Epilog

289 13 0
                                    

Kamu akan tetap menjadi tokoh utama dalam setiap ceritaku, Biru

_Lentera Bumi Wardana_

________________

Srettt

Suara gesekan antara ban dan jalanan terdengar. Lentera melepas seat beltnya lalu keluar mobil. Tangannya masih memegang buket bunga yang tadi sempat ia beli di toko bunga Bu Ani.

"Sudah?"

Lentera mengangguk. Ia menatap area pemakaman dengan senyum tipis. Kakinya melangkah mendekati salah satu makam. Dibelakangnya, laki-laki itu mengikutinya.

Setelah sampai disalah satu makam, tangannya terulur mengusap batu nisan bertuliskan Langit Biru Pranata.

"Hai, Biru. Aku datang." ucap Lentera setelah berdoa. Ia meletakkan buket bunga tulip biru diatas gundukan tanah.

"Maaf baru sempat datang, Biru." sesal Lentera.

"Biru, hari ini ada yang ingin aku tunjukkan!"

Lentera mengeluarkan sesuatu dari dalam tas selempangnya. "Tada! Minggu kemarin aku wisuda. Maaf banget nggak datang kesini. Aku bawa Samir wisuda. Bagus, kan?"

Satu helaan nafas lolos dari mulut Lentera. Ia menatap samir wisudanya dengan tatapan sendu. "Aku pengen pakai ini sama kamu, Biru. Tapi sayang, nggak bisa. Hehehe."

Lentera mengusap matanya yang kian memerah karena menahan tangis. "Aku baik-baik saja, Biru. Aku hidup dengan baik dan mendapatkan gelar dokter seperti yang aku katakan waktu itu. Aku juga menepati janjiku untuk memberitahu kamu jika aku menjadi seorang dokter."

"Oh ya, aku tidak datang sendiri." Lentera memberikan tanda untuk mendekat.

"Kamu masih ingat dia, bukan?"

Laki-laki itu tersenyum lalu berjongkok disebelah Lentera. "Gue Beni. Masih ingat gue kan, Ru? Ketua kelas paling cakep di Bhakti Darma."

Ya, laki-laki yang bersama Lentera adalah Beni. Beni Diksa Aditya. Selalu menjabat sebagai ketua kelas dari SMP hingga SMA. Mempunyai solidaritas yang tinggi dan tergolong sebagai murid kebanggaan para guru.

"Aku sama Beni satu kelas di kampus. Nggak nyangka kalau dia juga milih kedokteran."

"Ru, lo hebat karena bisa bertahan sama Tera. Dia ngeselin banget orangnya." kekeh Beni dan mendapat protes dari Lentera.

"Aku cuma mau bilang ini aja. Udah sore, Biru. Aku pamit, ya? Bulan depan aku akan bekerja di rumah sakit yang sama dengan dokter Deo. Kemarin aku juga bertemu Bunda."

"Aku pamit, ya? Besok aku akan datang lagi."

Lentera menepuk pakaiannya yang terkena debu. Lentera menatap Beni yang masih bergeming. Ia memilih untuk pergi dahulu dan memberikan waktu untuk Beni.

"Gue udah nepatin janji buat jagain Tera, Ru. Lo tenang aja, sebanyak apapun cowok yang deketin Tera, pemenangnya tetep lo." ucap Beni sembari menatap batu nisan milik Biru.

Flashback On

"Ben!"

Beni yang sedang berjalan menuju ke ruang guru, berhenti. Ia menoleh kebelakang saat mendengar namanya disebut.

"Kenapa, Ru?" tanya Beni saat melihat Biru berjalan mendekatinya.

"Ada yang mau gue omongin."

Beni mengikuti Biru dengan tatapan bingung. Keduanya sampai di halaman belakang sekolah.

"Gue bisa minta tolong?" tanya Biru.

"Kalau gue bisa, gue bantu." jawab Beni.

Biru tersenyum tipis. "Tolong jaga Tera, Ben!"

Kening Beni berkerut saat mendengar perkataan Biru. "Emang lo mau kemana?" tanya Beni.

Biru menggeleng. "Gue nggak kemana-mana. Tapi, lo bisa kan jaga Tera? Jangan biarin dia sedih apalagi sampai nangis. Gue pengen lo pastiin Tera selalu bahagia, Ben. Lo bisa kan?"

Walaupun masih bingung, Beni mengangguk mengiyakan. "Gue akan jagain Tera seperti apa yang lo mau, Ru. Tapi gue harap, lo nggak akan biarin gue jagain Tera sendirian. Kita jagain Tera bareng-bareng."

Biru hanya tersenyum. Ia melepaskan arloji jam ditangannya lalu menyodorkan pada Beni.

"Tolong kasih ini ke Tera waktu dia wisuda nanti!"

Beni menatap arloji ditangannya. Pandangannya menatap Biru dengan tatapan tak terbaca.

"Gue percaya lo bisa jaga Tera, Ben. Makasih udah bantuin gue." Biru menepuk pundak Beni sebelum berlalu meninggalkan Beni yang masih termangu ditempat.

Flashback Off

"Gue pamit ya, Ru. Tenang disana, Biru!"

Beni berjalan keluar menghampiri Lentera yang berdiri disamping mobil. Melihat Lentera, senyum Beni terbit. Ia mengambil sesuatu dari saku celananya. Ditatapnya benda itu cukup lama, sampai akhirnya ia berjalan mendekati Lentera.

"Ra!" seru Beni membuat Lentera menegakkan tubuhnya.

"Ini!"

Lentera menatap sebuah arloji yang Beni sodorkan. "Buat aku?" tanya Lentera sembari menunjuk dirinya.

"Dari Biru."

Deg

Dengan tangan gemetar, Lentera menerima uluran arloji dari Beni. Ditatapnya arloji itu hingga dibagian belakang terdapat kata lantern & blue.

"Biru bilang, ini hadiah karena waktu lo wisuda." jelas Beni membuat air mata Lentera menetes.

"Makasih, Ben."

"Udah jadi tanggung jawab gue buat mastiin lo bahagia, Ra. Gue nggak mungkin ngecewain Biru."

Beni membuka pintu mobil mempersilakan Lentera untuk masuk. "Udah sore, kita pulang?"

Lentera terkekeh kecil lalu menghapus air matanya dan masuk kedalam mobil.

Perlahan, mobil Beni meninggalkan area pemakaman. Dari dalam mobil, Lentera menatap pemakaman lewat spion.

"Nyatanya, sampai kapanpun posisi kamu tetap sama, Biru. Dan aku beruntung karena kita pernah bersama walaupun kini tinggal aku sendiri."

_______________________

Wait, ada spesial part diakhir. Tolong dibaca, ya? Terima kasih 👋

Lentera Biru [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang