✨ Happy Reading ✨
"Nggak, gue nggak bisa ngelakuin ini." Nova mencengkeram gelas kopi dengan erat, ia frustasi. Angin sepoi-sepoi yang melewati balkon kamarnya pun tak bisa mengurangi perasaan kacau yang mengganggunya malam ini.
Nova kembali menyesap kopinya, sembari mengamati langit malam yang dipenuhi bintang dan satu bulan sabit yang bersinar terang di sebelah barat.
"Sekarang lo hobi ngelamun?" Suara yang familiar mengusik kegiatannya, ditatapnya sang sepupu yang tengah berdiri pongah dengan kaos lengan panjang melekat di tubuhnya. Aftha berdiri menyender di pintu balkon dengan tangan terlipat di depan dada, tersenyum remeh memandang Nova.
"Udah selesai?" Tanya Nova mengabaikan ejekan yang sebelumnya Aftha lontarkan.
"Huh, udahlah. Gue mah kerjanya cepet." Aftha mengorek telinganya, memandang jengah langit yang cukup indah malam ini. Tak ada awan yang mengganggu bulan dan bintang untuk bersinar. Ia harus terjebak di rumah Nova karena pekerjaan yang dilemparkan padanya, harus ia kerjakan sampai tuntas dan menghabiskan waktu dari sore hingga malam.
"Terus ngapain lo masih disini?" Nova bertanya sembari kembali menyesap kopinya, dibalas tatapan kesal dari Aftha.
"Lo ngusir gue?" Aftha menegakkan badannya, ia berjalan mendekati Nova yang duduk di salah satu kursi. Aftha berhenti di pembatas balkon, berdiri di samping kanan Nova yang duduk santai di kursinya.
"Hm." Jawaban Nova membuat bibir Aftha berkedut, malam yang indah ini harus ternistakan karena sikap menyebalkan Nova.
Setelah memaksanya mengerjakan tugas-tugas yang menumpuk, bukannya menyuguhi minuman atau menawarkan makanan, Nova malah langsung mengusirnya. Sopan kah begitu?
"Zera.." Nova menjeda kalimatnya, ragu untuk melanjutkan.
"Haaa~ pulang ah!" Aftha mengantongi kedua tangannya di celana, berbalik badan dan bersiap untuk pergi. Mengabaikan kalimat Nova yang tak dilanjutkan, walaupun sejujurnya ia penasaran dengan apa yang akan dikatakan sepupunya itu.
"Sekarang gue yakin, setiap gue ngomong soal Zera, lo selalu ngelak." Nova mengangkat kakinya untuk memblokir jalan Aftha, dipandangnya dengan tajam sang sepupu yang tengah bersiul sembari membuang muka.
"Nggak, ngapain juga?" Aftha mengangkat bahunya, terus membuang muka tak berniat menatap Nova yang memandangnya tajam.
Nova berdiri dari duduknya, ia meletakkan cangkir kopinya di meja dan berdiri di samping Aftha. "Lo deket sama Zera, jadi lo pasti tau soal temennya yang nempel terus itu." Ujar Nova berhasil menarik perhatian Aftha.
"Nov, gue tau, lo masih belum bisa bener-bener ngejauh dari Zera. Tapi paling nggak, jangan campuri hidup dia." Aftha menempelkan telunjuknya di dada Nova yang terbalut kaos hitam, membuat Nova mengernyit tak suka. Belum juga ia mengatakan hal yang mengganggunya, mengapa Aftha bisa tahu dan malah memperingatkannya seperti ini?
"Antara Zera sama Arsad biar jadi urusan mereka sendiri, lo atau gue nggak berhak ikut campur diantara mereka." Aftha menarik tangannya, namun terhenti karena Nova mencengkeramnya dengan erat.
"Gue nggak akan ikut campur kalau hubungan mereka berdua normal, sayangnya gue liat.. Arsad itu nggak baik buat Zera." Nova melepaskan lengan Aftha dari genggamannya saat Aftha menariknya paksa.
Aftha mengusap pergelangan tangannya dengan jengkel. "Lo tau? Cowok yang lo anggap nggak baik buat Zera itu, cowok yang selalu ada buat Zera dari kecil." Aftha menunjuk kepalanya, seakan menyuruh Nova untuk menggunakan otaknya.
"Dia ada pas lo ngebuang Zera." Aftha tersenyum remeh saat Nova mulai menunjukkan emosi, lagi-lagi pemuda itu terpancing hanya karena kata-katanya.
"Gue nggak ngebuang Zera." Nova membalas dengan suara yang ditekankan, sontak tawa Aftha meledak kala itu juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
RESTART [KLAZERA]
Teen FictionAku adalah orang kaya, sayangnya aku mati di umur 35 tahun. Setelah menghabiskan waktu ku menikmati kekayaan hanya selama 7 tahun. Aku tidak kesal, sungguh. Tetapi, KENAPA AKU HARUS KEMBALI KE MASA LALU?! Aku sama sekali tidak memiliki penyesalan da...