Bab 1

1K 121 36
                                    

Hoetaek baru memahami konsep perputaran roda kehidupan ketika dia dipaksa mengulang apa yang telah dimulainya beberapa tahun yang lalu, kejam sekali. Harusnya Hoetaek marah-marah, atau setidaknya mengeluh, sepulang dari wajib militer dia malah disambut oleh kabar buruk, boy group-nya kehilangan reputasi, dalam sekejap turun membuat perusaan merugi.

Namun, tak ada gunanya mengeluh, lagi pula Hoetaek bukanlah tipe orang yang seperti itu. Dia gila, benar-benar menggilai musik, dia bahkan bisa melupakan segala hal ketika sudah berhadapan dengan pekerjaannya sebagai produser.

Karya-karyanya sudah pernah bertengger di tangga lagu paling top, mendapatkan penghargaan, menjadi lagu yang paling banyak didengarkan, tercatat sudah puluhan lagu yang ditulis olehnya. Jadi, wajar saja jika orang-orang kaget dan bertanya-tanya kenapa seorang profesional seperti Hui mau repot-repot kembali nyemplung ke acara survival.

Memulai kembali dari nol sebagai peserta pelatihan, bukankah semua itu tidak masuk akal?

Untuk menjawab pertanyaan itu, Hui membutuhkan waktu berbulan-bulan. Kalau boleh jujur sampai saat ini dia belum menemukan jawaban yang benar-benar sesuai dengan isi hatinya. Yang ada malah pertanyaan di otaknya yang semakin bertambah, kenapa pula dia terjebak dalam permainan ini?

Jawaban yang dia berikan di televisi itu sangat diplomatis, Ya, biarkan publik menerka-nerka, berasumsi sendiri. Yang jelas Hui tidak merasa menyesal telah mengejar mimpinya sebagai idol. Dan menurutnya tak ada salahnya berjuang kembali.

Masalahnya adalah pandangan orang-orang sudah berbeda terhadapnya. Hoetaek tidak khawatir dengan komentar warganet, yang menjadi ketakutannya adalah para peserta pelatihan yang akan berjuang bersamanya. 

Hoetaek membayangkan bahwa mereka akan bersikap canggung padanya, jarak perbedaan usia mereka sangat jauh. Dia juga khawatir para peserta pelatihan malah takut padanya karena Hoetaek merupakan sesepuh, bukan lagi senior. 

Ketika melangkah menuju kamar asramanya, astaga, Hoetaek tidak tahu bahwa mereka berada di luar untuk menyambutnya. Bukan sebagai penghormatan pada senior, tetapi mereka menyatakan persaingan secara terbuka pada Hoetaek, tak ada yang namanya senior dan junior. Jika Hoetaek ada di sini, artinya dia datang untuk bersaing, dan persaingan harus berjalan secara sportif 'kan?

Mereka sama sekali tidak takut pada Hoetaek, ya, karena hanya orang-orang gila-lah yang ada di sana. Tak ada manusia waras yang ingin jadi idol. Hoetaek tentu senang mendapat sambutan yang seperti itu, memang itulah yang dia harapkan, Hoetaek tidak ingin diistimewakan.

lagi pula bukan cuma dirinya yang punya kisah memilukan. Hoetaek yakin setiap peserta pelatihan pasti memiliki luka yang membuat mereka sangat putus asa dalam mengejar impiannya.

"Aku akan mengerahkan seluruh tenagaku untuk bisa mengalahkanmu, Hyung." Salah satu teman sekamarnya berseru. Dia masih berusia sembilan belas tahun, namanya Gyuvin. Hoetaek tertawa riang ketika mendengarnya. Semangat anak muda memang tak perlu diragukan.

"Gyuvin-ah, apa kau pernah tidak makan apapun selama tiga hari?"

"Tidaklah, bisa mati aku kalau tidak makan selama tiga hari." Gyuvin adalah anak lelaki dengan kepribadian sederhana, dia sangat ekspresif, selalu jujur tentang perasaannya.

"Kalau begitu kau belum cukup gila untuk bisa mengalahkanku," tuturnya masih dengan tawa yang sama. Gyuvin menggeleng kuat. Bukan itu maksudnya, sudahlah, tidak ada gunanya juga berdebat dengan bapak-bapak. Gyuvin beranjak dari kasurnya, membawa serta handuknya, dia ingin mandi, Yedam sudah keluar dari kamar mandi.

"Tidak sekalian saja kau membangun candi di dalam sana, heh?" Gyuvin mengomel sesaat setelah Yedam menyembul dari balik pintu dengan rambutnya yang sudah basah. Wajar Gyuvin kesal karena Yedam sudah menghabiskan banyak waktu di kamar mandi.

Lukewarm || Hui-Jiwoong Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang