"Haah...kenapa bisa begitu, padahal bulan lalu jantungmu sudah membaik, mengapa mendadak kambuh lagi. Zitha, kamu masih menjaga kesehatanmu kan?" ucap Zidan, dokter spesialis jantung setelah memeriksa CT scan Jantung Zitha.
"Seberapa sering kamu merasa dada kirimu nyeri?" tanya Dokter Zidan masih mengamati hasil CT scan itu.
"Aku ga tau seberapa seringnya, tapi itu terasa kalau aku lagi panik."
Dokter Zidan menghela napasnya, dia beralih menatap Zitha. "Sudah saya bilang, walau sudah melakukan operasi kecil kemukinan jantungmu akan kambuh kembali. Tapi saya tidak menduga akan secepat ini,"
"Selain menjaga pola makan kamu juga harus menjaga mentalmu juga. Jangan biarkan mentalmu tertekan apalagi sampai stress. Itu bisa memicu jantungmu kambuh. Saya akan berikan obat pereda nyeri jika sewaktu-waktu kamu merasa nyeri lagi. Ingat obat ini hanya menyembuhkan sementara waktu," dokter menyerahkan satu botol kecil berisi obat itu kepadanya.
"Kalau beberapa minggu kedepan semakin parah, kita harus melakukan pemeriksaan ulang,"
Zitha mengangguk kecil, seteleh semua sudah di sampaikan dia pun keluar dari ruangan dokter Zidan.
Di luar ruangan, Zitha berdiri bersandar pada dinding, tangannya kanannya menyentuh dadanya.
"Hey, izinin gue hidup sampe lulus yah...sebenernya gue cape harus bolak-balik rumah sakit. Tapi gue ga bisa nyerah, gue masih pengen hidup. Ada temen-temen gue yang selalu nungguin kedatangan gue," Zitha memukul pelan dadanya seakan ia sedang berkomunikasi dengan penyakitnya itu.
Menghela napas panjang, dia bergegas untuk pergi tapi saat tubuhnya berbalik dia melihat keberadaan seseorang yang membuatnya terkejut.
"Rafa?"
Cowo itu menatap Zitha tanpa ekspresi, kaki jenjangnya mulai melangkah mendekatinya. Mata Rafa melirik pada pintu ruangan Dokter Zidan, sekilas.
"L-lo ngapain kesini?" tanya Zitha sedikit gugup, dia takut Rafa mendengarkan ucapannya tadi.
"Jenguk temen gue, lo sendiri?" tanya Rafa berpura-pura, nyatanya ia tau kenapa Zitha ada disini. Karena Rafa melihat Zitha keluar dari ruangan yang ada di sampingnya dan juga Rafa mendengar ucapan Zitha tadi.
Zitha menyelipkan rambutnya ke telinganya, "G-gue juga sama. Sepupu gue di rawat disini," jawabnya dengan senyum simpul.
Rafa mengangguk, "Ayo, gue anter lo pulang."
"Hah? Eh, ga usah bukannya lo mau ke konser yah? Ini udah waktunya loh," Zitha memeriksa jam di ponselnya yang menunjukkan pukul 7 malam.
Rafa memasuki kedua tangannya ke saku celananya, "Konsernya batal...maksud gue, gue ga jadi nonton."
Zitha mengkerutkan keningnya, "loh kok gitu?"
"Kaki Tasya keseleo, dia jadi kesulitan jalan."
"Apa? Tasya keseleo?"
Rafa mengangguk, "gue ga tau detilnya kenapa tuh anak bisa keseleo sampe kakinya bengkak banget."
Zitha menampilkan raut wajah khawatirnya, "anterin gue ke rumah Tasya sekarang," pintanya.
🍁🍁🍁
Zitha menatap ngeri kaki Tasya yang membengkak. Jika diliat lebih jelas, bengkak itu bukan di akibatkan keseleo. Itu membuat dia menaruh rasacuriga kepada Tasya.
"Seriusan lo keseleo?"
"Lo ga liat kaki gue gimana, make nanyak lagi lo!"
"Lo ga bisa bohong Sya, mana ada keseleo di betis atas, gue bukan anak kecil yang bisa lo kibulin!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Friendship of the Heart (Tamat)
Ficção AdolescenteFriendship of the Heart adalah kisah persahabatan yang terguncang oleh persaingan cinta dan kebencian. Mereka terjebak dalam serangkaian kesalahpahaman yang begituh rumit. Konflik dan pengkhianatan menghancurkan kepercayaan mereka. Akan kah semua...