04. Patah Hatinya Seorang Anak

277 15 0
                                    

Bicaralah. Semesta bukan hanya ingin dengar tentang bahagiamu saja

___________________

Langkah Lentera terhenti saat melihat sebuah mobil terparkir di halaman rumahnya. Wajahnya langsung berubah saat mendengar suara benda-benda jatuh dari dalam rumah.

Lentera berlari cepat masuk kedalam rumah. Mulut Lentera terbuka karena terkejut saat melihat barang-barang berserakan dimana-mana.

"BIMA!"

Bima yang hendak melayangkan bogeman, lantas terhenti. Wajahnya memerah dengan nafas memburu. Dengan sekali sentakan, Bima mendorong pria paruh baya itu ke lantai.

Dengan langkah lebar, Lentera berjalan mendekat lalu menghampiri pria paruh baya yang berusaha bangkit dengan beberapa luka lebam diwajahnya.

"Papa tidak apa?" tanya Lentera khawatir.

Angkasa hanya tersenyum. Pria berusia 40-an tahun itu mengusap surai hitam Lentera. Wajah tuanya terlihat sendu namun senyumnya masih terpatri.

"Dek, kamu kenapa? Kenapa mukul Papa? Dosa kamu kalau ngelawan Papa!" ucap Lentera marah.

Bima menatap Angkasa tajam. Lalu pandangannya beralih pada Lentera. "Kak Tera nggak tahu apa-apa. Dia, orang yang Kak Tera sebut Papa mau ngundang kita untuk datang ke pernikahannya!"

Deg!

Waktu seakan berjalan lambat dengan detak jantung Lentera yang kian terhenti. Nafasnya tak berhembus beberapa jenak. Matanya memanas lalu cairan bening itu perlahan merambat turun.

Bima menyodorkan sebuah undangan berwarna gold kehadapan Lentera. Di sana tertulis Happy Wedding Angkasa Putra Wardana & Surya Antika. Genggaman tangannya mengendur membuat undangan itu jatuh ke lantai. Pandangan Lentera mengarah pada Angkasa yang masih diam.

"Papa ingin menikah?" tanya Lentera dengan suara bergetar.

Angkasa diam. Ia jadi serba salah. Angkasa lupa, bahwa Lentera adalah satu-satunya anggota keluarga yang masih mau menganggapnya sebagai orang tua setelah kesalahan yang ia lakukan.

Lentera menatap Angkasa dan bertanya lagi. "Papa tidak mau menjelaskan ini?"

"Papa minta maaf jika ini menyakiti kalian. Iya, Papa akan menikah Minggu depan,"

Air mata Lentera semakin deras. Kepalanya mendongak dengan mata terpejam guna meredam gemuruh di dadanya.

Bukan, bukan Lentera tidak suka Angkasa membina keluarga baru. Hanya saja, sebagai seorang anak, Lentera ingin keluarganya yang hancur kembali bersatu. Lentera juga tidak bermaksud egois. Dia hanya ingin merasakan kembali dekapan hangat keluarga yang utuh. Menjadi seorang anak broken home adalah mimpi buruk bagi siapapun, termasuk Lentera.

"Kalian bisa kan...."

"Maaf, tapi aku tidak mau datang ke pernikahan Papa!"

Setelahnya, Bima berlalu keluar meninggalkan Lentera dan Angkasa. Bima lebih memilih pergi ke suatu tempat untuk menenangkan dirinya.

"Tera..."

"Maaf, Pa. Bukan maksud Tera untuk menjadi anak durhaka. Bukan maksud Tera juga untuk tidak ingin Papa bahagia dengan pilihan Papa. Tapi, Tera tidak bisa, Pa. Tera tidak bisa melihat Papa menikah dengan perempuan lain selain Mama. Tera belum sanggup. Kalau Tera siap, pasti Tera datang. Maaf,"

Lentera Biru [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang