Dua pekan kemudian
Sudah hampir satu jam Xiao Zhan duduk dalam mobilnya. Dari kejauhan, dia mengawasi pelataran apartemen tempat terakhir kali dia tinggal bersama Wang Yibo. Hujan salju sudah berhenti.
Beberapa malam terakhir dia merasa lebih sedih dan sepi dari biasanya. Bukan karena tidak ada siapa-siapa. Hanya merasa sendiri. Dia membatasi percakapan hampir dengan setiap orang.
Saat ia tak bisa bicara dengan Wang Yibo, bicara dengan orang lain terasa hanya buang-buang waktu dan energi.
Xiao Zhan melirik jam tangan. Sudah pukul sembilan. Harusnya Wang Yibo sudah kembali ke apartemen. Apa dia lebih sibuk saat ini?
Darahnya berdesir cepat waktu ia melihat sebuah sedan hitam memasuki pelataran. Jantungnya berdebar-debar.
Itu dia ... Wang Yibo sudah pulang.
Xiao Zhan menajamkan penglihatannya. Sosok yang teramat dirindukan setiap hari, di siang dan malamnya, nampak keluar dari mobil dan berjalan dengan gaya yang tak berubah. Tubuh tingginya terbalut kemeja putih dengan ujung terlipat-lipat berantakan keluar dari sela-sela ikat pinggang. Celana kain warna abu, jas abu yang tersampir sembarangan di bahu kekarnya.
Dia terlihat lebih serius, lebih dewasa dan auranya lebih dingin dari terakhir kali kami bicara.
Dia seperti bukan Yibo-nya lagi.
Xiao Zhan menggigit bibirnya kuat-kuat, sampai terasa perih. Berusaha mengatasi rasa pedih di dalam hati yang lebih mendominasi.
Hanya tinggal dua langkah lagi ia akan memasuki lobi. Waktu naluri memberitahunya ada seseorang yang mengawasi dari tempat yang tersembunyi.
Wang Yibo memutar tubuh. Mata setajam elangnya menjelajahi sekeliling tempat itu, menyelidik sampai ke seberang jalan. Namun tidak sanggup menembus ke dalam kaca buram sebuah mobil yang terparkir di bawah bayang-bayang pepohonan.
Dia mengerutkan kening, meski ada rasa penasaran terselip dalam hati, mengirim sinyal ke dalam dirinya untuk mengantisipasi sesuatu di luar dugaan. Beberapa menit ia termenung, tetapi tak ada pergerakan yang mencurigakan.
Dengan lesu dia kembali memutar tubuh dan berjalan melintasi lobi.
Sungguh naif jika dirinya berharap Xiao Zhan tiba-tiba muncul di hadapannya.
Rasa rindu membuatnya mengkhayalkan hal-hal absurd yang pasti akan tetap menjadi angan-angan kosong yang menyedihkan.
Jangan pergi ...
Jangan pernah menghilang ke balik dinding itu lagi
Xiao Zhan sekali lagi melekatkan pandangan sendu, lalu ia mengemudi perlahan. Ban mobil melindas hamparan salju setinggi tiga centi di permukaan jalan raya. Serpihan es pun memercik ke berbagai arah.
Xiao Zhan turun dari dalam mobil, melangkah ke luar ke udara malam musim dingin yang menggigil. Dia merapatkan syal. Malam ini tidak turun salju tetapi angin dingin berhembus kencang menampar dedaunan dan atap-atap rumah.
Dia berjalan menuju pintu masuk rumah tamu tempatnya menginap dalam satu bulan ke depan. Sesaat kemudian dia berhenti. Merasakan suatu ketidaknyamanan yang sulit dijelaskan. Seperti ada yang mengawasinya. Langkahnya semakin melambat.
Akhirnya Xiao Zhan berhenti, memutar tubuh dan dengan mata jeli menangkap satu siluet yang berjarak belasan meter di sudut sembilan puluh derajat di mana seseorang tengah berdiri anggun membelakangi kerlap kerlip cahaya lemah lampu jalan, sepasang mata berkilauan menatap padanya dengan bisu.
Xiao Zhan mengernyit. Seseorang itu berjalan menghampirinya, melemparkan senyuman tipis penuh kelegaan.
"Apa yang kau lakukan di sini, Yangyang?" tanya Xiao Zhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐄𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠𝐥𝐢𝐧𝐠 𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐢𝐧 𝐒𝐡𝐚𝐧𝐠𝐡𝐚𝐢
FanfictionPertemuan romantis saat berlibur di kota air yang indah membawa kisah Wang Yibo dan Xiao Zhan bergulir sampai ke tahap percintaan. Namun, satu peristiwa buruk menimpa hidup Xiao Zhan, memberinya jejak kenangan kelam. Di kala keduanya memulai kehidup...