"Kalau Lo nggak suka, ya nggak usah dipakai." Ketus Arsad, dirinya duduk santai di sofa ruang tengah apartment Zera. Tak ada alasan khusus ia disana, hanya iseng bermain saja.
Dipandangnya Zera yang memakai sweater rajut berwarna putih dengan motif awan biru. Sebenarnya yang membuatnya kesal adalah karena Zera terlihat begitu manis saat memakai itu, kenapa Zera harus terlihat menggemaskan saat memakai sweater dari Nova?
Zera tersenyum kecil. "Tante baru hubungin aku tadi, dia bilang mau ngajak dinner nanti malam. Gue nggak bisa nolak dong, gue juga ngerasa nggak enak kalau nggak pakai sweater pemberiannya."
Arsad memajukan bibirnya, mencibir diam-diam. "Bilang aja suka."
Tuk!
"Ngomong lagi gue timpuk pakai ini." Zera mengangkat pisau yang habis ia gunakan untuk memotong beberapa apel merah, setelah melempar sepotong buah mangga ke wajah Arsad, untungnya ditangkap dengan sangat baik oleh pemuda itu.
"Iya iya.." Arsad semakin memajukan bibirnya.
Melihat itu Zera menggelengkan kepalanya, lalu terdiam sejenak. Tangannya berhenti untuk sebentar.
"Ar.. Lo punya penyakit nggak?" Zera bertanya setenang mungkin, tapi tangannya menggenggam pisau dengan sangat erat, hingga urat-urat tangannya menonjol.
"Kenapa Lo tanya begituan? Apa gue kelihatan kayak orang sakit-sakitan?" Arsad memandang Zera dengan heran, lalu bersedekap dada setelah mengembalikan buah mangga ke tempatnya.
'jadi bukan?' Zera menghela napas panjang, membatin.
"Gue mimpi aneh, gue lihat makam Lo di mimpi gue, gue takut mimpi itu pertanda sesuatu." Zera berkata jujur, tangannya mulai kembali bergerak mengupas buah dan memotongnya kecil-kecil.
"Ppft–bwahahahah! Apaan tuh?! Yang bener?! Bwahahah!" Arsad terpingkal, guling-guling di sofa.
"Mimpi punya Lo ekstrim banget! Bwahahah! Nggak ngotak!"
"Gue bakalan mati? Kalau gitu gue mau habisin uang tabungan dulu deh." Arsad bersiul menggoda Zera, lalu memutar matanya sebelum kembali tertawa keras
Zera mendengus keras, lalu memasukkan potongan apel ke dalam mulutnya. Ia menatap Arsad dari ujung kepala hingga ujung kaki, lalu beralih melihat wajah pemuda itu.
"Apa?" Arsad mengusap tengkuknya saat merasa Zera menatapnya dengan lekat, ia lalu menegakkan badannya yang sebelumnya menyender di sofa.
"Lo mau nyuruh gue bikin wasiat?" Arsad bersedekap dada sembari memutar bola mata.
"Nggak, bukan." Zera berdiri dan membawa pisau buah beserta sampah ke dapur, ia tak berhenti memikirkan mimpinya hingga saat ini. Tapi melihat respon dari Arsad, ia rasa tidak ada yang disembunyikan oleh pemuda itu.
"Gue harus tahu sebelum terlambat." Gumamnya saat ia kembali melirik Arsad yang tengah sibuk memakan potongan apel.
~•••~
"Silakan datang kembali~"
Zera tersenyum pada perempuan penjaga kasir sebelum melangkah melewati pintu minimarket, tapi langkahnya terhenti tepat di depan pintu kaca tersebut saat mendengar suara tawa beberapa pria.
"Gila! Bisa-bisanya kalian kalah dari cewek itu." Salah satunya mengejek sembari menghisap rokoknya.
"Nggak usah sembarangan lo! Coba aja lo yang hadepin dia!" Laki-laki di depannya menyahut dengan ketus, diikuti anggukan dari dua lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RESTART [KLAZERA]
Dla nastolatkówAku adalah orang kaya, sayangnya aku mati di umur 35 tahun. Setelah menghabiskan waktu ku menikmati kekayaan hanya selama 7 tahun. Aku tidak kesal, sungguh. Tetapi, KENAPA AKU HARUS KEMBALI KE MASA LALU?! Aku sama sekali tidak memiliki penyesalan da...