Chapter 21

116 16 5
                                    

Wang Yibo menangis seperti anak kecil. Semua orang yang pernah dikhianati, paling tidak satu kali, pasti memahami apa yang dia rasakan. Dia mengatakan pada diri sendiri dalam deraan kemarahan dan kesedihan, bahwa ia harus segera memutuskan hubungannya dengan Xiao Zhan.

Dia sudah tidak peduli siapa yang mengirim foto-foto itu. Namun kemungkinan besar Yangyang mengirim padanya lewat nomor tak dikenal. Kecuali ada orang lain di ruangan itu yang merekam foto mereka.

Di mana mereka sekarang? Apa yang dilakukan Xiao Zhan dengan pemuda itu, bukankah dia mengatakan akan pergi ke Hangzhou untuk melukis Danau Barat.

Pembohong! Penipu!

Benar kata ayahku.

Dengan tak sabar dia menunggu hari esok tiba untuk kemudian pergi ke rumah ayahnya. Bergabung kembali bersama satu-satunya keluarga, yang setidaknya bisa diyakini cinta dan kasih sayangnya tulus dan murni, dan tak akan mengkhianati.

Ah - tapi ayahnya pasti akan mengatakan hal-hal buruk yang memperkeruh suasana hatinya. Dia akan dengan puas mengatakan

'Apa kubilang?'

Lalu dia akan tersenyum puas.

Tidak! Dia sudah kehilangan kepercayaan ayahnya. Dia tidak memiliki siapa pun.

Semuanya sudah hilang.

Wang Yibo tak tahu harus bagaimana, harus pergi ke mana dan bicara pada siapa.

Ternyata ia telah berurusan dengan seorang laki-laki yang sama saja dengan semua laki-laki pada umumnya. Mungkin ia terlalu melebih-lebihkan nilai Xiao Zhan.

Pada akhirnya dia menggunakan kelemahannya untuk menipunya.

Ingin hidup lebih sederhana.

Wang Yibo mendengus marah, harga diri telah menguasainya. Dia tak akan membiarkan Xiao Zhan tahu bahwa ia sangat menderita. Itu sama saja dengan memberinya kepuasan karena muslihatnya telah berhasil.

* * *

Yangshuo Mountain Retreat

Sepanjang hari, langit sesuram senja. Kabut bergerak lambat-lambat mengarungi sisi perbukitan karst. Terlihat sekilas di atas kabut, puncak nun jauh dengan es yang mulai menyelimuti. Butiran salju kecil tertiup angin di angkasa. Hawa dingin menggigilkan setiap mahluk hidup.

Xiao Zhan menahan kebekuan dengan menyalakan perapian. Api menyala dan bergemeretak terdengar seiring bunga api yang memercik.

Nyala api menciptakan mozaik jingga menyala di seluruh wajah tampannya. Udara yang keluar masuk dari lubang hidung membentuk aliran panjang.

Langit muram dan hujan salju yang rapat membuat senja menggelap dengan cepat.

Seorang pelayan datang tergesa-gesa dengan membawa puding coklat dalam piring keramik yang lebar. Lalu ia meletakkan dua cangkir teh di atas meja.

Xiao Zhan menatap berbinar-binar pada makanan di hadapannya. Menyantap genangan coklat yang indah itu perlahan-lahan. Raut kepuasan terpancar di wajahnya.

Yangyang menyeruput tehnya dan mulai ikut mengunyah. Menyaksikan wajah Xiao Zhan yang dikaguminya di balik kepulan uap panjang yang naik dari permukaan teh panas.

"Kapan aku harus mengantarmu pulang?" tanya Yangyang.

Xiao Zhan mengangkat wajah dari puding coklat yang tengah ditekuninya.

"Aku baru akan mengatakannya padamu. Tolong antar aku ke Hangzhou, " sahut Xiao Zhan.

"Hangzhou?" Yangyang mengangkat sebelah alis.

𝐄𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠𝐥𝐢𝐧𝐠 𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐢𝐧 𝐒𝐡𝐚𝐧𝐠𝐡𝐚𝐢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang