Chapter 8 : Another Beginning

217 26 0
                                    




Keduanya berada di samping dua buah peti mati yang bersebelahan.

Peti itu tertutup rapat dengan dua foto dan bunga-bunga di atasnya.

Jungkook masih berada di ambang pintu masuk untuk ikut menyambut para tamu ditemani oleh pamannya.

Seokjin berdiri dan berjabat tangan ketika tamu-tamu itu datang dan pergi.

Hingga akhirnya ia bisa duduk dengan tenang.


"Pinjam bahumu ya..." Seokjin menunduk dan mendaratkan keningnya di bahu Namjoon pelan.

Detak jantung Namjoon kembali kacau.

Ia hanya mengangguk kaku dan membelai kepalanya.



"K-kapan mereka akan dimakamkan?"

Namjoon memecah keheningan.

"Kremasi"

"Besok" Seokjin menjawab tanpa menoleh.

Kepalanya sakit karena bau asap dupa yang sangat menyengat juga karena ia belum tidur dan makan.

"Kata pihak rumah sakit wajah mereka sedikit hancur"

"Jika dibiarkan lebih lama...."

Ia terdiam dan menutup mulut dengan punggung tangannya. Membicarakan hal itu membuatnya mual. Sakit di kepalanya makin bertambah.

"Namjoon-ah...maaf..." Ia berjalan cepat keluar melewati orang-orang di sekitarnya.

"Seokjinnie...."

Namjoon tidak pernah melupakan jika Seokjin memiliki penyakit maag yang biasa menyerangnya saat ia stress atau kelelahan.

Ia bergegas mengejarnya.

Seokjin duduk menyandar pada dinding jalan sempit itu. Kedua tangannya berada di perutnya. Kepalanya menengadah sambil menarik napas dan membuangnya lewat bibirnya berkali-kali.

Namjoon menghampiri dan ikut berjongkok di hadapannya.

"Seokjin...."

Ia tersedak dan terbatuk sambil menutup wajahnya.

"Aahhh....perutku mual..." Ia menurunkan kedua tangannya. Wajahnya pucat.

"Kita pulang dulu ya....kau pasti belum tidur dan makan"

Seokjin tersenyum mengernyit sambil menyeka hidung dan air matanya.

Namjoon segera mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.

Sapu tangan berwarna biru yang sudah lama tidak Seokjin lihat.

Ia kembali tersenyum kemudian tertawa kecil sambil melambaikan benda itu.

Hati Namjoon mencelos saat itu juga.

Sapu tangan itu selalu dibawanya tanpa sadar.
Seperti sudah jadi bagian dari aksesorisnya.

Dan melihat Seokjin tertawa.....hati kecilnya menjerit.

Kata-kata itu sudah di ujung lidahnya namun ia tidak punya keberanian untuk mengucapkannya.

"Sayang....."
"Seokjinnie...."

"Seokjinku...."




Seokjin pamit pada adik dan saudara-saudaranya.

Ia memutuskan untuk beristirahat setelah kewajiban yang melelahkan itu.

Namjoon memapahnya menuju pintu penumpang.

Seokjin memberikan kunci mobilnya dan segera masuk.

Ia menurunkan sandaran bangku dan duduk sambil memejamkan matanya.


Mobil itu berjalan pelan.

Namjoon sangat berhati-hati membawanya.

Karena jika mobil itu lecet, ia sudah pasti tidak akan bisa menggantinya.

Dan....pria kesayangannya sakit.

Ia mengusap kepala Seokjin dengan lembut.

"Masih sakit?"

Seokjin menoleh dan mengangguk sambil mempoutkan bibirnya manja.

"Asap dupa itu membuatku pusing dan mual..."


"Namjoon-ah..."
"Boleh aku beristirahat di rumahmu?"



DEG



Namjoon menelan ludah kasar.

"B-boleh..." Ia menjawab terbata.

"Astaga....aku tidak akan bisa menahan diriku jika kita hanya berduan seperti ini"

"Aahhhh....apa yang kau pikirkan Kim Namjoon...sangat tidak pantas sekali"

Batinnya menyesali pikirannya sendiri.


"Kamarku sudah seperti PC bang Namjoon-ah..." Ia terkekeh sambil masih menutup matanya.

"Bayi kelinci kekar itu membawa komputer gamingnya dan meletakkannya di meja berserta satu set speaker besar dan lampu remang-remang"

Namjoon tertawa lega mendengarnya.

Seokjin hanya butuh tempat tenang untuk beristirahat.

DistanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang