3. Tidak ada yang namanya kebetulan

169 66 3
                                    

"Aku memaafkanmu bukan berarti aku melupakan semua yang telah terjadi. "

~ Tasya Adeeva ~

***

"Tidak perlu, saya naik angkutan umum saja."

"..."

"Lima tahun saya pergi bukan berarti saya melupakan kota ini, tidak perlu khawatir."

Bib!

Laki-laki itu mematikan sambungan teleponnya. Lalu kaki jenjangnya mulai melangkah hingga berhenti di sisi Zebracross.

Dia berdiri di ujung jalan seraya menunggu lampu berganti. Kedua sudut bibirnya terangkat ketika sebuah kenangan terlintas di pikirannya disaat dia mengamati lampu merah.

"Kak ayoo! Aku mau eskrim itu!"

"Iyaa, sabar sebentar, kamu lihat 'kan lampunya masih merah? "

"Apa hubungannya sama eskrim?"

Ia terkekeh kecil. "Ketauan nih, kamu sering bolos yah di jam pelajaran PKN?"

"Ihh! Sekarang malah nyambung ke pelajaran, aku mau eskrim kakak, nanti mobil eskrimnya keburu pergi!"

Ia menghela napasnya. "Yayayaya... Kita tunggu sebentar lagi. Kalau kita nyebrang sekarang itu bahaya nanti"

"Ish! Nyebelin!"

Terkekeh kecil saat mengingat kenangan ketika bersama seorang gadis yang selalu membuat hari-harinya penuh warna karena tingkah laku dan sifat cerewet gadis itu.

"Hei, nak. lampunya sudah ganti!" tegur seorang perjalanan kaki yang akan menyebrang juga.

Dia mengangguk kecil, karena melamun dia sampai tidak sadar jika lampu sudah berganti. Baru saja kakinya akan turun ke jalan, lampu kembali berganti dengan cepat, membuatnya langsung mengurungkan niatnya, jadilah dia harus menunggu lagi.

Disela menunggu dia merasakan ponselnya bergetar, ia pun langsung memeriksanya. Ternyata ada pesan masuk dari Papahnya.

Papa
: Cepatlah pulang, sebentar lagi ada badai.

Suara lampu telah berganti terdengar. Tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel dia turun ke jalanan untuk menyebrang. Saking fokusnya, dia sampai menabrak seseorang saat di pertengahan jalan.

"Astaga! Sory-sory...."

Ingin melihat siapa orang yang ia tabrak namun lampu tidak berpihak padanya. Dengan gerak cepat ia ke tepi jalan lalu melihat ke arah sebrang untuk memeriksa, namun sayang itu sudah terlambat.

🍁🍁🍁

Keesokan harinya. Dia baru saja selesai mandi, matanya langsung menangkap beberapa totebag yang berjajar di atas sofa itu pun langsung melangkah ke arah sana.

Mengambil salah satu untuk ia buka. Di dalam totebag pertama berisi satu set seragam sekolah.

"SMA Dareksa." bacanya saat melihat logo yang tertempel pada rompi itu.

Setelah 5 tahun berpendidikan di Negara terindah nan juga bersih, yaitu Swiss. Akhirnya setelah sekian lama ia kembali lagi ke tanah kelahirannya.

"Den Raka?"

Mendengar suara Bi Mirna dari luar kamarnya, Ia pun langsung memeriksanya.

"Ada apa, Bi?"

"Selamat Pagi Den Raka. Ini bibi mau antarkan kunci motor dari tuan besar," katanya sembari menyerahkan kunci motor kepada Raka atau lebih akrabnya adalah Raka Fahreza Sundara.

Friendship of the Heart (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang