☆ 10 ☆

27.3K 2.1K 13
                                    

Yayasan Cinta Kita Surabaya hari ini akan berkunjung ke sebuah Rumah Singgah anak penderita kanker bernama True Warrior.

Aina dkk, di sela-sela kesibukannya kuliah menyempatkan ikut karena mereka merasa bahwa mereka lah yang memang butuh berkunjung ke tempat seperti ini untuk terus memupuk rasa syukur.

Ketika Aina dkk dan para anggota Yayasan Cinta Kita datang, sebuah ambulance tiba. Seorang ibu turun bersama anak perempuannya yang masih kecil.

Aina dan lainnya dipersilakan duduk oleh ibu pengasuh Rumah Singgah yang biasa dipanggil Ambu.

Ambu bercerita, "gadis yang barusan pulang diantar ambulance itu namanya Dewi. Usianya 10 tahun, menderita kanker leukimia sejak usia 6 tahun."

"Anaknya sebenarnya ceria sekali. Tapi karena habis kemo, jadi agak lesu begitu," jelasnya.

Aina memandangi sekitarnya. Di sini banyak sekali anak di bawah umur yang harus merasakan getirnya hidup dengan membawa kanker di tubuhnya.

Tapi mereka terlihat sangat bahagia, tanpa beban. Mereka bercanda, bermain petak umpet, berlarian saling mengejar, tertawa bersama.

"Ambu, kenapa saya merasa hati anak-anak ini sangat ikhlas?" heran Aina.

"Memang, Nak. Semua yang di sini adalah manusia-manusia pilihan Allah," jawab wanita paruh baya berhijab itu.

"Pernah tidak, sekali saja mereka sedih dan ingin menyudahi hidup?" tanya sang ketua Yayasan Cinta Kita.

"Tentu saja sering. Awal mereka masuk sini semuanya malu dan tidak percaya diri. Bukan cuma anak-anaknya, tapi para orang tua juga."

Ambu kembali menjelaskan, "menjadi orang tua yang memiliki anak istimewa itu tidak mudah. Tantangannya berkali-kali lebih berat dari orang tua lainnya."

"Di sini, setiap hari Ambu dan teman-teman memberi suntikan semangat dan kasih sayang untuk para ibu dan anaknya."

"Mereka harus kuat, mereka harus memiliki keinginan sembuh, mereka berhak dan layak mempertahankan hidup." tambah Ambu dengan mata berkaca-kaca.

Hati Aina seperti tersayat, "saya boleh menyapa mereka, Ambu?" izinnya.

Ambu mengangguk mengizinkan, lalu Aina dan para anggota Yayasan Cinta Kita mendekati anak-anak hebat tersebut.

Aina tertarik dengan gadis cilik bernama Dewi tadi. Dia mendekati Dewi yang duduk sendirian sambil bermain boneka.

"Assalamualaikum, cantik."

Dewi menoleh, bola matanya yang bulat dan hitam pekat seperti mata Aina mengerjap, dia merasa takut karena disapa Aina.

Namun saat Aina mengulurkan sebungkus coklat, Dewi tertarik. Aina mengisyaratkan agar Dewi mengambilnya, dan gadis cilik itu tersenyum malu-malu mengambil coklat tersebut.

"Kakak tebak anak manis ini namanya Dewi. Benar?"

Mata Dewi mengerjap bingung, "kok tahu?"

"Karena cantik dan hebat. Mirip seorang dewi dan bidadari."

"Kakak namanya siapa?" Dewi mulai luluh.

"Aina." jawab Aina tersenyum, mengubah posisinya yang semula berjongkok menjadi duduk di sebelah Dewi.

"Kak Ai," panggil Dewi berbeda dari lain. "Aku mau cerita Kak Ai mau dengar?"

"Mau dong, ayo cepat Dewi cerita. Kak Ai pasang telinga," ucap Aina mengikuti gaya bicara Dewi.

"Kak, aku tadi habis kemo, badanku rasanya sakiit semua." Dewi berkata 'sakit', namun bibirnya mengulas senyum.

Aina juga mencoba tersenyum, gadis itu membuka bungkus coklat Dewi dan memberikan sepotong untuknya.

Terlanjur Yours!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang