47. Bukan Perpisahan

39 5 0
                                    

Annyeong 💐

*
*

"Kenyataan itu memang menyakitkan, tapi lebih menyakitkan lagi kalau kita tau dari orang lain..."

= Rafael Sky Sundara =

*
*

ႹმႼႼႸ RêåÐïñg


"Lusa gue berangkat ke Singapore," berbicara tampa mengalihkan tatapannya. Gadis itu terus saja memandang ujung sepatunya.

"Apa pun keputusan lo, gue pasti dukung." sahut Sakara yang duduk di sampingnya.

Terdengar helaan napas kecil dari sampingnya, ia lirik. Sepertinya ada yang sedang gadis itu pikirkan hingga wajahnya lesuh.

"Jangan terlalu tertekan, biar gue yang jelasin ke semua," menyentuh tangan Zitha, lalu memberikan tepukan lembut beberapa kali.

Zitha menolehkan wajahnya ke samping kirinya, "biar gue aja, gue putusin, sebelum gue pergi. Gue yang jelasin ke semuanya, besok."

"Lo yakin?"

Zitha mengangguk mantap, "gue ga mau buat mereka kecewa karena denger dari orang lain, Rafa pernah bilang sama gue. 'Kenyataan itu memang menyakitkan, tapi lebih menyakitkan lagi kalau kita tau dari orang lain.' gue ga mau buat mereka nantinya merasa kalau gue ga nganggap mereka penting dalam hidup gue. Gue ga akan tau kedepannya, apa gue masih bisa bertemu kalian atau engga. Gue ga mau buat penyesalan."

"Oke. Kalau itu mau lo."

"Selain itu, sebelum gue pergi. Gue pengen seneng-seneng bareng kalian semua, untuk terakhir kalinya. Lo mau bantu gue, wujudkan itu?"


🍁🍁🍁

"Rafa baru aja pergi, apa pantes kita seneng-seneng?" celetuk Julva yang masih ragu untuk ikut ajakan Zitha yang mendadak ingin pergi ke pantai.

"Kehidupan itu berjalan, kalau terus aja larut dalam kesedihan. Itu egois!" ucap Sakara yang langsung mendapatkan tatapan dari semua orang.

Zitha meraih tangan Julva, "kita harus bangkit, Rafa juga pasti ga mau liat kita sedih terus. Gue ga minta lo buat cepet lupain Rafa, gue cuman mau kita kembali lagi." dua kata terakhir itu membuat Tasya yang berdiri samping David langsung melirik ke arah Julva.

Ia sangat mengerti apa yang Zitha maksud. Setelah hari itu, hubungannya dengan Julva sedikit merenggang. Julva bersikap lebih dingin kepada Tasya.

David menenteng tasnya di pundak, "Hmm, gue rasa itu bukan ide buruk. Gue emang butuh healing, lo tau kan, kelas 12 lagi di gempur Praktek. Mumet otak gue!"

"Iya anjirr!! Pantai emang pilihan yang pas, gue udah lama juga ga pergi kesana!" sambung Farel, kedua cowo itu sedang mengubah suasana yang terjadi.

Zitha tersenyum kecil mendengarnya, beralih pada Julva. Dia menatapnya agar gadis itu berkenan untuk ikut. Zitha tidak mau ada yang kurang.

Julva terdiam beberapa saat lalu menganggukkan kepalanya. Itu membuat Zitha tersenyum senang.

"Gitu dong! Kita berangkat siang ini yah!!"

"GASSS KEUNN!!"

Saat istirahat kedua mereka kompak mengambil izin pulang lebih dahulu. Ada sedikit drama karena mereka melakukan bersamaan hingga menimbulkan tanda tanya oleh guru yang berjaga. Tidak masalah, Sakara bisa mengatasinya dengan mudah.

Friendship of the Heart (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang