01. Satu Bangku

640 29 0
                                    

Lelah itu datang ketika hadirnya kita tidak pernah dianggap ada.

____________________

SMA Bhakti Darma

Jam sudah menunjukkan pukul 06.52. Lentera baru saja menginjakkan kakinya di teras kelas XI IPA 1. Semester genap di tahun ini baru akan dimulai. Setelah menghela nafas panjang, Lentera masuk dan segera disuguhi pemandangan teman-temannya yang terlihat lesu.

"Ada apa?" tanya Lentera pada Beni, ketua kelas.

Beni menghela nafas lalu menatap Lentera. "Tempat duduknya diatur sama Bu Asri. Urut absen,"

Jawaban Beni membuat mata Lentera membulat. Urut absen? Itu berarti tempat duduknya...

Lentera berjalan ke meja nomor tiga dibarisan dekat tembok. Bahu Lentera merosot saat melihat namanya tercantum dalam kertas putih yang sudah tertempel di meja.

Dengan malas, Lentera meletakkan tas punggungnya pada gantungan disisi meja. Ia lebih memilih untuk menatap keluar jendela. Menatap dedaunan yang masih basah karena hujan semalam dan sisa dari embun pagi.

Lentera tidak bersemangat lagi. Ia merindukan duduk di bangku depan papan tulis. Sejak taman kanak-kanak, Lentera paling anti duduk dibarisan belakang. Ia selalu duduk didepan atau barisan nomor dua.

Menurutnya, duduk dibarisan belakang tidak bisa fokus pada materi yang disampaikan oleh guru didepan. Terlebih jarak pandang dari papan tulis cukup jauh, apalagi saat langit gelap karena mendung pekat.

"ANJ. KENAPA GUE DUDUK DIDEPAN?"

Lentera tersentak kaget saat mendengar suara menggelegar melebihi toa mushalla menyapa indra pendengarannya. Pandangannya mengarah pada seorang siswi yang sedang berteriak frustasi layaknya orang kesurupan.

"Berisik, setan. Ganggu orang tidur aja lo, Annanjing!" semprot seorang siswa yang duduk di bangku paling belakang.

"Heh, Yoga. Lo bisa nggak sih, nggak usah merusak suasana. Gue lagi meratapi nasib karena nggak bisa tidur lagi pas pelajaran," ucap Anna mendramatisir keadaan.

Yoga memutar bola matanya malas. "Makanya, waktu dikasih nama, request huruf awalnya jangan A. Apes kan lo kalau gini,"

"Kalau bisa, gue juga nggak mau dikasih nama awalan A. Mana absennya pertama lagi!"

Lentera menggelengkan kepalanya pelan. Ia kembali menatap keluar jendela. Lelah rasanya melihat perdebatan teman-temannya. Bahkan, Lentera belum melihat siapa teman satu bangkunya.

Kret

Atensi Lentera teralihkan saat mendengar suara kursi ditarik. Matanya berkedip beberapa kali saat melihat seorang siswa mengambil posisi duduk disebelahnya. Ia tidak salahkan?

"Kenapa?"

Suara berat itu membuat lamunan Lentera buyar. Ia menatap siswa itu yang ternyata juga sedang menatap kearahnya.

"Kamu Lentera?"

"Eh? Iya," Lentera terkesiap saat siswa itu mengetahui namanya. Tunggu, bukankah ini hal wajar saat teman sekelas mengenal kita? Terlebih hampir satu tahun mereka satu kelas.

Lentera Biru [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang