Chapter 14 : Honest

224 26 0
                                    




"Kapan?"

"Kamis malam sebelum Jin berangkat kembali ke Paris bagaimana?"

"Aku akan mencoba menghubungi Jimin okay.."

"Nee.....kuharap ia bisa"
"Yoongi juga akan bolos katanya hahahaha..."

Pagi itu Hoseok menghubungi Namjoon dan mengajaknya untuk bertemu.

Sekedar mengulang kenangan indah mereka dulu.


Baru kali ini Namjoon merasa tidak sendiri lagi.
Seolah semua teman-temannya berada sangat dekat dengannya.

Hanya...setelah itu ia akan kehilangan mereka lagi.

Kehilangan Seokjin lagi.

Mungkin untuk waktu yang sangat lama.

Ia menghela napas dan mengantongi ponselnya lalu berjalan menuju kelas dan mulai mengajar.

"Sudah kau pikirkan Jinnie?"

"Entahlah Taehyungie...Namjoon terlihat mesra sekali dengan Jackson"

"Ia memanggilnya dengan nama kecilnya, memeluk dan menggenggam tangannya seolah aku tidak ada disana"

Taehyung terbahak di seberang sana.

"Sekarang kau mengerti apa yang Namjoon rasakan waktu kita tak sengaja berciuman?"

"Ahhh...kau benar-benar teman yang baik Tae" Ia menengelamkan wajahnya di balik selimut.

"Iyaaaa aku cemburuuuu"

Taehyung kembali tertawa.

"Aku akan menyusulmu lusa okay. Aku tidak sabar bertemu kalian hari Kamis nanti"

"Jika kau memutuskan untuk tinggal, kita akan kembali untuk mengurus kepindahanmu"

"Jika tidak.....kita akan kembali untuk seterusnya"

"Tae hyung akan kesini lusa?"

"Iya Jiminie...semuanya berkumpul"

"Lalu? Bagaimana kau akan bersikap di depan mereka berdua hyung?"
"Apakah hatimu siap?"

"Entahlah Jiminie....aku hanya ingin menghabiskan waktu bersama Seokjin sebanyak-banyaknya selagi ia disini"

"Damn it!...aku sangat merindukannya...." Suaranya berubah lemah.

"Hyung....jujurlah padanya walau apapun yang akan terjadi....setidaknya kalian tidak lagi saling memendam perasaan"

"Kenapa bocah pendek itu selalu benar..."



Seharian ini Namjoon tidak bertemu pria kesayangannya.

Ia mengalihkan rasa rindunya dengan berfokus pada kegiatan mengajarnya.

Begitu juga hari berikutnya. Bangun pagi, pergi ke universitasnya dan kembali ke apartemen pada sore harinya.

Makan malam itu pun terasa sepi. Tidak ada suara-suara memasak yang ia rindukan.

Tidak ada Seokjin yang sibuk bulak balik mencicipi masakan di dapur dengan celemek pink yang biasa dikenakannya.

Hanya ramen instant dalam cup plastik.




Suara getaran ponsel itu membuat Seokjin yang hampir terlelap kembali membuka matanya.

Ia menjawab panggilan tak dikenal itu dengan hati-hati.

"Aku di depan kamarmu"



DEG



"Namjoon-ah...apa yang kau lakukan malam-malam begini?"

Seokjin membuka pintunya dan membiarkan Namjoon berjalan melewatinya lalu kembali menutup pintu di belakangnya.

Saat ia berbalik Namjoon berada tepat di hadapannya.

Jarak mereka hampir tidak ada hingga ia bisa merasakan napas Namjoon yang tidak beraturan di keningnya.

"Hey....kau kenapa?" Seokjin mengulurkan tangan untuk menyentuh pipinya.

"Aku merindukanmu Seokjinnie..." Suaranya pecah.

"Kau tahu seolah-olah semesta ingin mengingatkanku tentang dirimu"

"Rasanya tidak dapat dipercaya ketika aku benar-benar melihatmu di rumah duka itu"

"Hidupku sudah mulai membaik selama setahun ini"

"Hingga kau datang..." Namjoon mengusap matanya kasar.

Seokjin hanya terdiam. Menelan ludahnya sambil mendengarkan Namjoon yang berbicara tanpa henti.


"M-maafkan aku..."

Ia mengambil tangan Namjoon agar tidak menyakiti wajahnya sendiri.



Namjoon menggeleng cepat sambil membulatkan matanya.

"Bukan...bukan itu maksudku..."

"Jangan salah paham..."

"Aku hanya ingin jujur...sebelum kau pergi lagi..."

"Aaahhhhh....kenapa aku ini!"

Namjoon membalikkan tubuhnya, menengadahkan kepala dan mengusap air matanya yang tidak bisa berhenti.

"Namjoonie...." Seokjin memeluk pinggangnya erat dari belakang.

Bahu Namjoon semakin bergetar.

Seokjin membalikkan tubuh besar yang kini rapuh itu, meletakkan kepalanya di bahu dan mengecupnya lembut.

"Ssshhhh gwenchana....aku disini Namjoonie....aku disini"

DistanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang