Chapter 20

177 19 4
                                    

Xiao Zhan melihat secercah cahaya tipis yang menawarkan jalan keluar padanya. Rasanya ia mencoba mengangkat tangannya yang terasa berat, ingin menjangkau cahaya itu.

Namun ... tidak berhasil.

Zhan, aku mohon kepadamu.

Bangunlah ...

Jika jiwaku sebagai gantinya maka dengan gembira akan kuberikan

Zhan ...

Sebuah suara samar berdentang perlahan di kepalanya. Tiba-tiba Xiao Zhan merasa ketakutan.

Perasaan asing yang mengisi setiap nafas, meluas meliputi setiap inchi tubuhnya. Sebuah suara yang belum pernah ia dengar sebelumnya, terus bergema.

Dia merasakan sebuah sentuhan yang menggetarkan di wajahnya. Lalu hawa dingin menyapu dirinya. Matanya memanas dan ia hanya melihat aliran warna putih, dan abu-abu.

Di mana aku?

***

"Di mana aku?"

Xiao Zhan menggerakan bibirnya dengan sulit sampai akhirnya terdengar suaranya yang lirih.

"Kau sudah sadar?" Satu suara agak berat dan tidak terlalu akrab terdengar pelan tepat dari sampingnya.

Xiao Zhan mengedipkan mata beberapa kali sampai pandangannya benar-benar jelas. Dia menoleh, dilihatnya seseorang merunduk di sampingnya, wajahnya berkerut khawatir.

"Yangyang, kau?" tanya Xiao Zhan sambil berusaha kembali ke kesadaran penuh. Pikirannya berkabut dan tubuhnya letih dan kelelahan. Namun untungnya tak ada tanda-tanda kekerasan fisik atau pelecehan seksual.

Diam-diam ia menghembuskan nafas lega.

Yangyang mengulurkan tangan dan membantunya untuk bangun. Xiao Zhan menegakkan punggung, bersandar pada kepala tempat tidur dengan sebuah bantal besar sebagai alas.

"Bagaimana perasaanmu? Kau baik-baik saja?" tanya Yangyang lembut.

Sinar mata Xiao Zhan nampak memilukan. Dia tidak langsung menjawab dan bertanya-tanya dalam hati bagaimana pemuda ini tiba-tiba datang untuk menolongnya.

"Hampir saja," ujar Xiao Zhan pahit.

Yangyang mendesah. Dia tidak tahu harus berkata apa melihat apa yang dialami Xiao Zhan.

"Maafkan ayahku," dia berkata, agak malu. "Aku tahu aku tidak berhak."

"Dari mana kau tahu?" sela Xiao Zhan, dia justru lebih malu lagi.

Yangyang tersenyum getir.

"Aku mendengar percakapan ayah dengan Tuan Wang di kantor, yah ... tanpa sengaja. Menguping hanya dilakukan oleh para penggosip. Tetapi aku benar-benar tak menyangka bahwa itu ada manfaatnya." Dia menundukkan pandangan, menatap lantai.

"Aku pernah mengatakan hal-hal yang mungkin menyinggungmu di masa lalu. Betapa angkuhnya aku saat itu karena tidak memahami bahwa orang-orang sepertimu harus bertempur setiap hari mengatasi kegetiran dan bayang-bayang gelap masa lalu, mengabaikan penilaian orang," Yangyang melanjutkan, mengendikkan bahunya ringan, lantas tersenyum.

"Tak apa. Aku tahu kau tidak bermaksud menghinaku," sahut Xiao Zhan lirih. "Kuharap kau tidak seburuk ayahmu dalam menilaiku."

"Aku justru mengagumimu," Yangyang memotong cepat.

"Kau sangat berani."

Sambil memaksakan sebuah senyum manis, Xiao Zhan berkata, "Kau betul. Keberanianku baru saja menimbulkan masalah yang membuat kau harus bersusah payah."

𝐄𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠𝐥𝐢𝐧𝐠 𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐢𝐧 𝐒𝐡𝐚𝐧𝐠𝐡𝐚𝐢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang