Bagian 22

4 2 0
                                    

Hallo apa kabar??
Sehat-sehat ya kalian, jaga kesehatannya!!
Sebelumnya terimakasih sudah membaca cerita ini, jika ada saran tolong sampaikan dengan cara yang sopan yaa :)
Jangan lupa tinggalin jejak dulu, tekan tombol bintangnya, komen juga boleh!!
Jika ada kesalahan dalam penulisan, mohon ditandai yaa!

Selamat Membaca 💙

°•°•°•°

"Sadar, gue sadar kok. Tapi Zal, gue gak bisa bohongin hati gue. Gue masih belum bisa lupain Matteo sepenuhnya. Lo tau kan kalo cinta pertama itu susah buat dilupain?"

"Stop, Zal! Lo selalu nyuruh gue buat jaga perasaan Adlan, sedangkan lo gak pernah tanya gimana perasaan gue. Emangnya perasaan Adlan aja yang harus dijaga? Perasaan gue sendiri gak gue jaga, gitu? Kenapa sih, lo selalu bela Adlan? Karna lo suka sama dia, iya? Kalo iya kenapa gak lo aja yang pacaran sama dia, biar lo bisa jaga perasaan dia. Kenapa lo malah pacarannya sama Aksa?"

"Udah ya, Zal. Lo jangan ikut campur hubungan gue sama Adlan! Adlan aja gak masalah tuh liat gue berangkat bareng Matteo tadi pagi, dia fine-fine aja. Kenapa malah lo yang kepanasan?! Kalo tentang perasaan, gue gak bisa bohongin perasaan gue sendiri kalo gue belum sepenuhnya lupain Matteo. Kalo perasaan Adlan, ya biarin aja dia ngerasain sendiri. Lagian ya, harusnya Adlan udah paham, toh dari awal juga gue gak cinta sama dia. Tapi dia tetep kekeuh mau pacaran sama gue. Jadi jangan salahin gue dong kalo akhirnya kayak gini."

Perkataan Vira kala itu kembali terngiang dibenak Adlan. Ya, saat itu Adlan mendengar semuanya. Dari awal hingga akhir. Sakit hati? Jelas. Tapi Adlan mencoba menyembunyikan itu.

Adlan sudah berusaha terlihat baik-baik saja di depan Vira. Dia juga masih tetap berpikiran positif pada perempuan itu.

Rasanya Adlan tak sanggup membenci Vira karena rasa cintanya untuk perempuan itu begitu besar. Bahkan setelah Vira berbohong pun Adlan masih tidak bisa membencinya. Padahal Adlan paling benci dengan kebohongan. Katakanlah Adlan bodoh karena memang itu kenyataannya.

Setelah ini, apa yang harus dia lakukan? Melepas Vira untuk laki-laki yang disebut Matteo itu? Rasanya Adlan tak rela. Dia sudah susah payah mendapatkan Vira, setelah dapat, apa harus dilepas begitu saja?

Jika Adlan boleh egois, dia hanya ingin mendekap Vira hanya untuk dirinya sendiri. Tapi jika kebahagiaan Vira bukan padanya, apa dia harus melepaskannya?

Tok tok

"Dlan, Mama masuk ya?"

Tanpa mendengar jawaban dari Adlan, Fara membuka pintu kamar sang anak.

"Anak Mama kenapa sih? Perasaan sebelum beli martabak kamu baik-baik aja, tapi kok pulang-pulang wajahnya ditekuk gitu?" tanya Fara seraya menghampiri Adlan yang tengah duduk dipinggiran tempat tidur lalu duduk di sebelahnya.

Adlan tersenyum kecil sebelum menjawab, "Gak papa kok, Mah. Mama kok belum tidur?" tanyanya mencoba mengalihkan perhatian.

"Mama belum ngantuk,"

" Oh iya Mah, maaf ya Adlan beli martabaknya bukan ditempat yang waktu itu Adlan beli. Adlan belinya ditempat lain," tutur Adlan.

"Gak papa sayang, sama aja kok." Fara tersenyum lalu mengusap pipi Adlan. "Mama tau, kamu pasti lagi ada masalah ya? Mama tuh tau banget raut wajah kamu kalo lagi ada masalah. Kalo kamu gak sanggup nanggung masalahnya sendiri, kamu bisa bagi itu ke Mama! Mama pasti akan bantu kamu."

Adlan berhambur ke pelukan Fara, tempat paling nyaman dihidupnya. Pelukan hangat Fara selalu menenangkannya. "Makasih, Mah. Tapi aku mau coba cari jalan keluar dari masalah aku sendiri. Aku kan udah gede," ucapnya diakhiri senyuman.

𝐀𝐛𝐨𝐮𝐭, 𝐀𝐝𝐥𝐚𝐧 {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang