24. Nasib yang sama

87 29 0
                                    

Annyeong💐

Happy Reading

*
*

"Raka"

Panggilan itu menghentikannya untuk menaiki tangga. Ia segera berbalik menghadap seorang pria berusia empat puluh tahun. Dia adalah Eron Sundara, ayahnya.

"Sudah cukup kamu bersenang-senang, mengabaikan pelajaranmu?" tanya Eron melangkah mendekati putra pertamanya.

"Papa pindahkan kamu ke Indonesia bukan berarti kamu bisa mengabaikan pelajaranmu, Raka. Empat hari. Selama itu kamu mengabaikan pelajaranmu dan absen dalam kelas bisnis!"

"Kembali ke Indonesia, bukannya semakin baik malah semakin buruk. Perlu kamu tau Raka, pringkatmu sudah beda jauh dengan Regal. Mau taruh dimana muka Papa nanti jika Papa bertemu dengan ayahnya Regal. Anak Papa yang dulu dibangga-banggakan karena selalu ada di peringkat pertama sekarang sudah di kalahkan oleh anak karyawan rendahan, memalukan!!"

Raka meremas jaket yang dipegangnya, kepalanya yang semula tertunduk perlahan ia angkat hingga matanya itu bertemu mata papanya.

Sekali saja, Raka ingin mendengar ayahnya menanyakan kabarnya, bukan tentang peringkatnya. Telinganya terasa sangat panas jika terus menerus mendengarnya.

"Raka dengar, Papa hanya punya harapan padamu saja. Papa mohon. Jika bukan kamu, siapa lagi yang akan meneruskan perusahaan Papa? Apa anak tidak berguna itu? Tidak. Dia tidak akan pernah bisa, yang ada dia menghancurkan semua usaha Papa!"

"Bukankah Raka yang hampir menghancurkan usaha Papa itu... lima tahun lalu?" ucap Raka hingga membuat Eron terdiam menatap putranya.

"Itu hanya salah paham saja, sudah lah. Kamu perlu bersiap, nanti malam kita harus menghadiri pesta Pak Hendra. Jangan pergi kemana-mana!" tekan Eron lalu pergi meninggalkan Raka.

🍁🍁🍁

Pulang ke rumah itu enaknya istirahat. Tapi ini malah disuruh menyambut tamu. Zitha memasang muka masamnya saat dipaksa untuk ikut serta di pesta Ayahnya dalam pembukan usaha barunya.

"Heh kuyuk! Muka lo kusut bener, ga seneng lo sama keberhasilan bokap lo?!" ujar Maura, sepupunya dari pihak ayahnya.

Zitha memutar bola matanya karena malas meladeni sepupunya itu.

"Muara---"

"Maura nama gue!!" koreksi Maura yang sangat sebal karena Zitha selalu salah menyebutkan namanya.

"Muara, Maura, Mumun sekali pun bodoamat. Mood gue lagi ga baik, mending lo pergi ngejamet sana!!"

Maura membulatkan matanya, "Zithaying! Maksud lo apa hah?" sewot nya tidak terima Zitha mengatakannya 'jamet'.

Zitha menghela napasnya. Malas meladeni lebih panjang dia pun memilih pergi mengabaikan Maura dengan kekesalannya.

"Zitha, mau pergi kemana kamu?"

Mendengar suara Mamanya Zitha pun langsung membalikkan badannya.

"Keluar, cari angin," jawabnya.

"Semua orang di dalam, masa kamu di luar, Ayah nanti cariin kamu, sayang!" ucap Aliya yang sudah ada di hadapannya.

"Beneran cariin aku?" tanyanya dengan senyuman gentir saat melihat ayahnya itu sedang memperkenalkan Maura ke rekan-rekan kerjanya. "Aku rasa engga deh, aku ga di butuhin disini. Mama lupa? Kalau anak ayah sekarang itu bukan aku tapi Maura."

Friendship of the Heart (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang