Mendengar seruan Amar, sontak membuat ketiga saudaranya menoleh melihat pria yang berpakaian santai baru saja turun dari mobil.
Asa dan Zam tak mau kalah, mereka menghampiri pria dewasa tersebut dengan mata binar. Amar yang pertama kali berada di pelukan pria dewasa tersebut memeluknya dengan erat.
"Aku juga mau digendong, Daddy!" seru Zam menarik kaos polos pria dewasa tersebut.
"Aku juga mau, Dad!" Asa tak mau kalah, ia manarik-narik kaki Amar memintanya turun agar ia dan Zam bergantian berada di gendongan pria dewasa yang mereka panggil 'daddy'.
Umar semakin mengeratkan pelukannya di leher pria dewasa tersebut. "Aku nggak mau turun."
"Tapi aku juga kangen sama Daddy, Mar," ujar Asa kesal menatap kembarannya.
"Kita harus gantian digendong Daddy, Bang." Zam juga ikut kesal menatap kemabarannya yang berada di gendongan 'daddy' mereka.
Pria tersebut tertawa melihat ketiga bocah berebut minta di gendong. "Sini, Daddy bisa gendong kalian sekaligus."
"Aku mau di pundak, Dad!"
Pria tersebut tertawa kecil dan membawa Asa naik ke pundaknya. Kaki kecilnya menjuntai di depan pundaknya. Sedangkan Amar dan Zam masing-masing berada di tangan kekar pria tersebut.
Alvaro hanya melihat dari kejauhan. Ia tersenyum melihat pemandangan tersebut. Jika ketiga adiknya tidak bisa merasakan kasih sayang seorang pria yang menjadi papa kandung mereka, setidaknya adik-adiknya bisa merasakan kasih sayang pada orang baik yang menjadi sahabat mamanya.
Sampai saat ini papanya belum tahu bahwa ia memiliki anak kembar lagi sebanyak tiga. Mungkin papanya akan semakin menyesal saat mengetahui ini semua.
Setelah berkomunikasi kembali dengan papanya, ia melihat perubahan besar pada papanya walaupun lewat panggilan video. Papanya terlihat seperti kehilangan semangat hidup. Binar di matanya tak ada lagi, mata panda menghiasi wajahnya, bahkan sekarang papanya mempunyai brewok, dan rambut gondrong yang selalu papanya kuncir.
Papanya bahkan selalu menanyakan kabar mamanya setiap saat dan memastikan mamanya makan dan tidur dengan nyaman. Tapi, ia jawab seadanya saja walaupun ia enggan menjawabnya karena semua perlakuan papanya terhadap mamanya sangat kejam.
"Varo, kamu nggak kangen sama Daddy?" tanya pria tersebut saat Alvaro tak kunjung menghampirinya bahkan setelah ketiga bocah menggemaskan berada di gendongannya tertawa bahagia.
Akhirnya Alvaro menghampiri pria tersebut dan tersenyum padanya. "Kenapa baru dateng, Om? Dari kemarin tiga bocil ini cariin Om mulu."
"Come on, Varo. Jangan panggil Daddy dengan sebutan 'om' lagi. Sebentar lagi Daddy akan jadi papa sambung kamu."
"Memangnya mama aku sudah nerima lamaran, Om?" tanyanya tertawa kecil membuat pria di depannya ikut tertawa. Kemudian mereka masuk ke dalam rumah.
Pria di depannya sudah melamar mamanya satu tahun yang lalu setelah mengenal mereka baru enam bulan. Hanya membutuhkan enam bulan untuk membuat pria di depannya ini melamar mamanya dengan mantap dan lantang. Tapi, hingga kini mamanya tak kunjung menerima lamaran tersebut. Hampir setiap bulan pria itu melamar mamanya menjadi istrinya. Ia lakukan itu hingga satu tahun, tapi mamanya selalu menolak.
Zayn Wijaya. Pria blesteran Indonesia-Inggris-Turki ini sangat keras kepala dan tak kenal lelah agar Kinanti menerima pinangannya. Ia jatuh cinta pada pandangan pertama pada Kinanti saat mengunjungi rumah makannya setelah mendapatkan rekomendasi dari sahabatnya—Dimas— bahwa ada rumah makan yang sangat enak di Yogyakarta setalah ia pindah ke kota tersebut. Dan, kebetulan tempat tersebut tak jauh dari rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgive Me, Mom [END]
ChickLit"Ma, bisakah Mama pergi dari rumah ini?" Wanita yang tengah mengepang rambut panjang gadis kecilnya itu tertegun mendengar permintaannya. Apakah ia salah dengar? Bagaimana mungkin gadis kecilnya yang baru berusia enam tahun mengatakan ingin dirinya...