"Jiminie...bagaimana kabar disana?
"Baik hyung...aku berhasil menanam bunga matahari"
"Besarrrr sekaliii"Suara Jimin terdengar sangat bersemangat di ujung sana.
"Ah...kau membuatku kangen Jiminie..."
"Hyuunnggg ~~~"
"Kapan kesini?" Suara manjanya membuat Namjoon tersenyum.
"Aku sibuk sekali belakangan ini Jiminie....kegiatan mengajarku penuh"
"Ahh....jaga kesehatanmu hyung..."
"OH! Hyung sudah lihat berita hari ini?"
"Eoh? Belum...ada apa?"
"Mmmmm....Jin hyung....dan Tae hyung...sepertinya mereka mulai shooting kembali"
"Foto mereka banyak diunggah media"
"Oh ya...." Namjoon menjawab datar.
"Hyung..."
"Ah lupakanlah..."Namjoon sudah tahu apa yang akan dikatakan adiknya itu.
Jimin selalu menyemangati kakaknya dari awal mereka putus.
Meyakinkannya bahwa tidak ada kesalahan yang terlalu besar untuk tidak termaafkan.
Dan....setiap manusia pasti akan berubah.
Namun bagi Namjoon hal itu sudah terlambat. Seokjin telah meninggalkannya.
Ia menyalakan televisi.
Berjalan menuju sofa dan duduk menikmati makan malamnya.Setelah sekian lama, super model Kim Taehyung terlihat sedang melakukan pemotretan di sekitar museum Louvre bersama dengan Kim Seokjin, model yang disebut-sebut sebagai kekasihnya.
Namjoon hampir tersedak hamburgernya ketika foto itu muncul.
Pria itu sama indahnya seperti saat pertama kali mereka bertemu, rambut ikal yang menutupi keningnya membuat Seokjin terlihat jauh lebih muda.
Namjoon terhanyut dengan pemandangan itu hingga ia menyadari sesuatu.
Wajahnya semakin tirus dan tubuhnya sangat kecil.
"Seokjinnie...."
"Apakah kau benar-benar bahagia disana?"Berulang kali Namjoon menekan ulang nomor ponsel yang sudah lama tidak pernah ia sentuh.
Hingga akhirnya ia menyerah.
"Jiminie..."
"Aku mencoba menghubungi Seokjin..."
"Tapi sepertinya tidak aktif"
"AKHIRNYAAAAAA!"
Suara teriakan melengking itu sontak membuat Namjoon menjauhkan ponsel dari telinganya."Yyaahhhhh....kau mau membuatku tuli bocah pendek?!"
"Hyunggggg....mana kutahu...aku juga tidak pernah menghubungi siapa-siapa setelah Jin hyung pergi"
"Ah...benar juga..." Sahutnya kecewa.
"Kenapa kau tidak ke apartemen Jungkook?"
Jawaban polos adiknya itu membuatnya merasa sangat bodoh sekali.
Jarak apartemen mereka memang agak lebih jauh sekarang.
Tapi mereka masih tinggal satu kota.
"Aku akan ke apartemennya besok pagi"
"Nah...ini baru hyung yang ku kenal"
"Jimin-ah....terimakasih ya sudah terus mendukung aku"
"Aku tidak tahu akan jadi apa hubunganku dengan Seokjin...tapi, mendengar kabar dan menjadi temannya saja sudah cukup untukku..."
"Hyung......"
"Ya Jiminie?"
"Bohong...."
"Kau tidak akan bisa menahan diri jika bertemu dengan Jin hyung..."
"Dia tampan sekali hyuunnggggg..." Jimin merengek dengan lucunya.
"Yyaaahhhhh.....ia milikku!"
Jimin terbahak di seberang sana.
"Milikku......" Namjoon mendengus.
"Seokjin pernah jadi milikku..."
Ia berjalan menuju balkon apartemennya yang berada di lantai 7.
Menatap heningnya jalan raya malam itu.
Padahal hari itu hari Jumat.Jam menunjukkan pukul 12 malam.
Ia menyeruput kopi di cangkirnya. Menopang kedua tangannya di pinggir balkon.
Ini pertama kalinya Namjoon berdiri lama di balkon apartemennya.
Hari-hari biasanya ia hanya ke balkon untuk menyiram tanamannya karena ia takut ketinggian dan pemandangan dari balkon itu benar-benar sangat gersang.
Namjoon kembali menyeruput kopinya dan pandangannya teralihkan oleh sesuatu.
Sebuah mobil sport melesat membelah jalanan di seberangnya.
Lamborghini berwarna biru yang ia kenal.
"Seokjin?"