"Sya, anak kelas pengen banget jenguk lo tau. Mereka sedih denger apa yang menimpa lo. Tapi, mereka belum bisa dateng kesini karena pelakunya belum ketemu," ucap Zitha walau tidak ada respon ia tetap mengajak Tasya berbincang. Melihat sahabatnya dalam kondisi ini membuat dirinya sedih.
"Sya, lo ga mau bicara? sesakit itukah lo?"
Rafa yang berada di samping Zitha, mengusap lengan Zitha. "Jangan lo paksa, Tasya pasti balik kok."
"Iyaa, bener kata Rafa. Tasya pasti balik kaya semula, kita kasih waktu buat Tasya yah?" sambung Julva, walau dia pun sama halnya dengan Zitha, dia harus lebih kuat lagi untuk kedua sahabat nya itu.
Zitha mengangguk kecil. Kemudian bangkit dari duduknya. "Gue mau ke toilet dulu," pamitnya langsung keluar ruangan Tasya.
Rafael memandang kepergian Zitha, dia tau, itu hanya alasan gadis itu saja. Nyatanya di dalam kamar inap ini pun terdapat toilet pribadi, tetapi, Zitha malah pergi keluar. Mungkin Zitha butuh waktu sendiri juga. Itu yang dia pikirkan.
*
*
*Zitha pergi ke taman, dia duduk di salah kursi disana yang menghadap ke kolam ikan.
Tangannya, mengusap wajahnya.
"Ini alasan gue sembunyiin penyakit gue, Sya. Gue takut lo kaya sekarang,"Kepalanya ia tundukan membiarkan rambutnya terurai menutupi wajahnya.
Tak lama pundaknya terasa tepukan kecil, Zitha langsung mengangkat kepalanya.
"Kak Raka?"
Raka duduk di samping Zitha, "udah berapa lama?" tanya Raka.
"Kak..."
"Gue ga akan kasih tau, Tasya," sela Raka yang sudah tau menahu.
Zitha terdiam sejenak. "Lo inget gue pernah bilang, kalau gue sama Alena itu punya kesamaan? bukan hanya wajah, nasib, tapi sama penyakitnya juga."
Raka melirik sekilas pada gadis di sampingnya itu, dia tidak menyaka hal itu terjadi. Raka pikir penyakit yang Zitha maksud adalah penyakit lain.
"Lucu kan, padahal gue ga punya ikatan darah sama dia. Tapi kita kaya anak kembar. Apa mungkin, nasib gue juga akan sama, sama-sama mati muda?"
"Kata dokter, jantung gue cuman bisa bertahan dua tahun lagi. Itu cuman dugaan. Bisa aja gue mati dengan cepat dari itu."
"Lo pasti sembuh!"
Zitha tersenyum simpul, "semua orang bilang itu ke gue, tapi gue kurang yakin, kak."
"Operasi?"
"Mana ada yang mau donorin jantung kak, semua orang sayang hidup mereka. Gue ga berharap lebih. Gue bertahan sampe lulus aja gue udah bersyukur."
Mereka berdua kembali diam, sibuk dengan pikirannya masing-masing.
"Oh, iya. Beberapa hari lalu gue ketemu Danu," mendengar nama pria itu Raka langsung menatap Zitha. "Tenang, dia ga lukain gue. Dia cuma ajak gue bicara aja!"
"Apa yang dia bilang?"
"Dia udah kasih tau yang sebenarnya. Kalau lo bukan pelakunya, kak. Danu sendiri yang ngaku soal itu."
Raka terdiam.
"Kak, gue janji. Gue akan bantu selesai kesalahpahaman kalian. Gue yakin lo ga sejahat itu, lo tuh tulus samaa Tasya. Gue ga mau, dia kehilangan sahabat kaya lo, Kak!"
"Lo ga usah pikirin itu. Fokus aja sama pengobatan lo," titah Raka.
"Yang gue mau, sebelum gue pergi. Gue mau mastiin, Tasya bersama orang yang tepat. Gue yakin lo orangnya, kak!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Friendship of the Heart (Tamat)
Ficção AdolescenteFriendship of the Heart adalah kisah persahabatan yang terguncang oleh persaingan cinta dan kebencian. Mereka terjebak dalam serangkaian kesalahpahaman yang begituh rumit. Konflik dan pengkhianatan menghancurkan kepercayaan mereka. Akan kah semua...