23. Kebenaran

154 12 0
                                    

Kenapa jalan kita sesulit ini?
Bahkan bahagia seperti tidak betah berlama-lama

______________

Waktu berlalu dengan cepat. Tak terasa sudah masuk bulan terakhir dalam tahun ini. Hubungan Lentera dan Biru masih sama. Tidak ada yang berubah, namun Lentera merasa ada sesuatu yang Biru sembunyikan darinya.

"Nanti mau konsultasi? Aku temenin, ya?"

Biru memasangkan helm pada Lentera lalu menurunkan footstep untuk Lentera pijaki.

"Yakin mau ikut?" tanya Biru yang langsung diangguki Lentera.

"Ayo!"

Lentera tersenyum lalu segera duduk di jok belakang. Tangannya melingkar erat dipinggang Biru. Motor Vespa Biru melaju ikut berbaur dengan para pengendara lainnya.

Lentera memejamkan matanya menikmati semilir angin yang menerpa wajah cantiknya. Biru tersenyum tipis saat melihat Lentera dari kaca spionnya.

Motor Biru memasuki area rumah sakit. Ya, mereka memutuskan untuk langsung konsultasi tanpa pulang terlebih dahulu.

Biru menggandeng tangan Lentera dan bergegas keruangan dokter Pram, dokter Psikiater Biru.

Tok tok tok

"Masuk!"

Cklek

"Selamat siang, dok!"

Dokter Pram yang sedang sibuk dengan berkas ditangannya, lantas menoleh. Ia tersenyum hangat lalu mempersilakan Biru dan Lentera untuk duduk.

"Bagaimana kabarmu, Biru?" tanya dokter Pram.

"Baik, dok. Seperti biasa."

Lalu tatapan dokter Pram tertuju pada Lentera yang duduk disebelah Biru. "Dia kekasihmu?"

Biru tersenyum menatap Lentera lalu mengangguk. "Iya, dok."

"Saya Lentera, dok!"

"Saya Pram. Dokternya anak bandel ini."

Biru memutar bola matanya malas saat mendengar ucapan dokter Pram yang mengejeknya.

"Ra, kamu duduk disana, ya?" Biru menunjuk sofa panjang yang letaknya tak jauh dari tempat mereka.

Lentera mengangguk lalu duduk di sofa yang Biru maksud. Dari tempatnya, Lentera mendengar pembicaraan Biru dan dokter Pram.

"Kapan kamu akan memberi tahu orang tua kamu, Biru? Sampai kapan ini jadi rahasia?"

Terdengar helaan nafas panjang dari Biru. "Percuma, dok. Ayah tidak akan peduli. Bahkan, mungkin beliau tidak ingin tahu tentang kondisi saya sekarang."

"Kamu tidak bisa terus-terusan bergantung pada obat-obatan itu, Biru. Kondisi kesehatan kamu tidak memungkinkan untuk saya memberikan obat itu." Dokter Pram terlihat khawatir. Bagaimana tidak khawatir, hampir empat tahun Biru menjadi pasiennya. Semua hal sudah dokter Pram lakukan untuk kesembuhan Biru. Namun, kendalanya adalah gagal ginjal yang Biru idap membuat pengobatannya terganggu.

"Saya tidak memerlukan obat itu lagi, dok. Saya sudah menemukan obat saya sendiri." Biru menatap Lentera sembari tersenyum.

"Dasar anak muda." gumam dokter Pram yang masih bisa didengar Biru.

"Dokter juga pernah muda, kan?" ledek Biru.

***

Lentera menyerahkan helmnya pada Biru. Setelah konsultasi, Biru langsung mengantar Lentera pulang.

Lentera Biru [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang