11. Mengambil keputusan

114 51 3
                                    

"BERHENTI!! Kumohon berhenti!!" teriak Tasya namun seperti angin lalu saja, pria itu terus memukuli Raka.

"Lo harus mati juga!---bugh! Bugh! Bugh!"

Tasya bingung dia harus apa, melawan akan percuma. Meminta tolong, disini sepi tidak ada siapa pun.

"Tasya!!"

"Bang Galen" gadis itu berlari kearah Galen dan langsung memeluknya dengan erat. "Abang hisk... takut hisk... Aku takut" lirihnya dalam pelukan Galen.

"Tenang ada abang disini yah, jangan nangis" ucap Galen sembari mengelus pundak sang adik agar tenang.

"Kak Raka bang, hisk... Tolongin"

Galen yang melihat itu langsung berlari untuk menyelamatkan Raka yang tak hentinya dipukuli.

"Brensek lo! Lawan lo gue bangsat!" Galen menarik kerah belakang pria itu lalu diakhiri dengan tinjuan yang kencang.

"Sialan!" umpat pria itu sembari mengelap sudut bibirnya yang mengeluarkan darah segar.

Selagi abangnya mengurus pria itu, Tasya langsung menghampiri Raka yang sudah babak belur.

Gadis itu menangis melihat kondisi Raka. "Kak..."

"Kakak gapapa... Maaf udah buat kamu takut" ucap Raka yang masih tersenyum disaat wajahnya sudah terluka.

Brukk!

Terdengar suara gaduh itu keduanya langsung menoleh kearah keributan dimana Galen sudah tersungkur menubruk barang ronsokan.

"Bang Galen!!" teriak Tasya--saat hendak menghampiri abangnya, Raka langsung mencekal nya.

"Biar aku aja, kamu tetap disini"

Dengan sisa tenaga dan menahan sakit di wajah dan perutnya, Raka bangkit untuk menghentikan pertengkaran ini.

Tasya hanya bisa memerhatikan dari kejauhan saja---lalu ia teringat sesuatu.

"Papa!" gumamnya lalu langsung mengambil benda pipih di tasnya.

Dia langsung menekan tombol panggilan itu.

"Hallo pa---"

"Argghhh!!"

Tasya berhenti berbicara saat mendengar suara ringisan, dia pun langsung membalikkan badannya.

Deg!

Gadis itu membulatkan matanya dikala matanya melihat abangnya tertusuk pisau, lebih terkejutnya pisau itu berada ditangan Raka.

"BANG GALEN!!!"

Dia menjatuhkan ponselnya begituh saja untuk berlari mendekati abangnya yang sudah bersimbah darah.

"Abang, abang hisk..." tangannya bergetar hebat saat menyentuh darah Galen.

"Sya... Per--gi... Pergi..... aaarghh!"

Tasya menggeleng, "abang berdarah hisk... Abang berdarah.... Papa! Aku harus telepon papa... Abang bertahan yah!"

Dia kembali untuk mengambil ponselnya, untungnya panggilan itu masih tersambung.

"Papa! Pa hisk... Papa tolongin bang Galen hisk... Bang Galen berdarah..."

"Kamu dimana sayang?"

"Aku ga tau hisk... Papa cepet datang, bang Galen berdarah... Hisk.. Hisk"

"Oke, kamu tenang yah... Papa kesana sekarang, jangan sape teleponnya terputus yah!"

Friendship of the Heart (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang