Chapter 36

126 21 0
                                    

Michelin Night Café

Atmosfir panas menyelubungi seperti uap di dalam sebuah kamar sauna. Wang Yibo duduk di pojok meja bar, meneguk satu sloki minuman keras. Dia sangat ingin tahu apa yang terjadi dengan Xiao Zhan. Apa dia telah pergi jauh? Atau masih di dalam kota? Apa dia pergi sendiri? Ke mana?

Tidak mungkin, pasti ada seseorang membantunya.

Jangan sampai rival itu lagi yang melakukan siasat, dia baru saja berjanji beberapa hari lalu untuk menjauhi Xiao Zhan. Apa dia berani mengingkarinya seperti seorang anak kecil labil?

Wang Yibo merasa terhina.

Monitoring cctv di rumah sakit tidak banyak membantu. Mereka hanya menemukan satu sosok yang ia yakini mirip dengan Xiao Zhan tetapi setelah itu dia lenyap dari pantauan cctv.

Mungkin dirinya memang harus kehilangan dia lagi, pikir Wang Yibo. Dia mengangkat jari telunjuk pada bartender untuk mengkode bahwa ia memesan satu sloki minuman lagi.

"Yang paling keras, sangat keras, sampai bisa menumpulkan perasaan," Wang Yibo berteriak mengatasi suara musik yang gaduh.

"Semakin keras, semakin terbiasa," si bartender menyahut seraya tersenyum lebar.

Wajah tampan Wang Yibo nampak berantakan malam ini dan si bartender bisa menangkap kesedihan dalam suaranya. Dia bertanya-tanya apakah pemuda kalangan atas berjas dan berdasi sungguh-sungguh bisa menderita. Kehidupan seperti apa lagi yang diharapkan orang sekelas mereka.

Mengangkat bahu acuh tak acuh, si bartender mendorong satu sloki lagi ke depan Wang Yibo.

Kepergian Xiao Zhan, berkas perjanjian dan rencana gugatan yang dimentahkan pengacara Haikuan, memenuhi kepalanya seperti tanaman merambat membelit pagar.

Wang Yibo tidak tahu mana yang harus ia selesaikan lebih dulu. Mana yang lebih penting dan mana yang bisa menunggu. Mengubah kebencian menjadi energi untuk memperjuangkan keadilan ternyata tidak semudah mengatakannya.

Satu tegukan lagi, dan alkohol kembali mengaliri tubuhnya. Membuat pikirannya semakin kalut alih-alih terbebaskan. Sekali lagi, perasaan tak berdaya melandanya. Keraguan bahwa dia mampu mengatasi semua masalah kembali mencengkeram dengan kekuatan penuh, sama seperti di saat pertama dia mengambil alih semua tanggungjawab setelah kematian sang ayah.

Wang Yibo meneguk sisa minuman, mengawasi sekitarnya yang bergerak dinamis dengan kecepatan tinggi. Sementara dia membeku dalam kekosongan.

Berjarak tiga meter dari tempat duduknya, sekelompok gadis muda berkerumun dan bergantian meneriakkan ungkapan kekesalan dan kemarahan. Mereka nampak fokus melihat sebuah ponsel dengan ukuran layar cukup besar. Saling berkomentar dan sesekali mengumandangkan tawa liar.

Semua orang menoleh dan menatap mereka sebelum kembali pada minuman dan pikiran masing-masing.

Wang Yibo menelengkan kepala dan mendengarkan. Tidak sabar dengan wajah-wajah frustasi itu, rasa ingin tahunya tiba-tiba bangkit.

"Siapa mereka?" dia bertanya pada si bartender yang melirik sekilas pada gadis muda berkelompok itu.

"Mereka para pekerja malam. Sebagian bekerja di kafe ini, kau tahu, gadis penghibur."

Wang Yibo mengernyit sinis.

"Semacam profesi menghibur tamu dan mendapatkan uang??"

Si bartender mengangguk.

"Anda tertarik?" dia bertanya dengan nada iseng.

Wang Yibo tidak bergeming. Dia mengawasi gadis-gadis itu. Mereka nampak luwes dan menarik secara fisik. Tampak cukup terlatih untuk bersosialisasi.

𝐄𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠𝐥𝐢𝐧𝐠 𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐢𝐧 𝐒𝐡𝐚𝐧𝐠𝐡𝐚𝐢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang