"Sayang, Papa masuk, ya?" Romero mengetuk pintu kamar gadis kecilnya yang belum keluar kamar dari pagi hingga siang.
Romero mendorong pintu kamar Laura dengan sangat pelan, takut mengganggu Laura yang tengah duduk di sofa kamarnya dengan headphone yang menyumpal telinganya sambil membaca novel berbahasa Indonesia.
Matanya menatap sarapan yang tadi pagi ia bawa ke sini tidak tersentuh sama sekali. Ia menatap sendu Laura yang fokus membaca novelnya. "Kenapa nggak dimakan, Sayang?"
Laura diam tidak menjawab pertanyaan Romero. Ia bahkan tidak menatap Romero sedikit pun. Ia justru menambahkan volume musiknya agar tidak mendengar suara sang papa.
"Papa ambilin kamu makanan baru, ya? Kamu harus makan, Sayang. Dari semalam kamu belum makan." Romero membawa nampan berisikan sarapan Laura yang sudah sangat dingin. Ia sangat sedih melihat Laura yang berubah drastis.
Jika dulu anak gadisnya itu ceria, kini ia menjadi gadis kecil yang sangat pendiam. Bahkan jika tidak diajak berbicara olehnya dan mamanya—nenek si kembar—gadis kecil itu akan tetap diam tanpa mengeluarkan suara sedikit pun. Diajak berbicara pun, gadis kecilnya itu akan tetap diam dan selalu memandang kosong ke arah mereka.
Laura betah dalam diam. Tak ada lagi Laura yang cerewet, yang suka tertawa terbahak-bahak, merengek minta ini itu pada Romero. Kini hanya ada Laura yang pendiam dan tak tersentuh setelah mulai paham arti hubungan sang papa dan Sarah. Bahkan ucapannya yang meminta mama kandungnya yang sangat ia sayangi pergi dari rumah mereka atas hasutan dari mantan kekasih papanya. Dengan tega ia mengusir mamanya pergi dari rumah mereka. Bahkan lebih memilih mantan kekasih papanya saat berkunjung ke rumah mereka atau bertemu di luar daripada mamanya sendiri.
Sekarang, ia sangat, sangat, sangat menyesal telah mengatakan itu. Bahkan ia masih ingat tatapan sedih dan terluka sang mama setelah ia mengatakan itu. Jika dulu ia tidak tahu arti tatapan itu, tapi kini ia paham dan ia juga ikut terluka.
Tiap hari ia merindukan mamanya. Ia bahkan selalu menangis diam-diam di kamarnya saking rindunya dengan sang mama. Tapi, ia tidak bisa berbuat apapun karena ucapan dan kedekatannya dengan mantan kekasih papanya yang berhasil melukai perasaan mamanya. Dua tahun belakanhan ini, ia dan kembarannya berhasil berkomukasi kembali. Yang ia lakukan hanya menangis saat melakukan panggilan video dengan Alvaro.
Ia terus meminta maaf pada kembarannya karena telah menyakiti perasaan mama mereka. Dengan baik hati, Alvaro tidak marah pada Laura. Alvaro justru marah pada papa mereka dan Sarah.
Alvaro bahkan mengatakan bahwa mama mereka sangat merindukannya dan sangat ingin berbicara padanya, tapi Laura justru menolak lantaran belum siap melihat sang mama yang pernah ia sakiti walaupun ia teramat sangat rindu padanya.
Ia juga takut jika apa yang dikatakan Alvaro bahwa mama mereka ingin berbicara dengannya justru berbanding terbalik dengan itu. Ia sangat takut jika mamanya justru membencinya akibat ucapannya saat ia berusia enam tahun saat itu. Ia takut jika mamanya justru tidak mau mengakuinya sebagai anaknya lagi karena ia justru lebih memilih mantan kekasih papanya dibanding mamanya yang jelas-jelas mama kandungnya.
Laura sangat takut jika berbicara dengan mamanya apalagi bertemu secara langsung dengan mamanya. Oleh karena itu, ia takut pulang ke Indonesia karena belum siap bertemu dengannya. Ia takut jika semua yang ada di pikirannya menjadi kenyataan. Itu sangat menyakitkan.
Laura hanya bisa melihat Kinanti dari ponselnya yang dikirim oleh Alvaro. Itu sedikit mengobati rasa rindunya pada sang mama, walaupun ia ingin berteriak pada mamanya bahwa ia sangat menyesal atas perbuatan dan ucapannya dan memeluknya dengan erat sambil menangis di dadanya.
Tapi, sekali lagi ... ia takut akan semua yang ada di pikirannya menjadi kenyataan.
Romero datang dengan nampan berisi mie instan kesukaan Kinanti. Ia bersimpuh di depan Laura yang masih fokus membaca novelnya setelah menyimpan mangkuk dilapisi piring di meja kecil yang berada di sampingnya. "Baca novelnya udah dulu, ya, Sayang. Sekarang kamu makan dulu. Papa bikinin kamu mie instan kesukaan mama."
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgive Me, Mom [END]
ChickLit"Ma, bisakah Mama pergi dari rumah ini?" Wanita yang tengah mengepang rambut panjang gadis kecilnya itu tertegun mendengar permintaannya. Apakah ia salah dengar? Bagaimana mungkin gadis kecilnya yang baru berusia enam tahun mengatakan ingin dirinya...