Bab 30

498 71 57
                                    

Unit gawat darurat ramai oleh pasien dan tenaga medis yang berlalu-lalang. Jiwoong membuka kain pembatas satu persatu, mencari mamanya. Akan tetapi sampai ranjang terakhir, Jiwoong tak menemukannya. Lelaki itu semakin panik, dia tidak bisa berpikir jernih. Hoetaek yang melihatnya refleks meraih tangan Jiwoong, memberikan kehangatan yang membuat Jiwoong menoleh barang sebentar.

"Mama pasti baik-baik saja 'kan?" tanya Jiwoong yang ingin mendapatkan validasi bahwa semua pikiran buruknya tidak benar.

Hoetaek mengangguk samar, lalu tersenyum simpul menenangkan. Jiwoong mengembuskan napasnya, lalu bertanya pada tenaga medis yang melewatinya. Orang itu bilang mamanya sudah pergi.

Maksudnya dipindahkan ke ruangan lain.

Harusnya Jiwoong bisa bernapas lega karena ruangan yang dimaksud bukanlah ruang intensif, melainkan kamar rawat inap biasa, yang artinya Nyonya Kim seharusnya tidak dalam kondisi yang mengkhawatirkan, tapi tetap saja dia tidak bisa tenang sebelum melihat keadaan mamanya secara langsung.

"Mama!" Jiwoong menerobos masuk ruangan naratama yang lengang. Pandangannya langsung tertuju ke arah ranjang, di mana seorang wanita paruh baya sedang terbaring di atasnya, matanya terpejam, tangan kanannya terhubung ke cairan infus sedangkan lengan kirinya dibalut perban.

"Ma ... mama ..." Jiwoong hendak menangis karena melihatnya, sebagian dari dirinya bersyukur karena dada Nyonya Kim masih kembang kempis. Tapi sebagiannya lagi bersedih sebab luka-luka yang ada di tubuhnya.

Wanita yang sedang terbaring itu sedikit menggeliat, matanya terbuka. "Aduh, berisik sekali," protesnya kemudian, dia menolak bersedih meski Jiwoong sudah mendekap tubuhnya sedari tadi.

"Mama, kenapa bisa sampai seperti ini, hah? Apa yang terjadi?" tanyanya masih dengan suara bercampur panik.

"Mama mengantuk, Jiwoong-ah. Kamu mengganggu kualitas tidur Mama," jawabnya santai, yang langsung mendapatkan protes dari Jiwoong, dia tidak sedang bercanda, menurutnya kondisi Nyonya Kim sangat parah.

"Mama!"

Nyonya Kim tertawa pelan. "Memangnya apa yang dikatakan Ara padamu? Mama baik-baik saja, loh, jangan dibesar-besarkan, astaga," katanya menggeleng pelan.

"Bagaimana bisa baik-baik saja, lihat wajahmu yang lecet, terus ini tangan Mama kenapa?" Jiwoong membantah, tak setuju dengan pernyataan mamanya yang menganggap enteng kondisinya saat ini.

"Oh ... ini hanya robek sedikit, tadi habis dijahit." Raut wajah yang bersahaja itu tak serta-merta membuat Jiwoong senang, dia malah bergidik, langsung terbayang bagaimana sakitnya menerima jahitan pada luka yang menganga.

Sementara Nyonya Kim selalu menanggapi dengan santai. Katanya kecelakaan itu memang salahnya, wanita itu mengantuk karena kurang tidur semalam, jadi tidak bisa konsentrasi saat mengendarai mobil, akibatnya jadi seperti ini.

Jiwoong tentu mengomel cukup lama, melepaskan semua kecemasannya pada sang ibu lewat nasihat-nasihat yang hanya didengarkan sambil lalu. Nyonya Kim mengangguk-angguk saja untuk menghargainya. Dia baru bisa bernapas lega saat Jiwoong keluar dari ruangan untuk menyelesaikan kepentingan administrasi.

Hoetaek yang sedari tadi diam mengamati jadi mendadak merasa canggung karena ditinggalkan seorang diri, Hoetaek tidak yakin harus bersikap seperti apa pada wanita ini, kalau Nyonya Kim tahu tentang hubungannya dengan Jiwoong, apakah dia akan tetap bersikap baik pada Hoetaek?

Bukankah dari sudut pandangnya, Hoetaek adalah orang jahat yang telah menghancurkan hati anaknya? Pemikiran itu membuat Hoetaek tidak berani memulai pembicaraan, mungkin karena dia merasa bersalah.

"Kei? Boleh tolong ambilkan buah jeruk yang ada di sana?" pinta Nyonya Kim memecah kesunyian. Bohong kalau dia mengatakan bahwa dia tidak bisa merasakan perbedaan sikap Hoetaek, dia juga tahu alasan dibalik perubahan sikapnya, Jiwoong menceritakan semuanya, mengadu-memanglah dia anak mama.

Lukewarm || Hui-Jiwoong Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang