"Oppa ... selamat pagi!!!" Ara berseru riang saat melihat Hoetaek turun dengan wajah yang sudah segar, padahal Hoetaek belum mandi, dia hanya menyikat gigi dan cuci muka. Jiwoong yang mendengarnya dari arah dapur langsung waspada. Adiknya sangat berbahaya, tak boleh dikasih kesempatan berduaan dengan kekasihnya.
"Pagi juga, A-ra, ngomong-ngomong tante Kim di mana?" Bukannya mencari Jiwoong, Hoetaek lebih dulu menanyakan keberadaan Nyonya Kim, dia ingin menyapanya.
"Mama sudah pergi bekerja, ada pesanan yang harus dikirim ke pemiliknya," jawab A-ra dengan sikap yang tiba-tiba anggun. "Kenapa memangnya?"
"Aku ingin pamit pulang."
"Loh, kenapa buru-buru sekali, Oppa? Kim Jiwoong sedang memasak sarapan untukmu." Hoetaek mengernyit, dia agak kaget karena Ara menyebut nama Jiwoong tanpa embel-embel Oppa. Ara tahu maksud ekspresi itu, dia tertawa terbahak-bahak, gagal sudah upayanya untuk menjaga citra anggun.
"Maafkan aku, Oppa, usia kami hanya terpaut perbedaan dua puluh bulan, jadi aku tidak terbiasa memanggilnya dengan sebutan 'Oppa', itu cukup menggelikan, kecuali kalau aku sedang merayunya." Ara nyengir lebar, mereka memang sepasang saudara kandung yang serasi, sifatnya mirip dengan Jiwoong.
"Ara ... jangan macam-macam dengan kekasihku!" Jiwoong yang mendengar suara tawa mencurigakan langsung berseru dari arah dapur, padahal jarak dapur dan ruang tengah lumayan jauh, tapi karena rumah ini dirancang tanpa sekat yang banyak, jadi suara mereka masih bisa terdengar meski samar.
"Aku akan merebut Hui Oppa darimu, Kim Jiwoong!" balas Ara sengaja memanas-manasi dia bahkan memberi isyarat pada Hoetaek untuk duduk di sampingnya, sehingga ketika Jiwoong mengintip, menyembul dari dapur, dia mengancam Ara dengan spatula, membuat Ara semakin puas menertawakannya, pun dengan Hoetaek yang ikutan terkekeh.
"Apa kamu tak takut padanya, Ara?" tanya Hoetaek menemukan topik pembicaraan acak, karena biasanya sejail apapun adik dan kakak pasti akan ada situasi di mana kakaknya memancarkan aura dominan yang membuat sang adik tunduk.
Akan tetapi Ara malah menggeleng kuat. "Aku? Aku takut pada Kim Jiwoong?" Ara tertawa lagi, dia sudah melupakan misi pura-pura anggunnya, Ara bersikap apa adanya, selayaknya seorang teman yang menyenangkan.
"Dia adalah orang paling tidak serius yang pernah aku kenal, semuanya dibuat santai, dia tidak bisa ikut ulangan di sekolah ya tinggal tidur di UKS, dia diancam tidak lulus, dia malah menyusup ke kelasku, katanya supaya terbiasa belajar dengan adik kelas," tuturnya dengan ekspresi menyenangkan yang membuat Hoetaek ikut tertawa.
"Tak hanya itu, Oppa. Tahu tidak apa yang dilakukannya ketika dia dipecat dari pekerjaan pertamanya?" Hoetaek semakin semangat mendengarkan, Ara sepertinya sudah lama memendam unek-unek tentang kakaknya. "Dia membuat keributan sampai si pemilik toko dibawa ke polisi, ditangkap dengan tuduhan mempekerjakan anak di bawah umur."
"Jiwoong pernah bekerja?" Fakta bahwa Jiwoong berasal dari keluarga yang berkecukupan membuat Hoetaek meragukan Jiwoong bisa bekerja tanpa bantuan keluarganya. Ara mengangguk mantap, itu juga cerita yang menarik.
"Tentu, waktu itu mama pusing sekali menghadapi Jiwoong, akhirnya dia dan papa memutuskan untuk tidak membiayai keperluan Jiwoong, biar anak itu tahu rasa katanya. Tapi akibat keputusannya itu mama malah jadi makin pusing karena Jiwoong membuat masalah yang lebih besar."
Astaga, Hoetaek tidak tahu kehidupan Jiwoong sangat menyenangkan, sepertinya waktu remaja Jiwoong tak pernah mengkhawatirkan masa depannya, benar-benar definisi menikmati hidup yang hanya sekali.
"Tapi, Oppa, sejauh aku mengenal Jiwoong, setidaknya ada dua hal yang bisa membuatnya berubah jadi serius." Ara menjeda kalimatnya, membuat Hoetaek penasaran. "Dia selalu serius dalam mengejar cintanya dan untuk mewujudkan cita-citanya."
Hoetaek mengangguk-angguk, belum tahu harus merespon apa karena sepertinya wanita ini belum selesai bicara. "Entah mendapat ide dari mana, Jiwoong tiba-tiba bilang pada mama bahwa dia ingin jadi idol, mama tentu mendukung keinginannya itu, tapi kemudian mamaku mulai menyesal."
"Memangnya kenapa?"
"Jiwoong sangat serius untuk mewujudkan impiannya, dia berlatih tak kenal waktu, sampai seringkali tubuhnya cedera dan suaranya hampir hilang, hingga mama tak tega melihatnya, dia mengatakan bahwa lebih baik Jiwoong jadi pengangguran selamanya daripada Jiwoong terus menerus menyakiti diri sendiri."
Kali ini Ara tidak tertawa mengejek, tapi tersenyum penuh arti, jelas sekali di balik sikapnya yang selalu menentang Jiwoong, diam-diam Ara menyimpan kebanggaan terhadap kakaknya. "Dan untuk cintanya, kurasa kau bisa merasakannya sendiri, Oppa, bagaimana usaha Kim Jiwoong untuk memberikan yang terbaik."
"Hyung! Ayo kita sarapan, aku sudah selesai memasak untukmu." Ara benar, belum sempat Hoetaek menanggapi, dia sudah disuguhkan bukti, Jiwoong menuntunnya untuk duduk di meja makan, dengan celemek yang masih menempel di tubuhnya, Jiwoong terlihat seperti lelaki yang berbeda, Hoetaek jatuh cinta lagi padanya.
***
Rasanya sudah lama Hoetaek tak menginjakkan kaki ke tempat agensinya. Dia pergi bersama dengan kedua temannya yang memang ada jadwal pekerjaan. Sementara Hoetaek langsung menerabas masuk ke ruangan sang manajer.
"Annyeong, Hui, tunggu sebentar, ya!" Lelaki bertubuh pendek itu, menahan langkah Hoetaek untuk masuk ke ruangan, di dalam sana ada staf yang sedang melaporkan sesuatu, Hoetaek mengangguk samar, dia menunggu di lorong.
Sesaat kemudian staf yang tadi berbincang keluar dan memanggilnya. Hoetaek berterima kasih padanya, lalu duduk di sofa, menunggu lelaki itu yang sepertinya sedang mencari sesuatu di lacinya.
"Ada kabar apa, Hyung?" tanyanya to the point, meski masih kesal padanya, tapi Hoetaek penasaran, biasanya kabar baik yang dimaksud sang manajer memang selalu baik untuk karir Hoetaek.
"Aku akan mendukungmu untuk debut lagi," ujarnya yang langsung membuat Hoetaek mengernyit heran, kenapa tiba-tiba?
"Bukankah kau bilang itu adalah hal yang mustahil?"
"Iya, itu memang mustahil. Minggu ini kau berada di urutan ke-10. Lebih baik dari minggu lalu, tapi tak cukup baik untuk debut," jawab sang manajer tenang seraya mengeluarkan berkas dari laci, lalu dia beranjak duduk di dekat Hoetaek.
"Lalu?" tanya Hoetaek masih tidak mengerti. Setahunya lelaki ini tak akan membuat keputusan yang tak akan menguntungkannya secara finansial.
"Aku sudah menemukan caranya, ini akan membantumu untuk memulai debut lagi." Lelaki itu menyerahkan berkas yang dimaksud pada Hoetaek.
"Susah payah aku mendapatkannya, jadi kau harus memanfaatkan itu dengan baik, Hui-ya," lanjutnya lagi. Hoetaek membukanya, di halaman pertama dia melihat sebuah foto yang tak asing di matanya. Hoetaek membelalak kaget.
"Apa maksudnya ini, Hyung?"
Sang manajer menghela napas kasar, artisnya ini selalu saja minta dijelaskan. "Peringkatmu ada di urutan ke sepuluh, Hui. Untuk debut kau harus menempati peringkat sembilan besar, lihat orang itu, bukankah kau mengenalnya? Aku mendapatkan informasi bahwa dia adalah seorang bajingan di masa lalu, jadi jika publik tahu, maka nama baiknya akan hancur, dan kau yang akan menggantikan tempatnya, masalah selesai, kau bisa debut, bukankah itu kabar yang baik?"
Hoetaek tak bisa menutup rapat mulutnya, ini adalah sebuah kejutan yang tak pernah ia duga, pertama karena orang yang dimaksud oleh sang manajer adalah Kim Jiwoong, kedua karena otaknya mempertanyakan kebenaran informasi yang sedang dipegangnya, benarkah Kim Jiwoong melakukan itu?
"Hyung, apa kau serius?"
"Tentu saja, Hui. Aku lebih dari serius, jika kau benar-benar ingin debut, maka singkirkanlah Kim Jiwoong."
***
Bersambung...
Waduh, apa ini, hei? Hahahaha, bukan Fii namanya kalau ngasih alur yang mulus-mulus aja.
Jadi, gimana pendapat kalian, guys?
Salam,
Fii
KAMU SEDANG MEMBACA
Lukewarm || Hui-Jiwoong
Fiksi PenggemarHanya orang gila yang bercita-cita ingin menjadi idol di Korea. Peluangnya sangat kecil, meskipun berhasil belum tentu bisa bertahan di industri ini. Hui adalah salah satu bukti kekejaman industri hiburan di Korea. Produser yang pernah mencapai masa...