20. Selamat Jalan, Papa

168 12 0
                                    

Dulu, aku selalu melihat langit karena menyukainya. Sekarang, aku selalu melihat langit karena merindukan seseorang yang berada disana

_______________

"Papa!"

Hap!

Gadis kecil itu melompat dalam pelukan sang Papa. Ia tertawa saat tubuhnya dibawa berputar dengan digendong.

"Gimana sekolahnya?" tanya Papa sembari memasangkan seat belt untuk melindungi tubuh kecil putrinya.

"Masa tadi ada yang nyatain cinta ke aku, Pa."

Sang Papa melotot saat mendengar perkataan putri kecilnya. Bagaimana tidak kaget, putrinya bahkan baru berusia sepuluh tahun. Cecunguk mana yang berani menyatakan cintanya bahkan saat usia mereka masih anak-anak.

"Lalu, kamu jawab apa?" tanya Papa berusaha meredam emosinya dengan senyum.

"Aku jawab, kalau mau pacaran sama aku, kamu harus lebih kaya dari Papa aku. Gitu."

"Good girl!"

***

"Masih lama, Pa?"

Suara itu mengalihkan perhatiannya. Ia menatap putrinya yang sudah siap dengan baju santai dan topi pantai.

"Sebentar lagi, sayang. Papa selesaikan ini dulu!"

Sang putri mempoutkan bibirnya. Ia menutup pintu dengan keras pertanda sedang merajuk. Mengetahui bahwa putrinya marah, ia segera bergegas membereskan berkas-berkasnya.

Dengan sedikit terburu-buru, ia menghampiri istri dan kedua anaknya. Terlihat mereka sudah menunggu didepan mobil dengan keranjang makanan dan sebuah tikar.

"Kita berangkat sekarang!"

Selama perjalanan, ia melirik sang putri yang hanya diam sembari menatap keluar jendela. Menyadari bahwa ia belum dimaafkan, dengan inisiatif ia mengambil susu kotak dan diberikan pada putrinya.

"Kamu gak haus, Ra?" tanyanya saat Lentera mengabaikan pemberiannya.

"Tera!" tegur Tari saat Lentera tidak juga menyahuti pertanyaan Papanya.

"Tidak apa, Ma. Diminum, ya?" Diletakkannya kota susu tersebut di pangkuan Lentera.

Lentera hanya diam. Dipelupuk matanya sudah menggenang cairan bening. Walaupun ia marah dengan sang Papa, tapi Lentera juga merasa tidak enak. Ia melirik kotak susu yang berada di pangkuannya.

Dengan pelan, Lentera meminum susu tersebut. Dari balik spion mobil, seseorang tersenyum tipis menyaksikan hal itu.

Mobil keluarga Wardana terparkir di area sekitar pantai. Tari mengeluarkan tikar dan keranjang buah serta makanan dibantu suaminya. Sementara kedua anaknya, sudah lebih dulu pergi menghampiri hamparan pasir putih dengan deburan ombak yang tenang.

"Sini dulu, Tera, Bima!" seru Tari membuat kedua anaknya menghampirinya.

"Ini, kasih ke Papa!" Tari menyodorkan sebuah pancake labu pada Lentera.

Lentera Biru [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang