☆ 15 ☆

25K 1.9K 29
                                    

Malam² terakhir bulan ramadhan, semangat!

.
.
.

Aina membuka mata saat merasakan beban di perutnya. Gadis itu mengerjap ketika sadar ruangan yang dia tempati terasa asing.

Semalam seingatnya dia dari True Warrior dan tertidur saat perjalanan pulang, sekarang berada di atas ranjang, hijabnya sudah terbuka.

Aina menggeliat sambil mencoba mengangkat beban apa yang melingkar di perutnya. Dia menoleh ke belakang dan mendapati rahang kokoh seorang pria.

"Gus Afkar?!" pekiknya terkejut bercampur takut.

Aina berusaha melepaskan tangan Afkar, namun lelaki itu malah semakin erat memeluknya. Sambil mengulas senyum Afkar berkata, "shobahul khair, Zaujati."

"Z- zaujati?"

"Na'am," jawab Afkar, tangannya menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah cantik Aina.

Cup!

Satu kecupan pun mendarat mulus di kening gadis itu. "Jangan takut, yang kita lakukan bernilai pahala karena kamu istri saya, Aina Radheya."

"Gimana bisa?"

Afkar tersenyum, menangkup salah satu sisi pipi Aina yang memerah. "Bisa, karena akad sudah terucap."

"G- Gus gak bohong?"

Afkar menggeleng dengan senyuman manis yang masih terpatri di bibirnya. "Kamu, Aina Radheya ... adalah istri sah saya ... Afkar Zakaria Afriliansyah."

Perlahan tapi pasti, senyum Aina terbit. Tangannya bergerak mengacak lembut rambut tebal Afkar yang berada di atasnya.

"Kalau gitu ... assalamualaikum, Gus Imamku."

"Waalaikumussalam, Ning Makmumku."

Wajah Afkar merendah, mengikis jarak sampai hidung mancungnya bertemu dengan hidung Aina yang tak kalah mancung.

Aina memejamkan mata, bersiap menerima apa yang akan Afkar beri. Dia juga merasakan hembusana napas Afkar yang terasa hangat menggelitiki kulit wajahnya.

"Boleh, Istriku?"

"Semua milikmu, Suamiku."

Satu ... dua ...

"Ning Aina bangun! Bangun, Ning Aina!"

"ASTAGHFIRULLAH!"

Aina langsung duduk sambil memegang jantungnya yang hampir copot. Gadis itu menampar pipinya sendiri, memegang bibirnya.

"Yas, aku mimpi buruk," gelisahnya.

"Baca ta'awudz, Ning. Meludah ke kiri tiga kali."

"Jangan!"

Tyas mengernyit, "kenapa jangan?"

"Aku gak tega kalau dia kena ludahku."

"Astaghfirullah, sama setan kok gak tega?"

"Setannya ganteng banget, Yas!" Aina menarik rambutnya frustasi. "Ya Allah ... aku udah gede, aku mimpi kotor, hiks hiks hiks."

"Mimpi kotor apa?"

"Huwaaa, Tyas! Aku harus mandi besar gak sih?"

"Ning Aina jangan ngelindur, ah. Ayo ambil wudlu, tahajjud."

Aina sesenggukan tanpa air mata, dia bangkit untuk bersih-bersih di kamar mandi. Mendadak langkahnya terhenti, "Yas, semalem gimana ceritanya aku bisa sampai kamar?"

"Aku juga gak tau, Ning. Awalnya aku ke kamar mandi, pas balik Ning Aina udah tiduran di kasur."

"MASA?" heboh Aina.

Terlanjur Yours!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang