11. Masa Kecil Biru

151 13 0
                                    

Aku merindukan masa dimana aku tertawa karena bermain, bukan tertawa karena menutupi luka

_______________

6 Tahun Lalu

Tap Tap Tap Tap

Suara sepatu pantofel terdengar cepat seiring sepasang kaki kecil itu menuruni tangga. Penampilan terlihat menawan dengan toxedo berwarna hitam dengan dasi kupu-kupu berwarna biru tua. Rambutnya ditata rapi dengan model poni samping.

"Biru, jalannya pelan saja," ucap seorang wanita cantik berusia 27 tahun yang sedang menata sarapan.

Mendengar itu, langkah Biru melambat. Kakinya melangkah mendekati sang Bunda yang yang sudah siap di meja makan.

"Selamat pagi, Bunda."

"Selamat pagi juga, sayangnya Bunda."

"Nanti, Bunda dan Ayah datang kan?" tanya Biru.

"Tentu Ayah dan Bunda datang."

Biru menoleh saat mendengar suara Deo. Ayahnya sudah rapi dengan setelan jas dan tas kerja ditangannya. Sahara, perempuan itu menyajikan secangkir teh hangat untuk Deo.

"Biru, ayo sarapan," ucap Sahara.

Biru mengangguk. Keluarga kecil itu terlihat khidmat menikmati sarapan paginya. Tidak ada yang berbicara. Bahkan, Biru diam dan fokus pada makanannya.

"Den Biru. Bus sekolahnya datang," ucap Bi Yanti, asisten rumah tangga di keluarga Pranata.

"Kalau begitu, Biru berangkat dulu, Bunda, Ayah. Assalamualaikum," Biru berlalu setelah mencium punggung tangan Deo dan Sahara.

"Wa'alaikumusalam,"

Biru diantar Bi Yanti ke depan kompleks tempat pemberhentian bus sekolah. Sekolah Biru memang menyediakan layanan antar jemput dengan bus sekolah.

🥀🥀🥀

Hari ini adalah hari kelulusan untuk siswa-siswi kelas 6. Di hari ini Biru dan beberapa temannya akan menampilkan pertunjukan musik.

"Baik. Kita saksikan pertunjukan musik yang di pimpin oleh Langit Biru Pranata. Beri tepuk tangan yang meriah!" ucap salah satu panitia.

Prok Prok Prok.

Biru menatap sekeliling untuk mencari keberadaan Deo dan Sahara. Sejak tadi, Biru belum melihat kedatangan orang tuanya.

"KAMU PASTI BISA, BIRU!"

"GO BIRU, GO BIRU!"

Seketika pandangan Biru terpusat pada dua orang dewasa yang baru saja memberikannya semangat. Senyum Biru mengembang saat melihat orang tuanya datang dan memberinya semangat.

Seketika suasana hening saat lampu menyorot panggung. Perlahan, piano yang dimainkan Biru berbunyi menciptakan nada yang indah. Setelahnya, disusul beberapa alat musik yang ikut mengiringi Biru. Seperti biola, terompet, dan seruling.

Suasana yang diciptakan terlihat selaras dengan harmoni yang dimainkan. Suara riuh tepuk tangan saling bersahutan menandakan berakhirnya pertunjukan musik yang dibawakan Biru dan teman-temannya.

Dari atas panggung, Biru dapat melihat Deo dan Sahara tersenyum dan mengacungkan ibu jarinya sebagai rasa bangga kepadanya.

Sejak hari itu, Deo mulai membelikan berbagai alat musik baik tradisional maupun modern. Deo juga membuatkan studio musik sendiri untuk Biru. Libur panjang, Biru lewati dengan berlatih alat musik.

Lentera Biru [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang