☆ 29 ☆

24.4K 2K 58
                                    

Guys ... 👋🏻👋🏻👋🏻

Kalo ide, waktu dan mood ku lagi oke, aku akan update 2 atau 3 hari sekali. Tapi kalo pas lagi bad bangeetttt 🤢🤯 aku usahain paling lama seminggu.

So, terus tunggu dan dukung cerita Afkar Aina ya 🤗 sayang kalian banyak² 😘😍😋

Oke, sekarang selamat membaca!

.
.
.

Afkar bohong saat mengatakan akan cari rumah. Nyatanya, lelaki itu sudah membeli hunian satu lantai tepat di sebelah kiri gang masuk pesantren.

Sebuah rumah dengan dominasi warna putih dan coklat khas Japanese. Terlihat bersih sekaligus asri. Sederhana namun homeable. Terkesan welcome tapi tetap private.

Selera Afkar memang tidak main-main. Hari ini dia mengajak Aina berkeliling untuk melihat-lihat. Berbagai interior sudah tertata rapi.

Dan bukan hanya itu, rumah ini tidak seperti rumah baru, melainkan rumah siap huni.

Bagaimana tidak, semua perabotan dan kebutuhan seperti peralatan mandi, sembako, isi kulkas ... sudah tersedia lengkap.

Sprei pun sudah terpasang di ranjang kamar tidur. Bahkan sebagian kitab-kitab Afkar juga sudah dipindahkan ke dalam bufet di rumah ini.

"Suka?" tanyanya pada Aina.

Tanpa menjawab, Aina melangkah menuju halaman belakang. Tak lama setelahnya, sebuah mobil pick up datang.

Beberapa pria turun membawa banyak bibit tanaman, lengkap dengan media dan peralatan menanamnya.

"Mas ingat kamu suka tanam bunga. Sukulen Ummi saja tumbuh subur setelah kamu yang rawat. Mas siapkan ini untuk kamu. " ucap Afkar tersenyum bahagia.

"Lihat," tunjuknya pada sebuah gerbang pembatas di halaman belakang. "Kalau gerbang ini dibuka, akan ada satu petak tanah kosong, itu milik pesantren. Kalau lurus terus, akan sampai di kandang sapi Mas. Ka- "

"Mas," Aina memotong ucapan Afkar. "Dari kapan Mas siapin ini semua?"

"70 persen sebelum ke Jogja, sisanya kemarin."

"Kenapa?"

"Hm?" Afkar tidak paham maksud Aina.

"Kenapa Mas siapin ini semua di belakang aku? Kenapa Mas gak bilang-bilang dulu? Kenapa Mas gak minta pendapat aku sama sekali?"

Afkar terperangah, "kamu- tidak suka?"

"Jawab aku dulu."

"Mempersiapkan ini semua memang tanggung jawab Mas. Kamu hanya perlu duduk manis dan terima bersih. Kamu ratunya di sini."

"Mas!" Nada bicara Aina sedikit meninggi, sepertinya suasana hati gadis itu sedang tidak baik.

Menyadari itu, Afkar berdiri lebih dekat. "Kenapa, kamu tidak suka? Ada yang mau ditambah? Dikurangi?"

Bugh!

"Aws ... "

Aina meninju dada bidang Afkar.

"Mas tuh kebiasaan banget deh! Selalu lakuin semuanya sendiri, selalu gak pernah bilang. Aku juga pengen terlibat, Mas. Aku juga pengen ambil bagian!"

Afkar cengo, "bukannya wanita suka diberi kejutan?"

"Aku enggak!" sahut Aina cepat. Gadis itu bersedekap dada, matanya menatap sinis.

"Istri kamu ini anak sosial, Mas. Suka diskusi, suka komunikasi dua arah, suka terlibat dan ambil peran, suka sama proses, bukan yang tiba-tiba langsung jadi gini," kata Aina, kali ini lebih tenang.

Terlanjur Yours!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang