. Tempat Luke berdiri, belum tentu tempat yang akan kutuju nantinya.
Kukatakan pada Luke tentang isi hatiku yang bingung, kuakui juga aku masih menyukainya seperti dulu- tidak ada yang berubah selain ada Calum yang menuntunku untuk menuju tempatnya, Luke terlihat menyerah dan aku kecewa karena hal itu. Bisakah Luke juga ikut menunggu sampai aku tau isi hatiku yang sebenarnya? Tentang siapa yang lebih berarti, karena aku tak akan memilih orang yang terus membuatku terluka.
Luke berkata bahwa ia akan sabar, ia tidak akan memaksa, yang tadi itu hanya ketakutannya saja bahwa aku sudah tak menyukainya lagi— aku mengerti, mengangguk berusaha menenangkan diriku untuk tidak menangis. Di depan Luke, di antara kami berdua di senja sore yang sejuk, bulatan matahari seolah tenggelam ke tanah, memancarkan cahayanya yang lama-kelamaan terus merosot, tapi tetap menujukan temaram sore ke permukaan— membuat bayangan kita berdua terpantul dan seolah diberi lingkaran untuk tak ada yang masuk lagi. Kelihatannya memang romantis, tapi kami berdua tak sedang mengatakan "I love you" secara bergantian, Luke dan aku sedang menunduk menyesali perbuatan kami. Tapi bagaimanapun juga, aku lega karena saat ini perasaan yang kami pendam sudah tersampaikan. Aku mampu berdiri kuat lagi— meski tanpa Calum sekalipun.
Menit berganti menit, aku masih berjalan tapi kali ini di samping Luke. Ia terlihat acuh tak acuh, tapi juga sedikit canggung— sama sepertiku dan entah mengapa jika berjalan berdampingan begini aku ingin meraih tangannya, bergandengan dan menyelipkan jari-jariku di antara jari-jari Luke. Hatiku berdegup lagi, kali ini perasaanku seperti roti yang mengembang di dalam oven lalu meletup. Luke memegang telapak tanganku, menautkan jari-jarinya persis seperti apa yang kubayangkan barusan. Hari ini udara seperti memihak pada kami, meskipun ada pembatas di antara kami yang masih belum bisa kulewati, tapi akan kuabaikan sementara— aku ingin bergaul bersama rasa bahagiaku yang tak kudapatkan beberapa hari ini.
Bisa kuiihat dari samping bahwa sudut bibir Luke menukik ke atas, ia tersenyum.
-:-
Aku tertawa terbahak-bahak, baru beberapa detik membaca surat yang tergeletak di kasur Leah sudah membuatku memikirkan hal aneh. Ini surat dari Ashton, si keriwil yang menyukai tante-tante jomblo dan itu adalah Leah. Aku tak habis pikir, tapi ini memberi kesegaran pada hidup Leah yang hanya bergulat dengan dunia kerja dan keluargaku. Mungkin saja Ashton benar-benar akan mengencani Leah— oh aku tak bisa membayangkannya.
"Luke sudah di depan." Aku menoleh, Leah di ambang pintu berdiri dengan memeluk dokumen-dokumennya. Sejurus kemudian ia memicingkan matanya saat melihat secarik kertas— surat cinta dari Ashton berada di tanganku. Aku berjalan girang mendekat ke arahnya, lalu berbisik tentang sesuatu yang ku anggap menggelitik bahwa di surat cinta yang Ashton tulis, ia berharap akan bisa menghabiskan malam valentine bersama suatu saat nanti. Wajah Leah memerah, lalu dengan kasar merebut kertas itu dari tanganku. Aku tertawa lalu pergi meninggalkan kamar Leah, menuju pintu luar di mana Luke berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fucking Mine (Luke Hemmings)
FanfictionGadis nekat bernama Greta yang berani membuat kebohongan besar untuk mendapatkan seorang Luke Hemmings. "You cummed inside, Luke." Greta hamil? Copyright © 2015 by NamLayli