Berbeda dengan puluhan tahun lalu, kini Hoetaek dikelilingi oleh orang-orang yang peduli padanya. Gyuvin menawarkan diri untuk memapahnya sampai ruang latihan, Jiwoong lebih parah, dia ingin menggendong Hoetaek di pangkuannya. Tapi Hoetaek menolak keduanya. Dia masih bisa berjalan sendiri, kenormalan fungsi tubuhnya sudah sembilan puluh persen kembali.
"Kau yakin bisa berjalan, Hyung?" tanya Gyuvin memastikan, sedari tadi dia tidak bisa diam karena mendapatkan kabar Hoetaek sakit.
"Hyung—" Gyuvin tak bisa melanjutkan perkataannya, karena Hoetaek lebih dulu menaruh telunjuknya di depan mulut. Bocah ini sangat berlebihan.
"Gyuvin, aku hanya kelelahan tadi, sekarang aku sudah istirahat, jadi aku baik-baik saja, lagi pula kita hanya syuting sebentar 'kan?" Gyuvin menganggukkan kepala takzim, iya memang benar, sih, mereka hanya akan merekam hasil evaluasi dari penampilan tadi.
"Aku takut kau pingsan lagi, Hyung."
"Aku tidak pernah pingsan, Gyuvin." Hoetaek menggeleng pelan, entah rumor apa yang tersebar di antara para peserta pelatihan tentang kondisi Hoetaek yang tiba-tiba down.
"Tapi kata Kumjun kau tidak sadarkan diri, Hyung," ujarnya mencari pembelaan seraya menyelaraskan langkahnya di samping hyung kesayangannya itu.
Hoetaek tertawa, ternyata rumornya sangat jauh dari kenyataan, tapi tak apa-apa, dia malah senang karena mereka tak tahu alasan sesungguhnya di balik keadaan Hoetaek.
"I-iya sih, kalau dilebih-lebihkan memang seperti itu."
"Aish, dasar Kumjun. Bisa-bisanya dia membodohiku." Gyuvin menggerutu dengan ekspresi kesalnya yang lucu, bibirnya yang mungil itu maju-maju, tak terima dia dibodohi dalam situasi yang menurutnya mengkhawatirkan.
Kondisi kesehatan Hoetaek bukanlah sesuatu yang bisa dijadikan lelucon.
Hoetaek juga tahu itu, dia bertanggung jawab penuh untuk penyembuhan traumanya. Dulu Hoetaek sering mengunjungi psikiater, tapi setelah menjadi idol, dia mulai mengurangi jadwal bertemu dengan dokternya.
Pertama karena kesibukannya, kedua karena Hoetaek semakin jarang dihubungi oleh lelaki itu. Uang berhasil membungkamnya, dia tidak lagi berpura-pura jadi ayah yang baik untuk Hoetaek. Pun dengan ibunya, hubungan mereka setipis lembaran kertas uang yang ditransfer setiap bulan oleh Hoetaek.
Setidaknya Hoetaek bisa menjalani hidupnya dengan tenang. Hoetaek berharap setelah hari ini semoga dia tak akan pernah bertemu dengan bajingan itu lagi.
"Hoetaek Hyung bukannya tadi kau bersama Jiwoong, ya?" Seunghwan bertanya heran. Harusnya Jiwoong memanfaatkan kesempatan untuk mengantarkan Hoetaek ke ruangan ini.
"Aku mengusirnya, kenapa, hah? Kau keberatan?" Seunghwan cepat-cepat menggeleng, dia tidak berani berdebat dengan Gyuvin di hadapan Hoetaek, karena Seunghwan tahu siapa yang akan menang, tentu saja Hoetaek akan membela adik kesayangannya.
Gyuvin berdecak sebal, meski dia tidak pernah punya masalah dengan Seunghwan, tapi untuk urusan yang satu ini Gyuvin bersebrangan jalan dengannya, lihatlah tatapan tajam itu, Gyuvin tidak suka Jiwoong maupun pendukungnya.
"Semuanya ayo kita akan mulai." Suara dari salah satu kru produksi memecah ketegangan di antara mereka. Hoetaek menepuk punggung Gyuvin, lalu mencoba untuk memisahkan mereka supaya tidak lagi bergesekan.
Seunghwan ada di sebelah kirinya bersama dengan Kumjun dan Hiroto, sedangkan Gyuvin di sebelah kanannya, bersampingan dengan Gunwook. Para kru menjelaskan lebih dulu apa yang akan mereka rekam hari ini, lalu sesaat kemudian kamera dinyalakan.
Hoetaek bukanlah seorang aktor, tapi untuk urusan tersenyum di depan kamera dia adalah jagonya. Jadi jangan pernah tertipu dengan senyum manisnya, bisa jadi dia tersenyum hanya untuk menutupi kesedihannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lukewarm || Hui-Jiwoong
FanfictionHanya orang gila yang bercita-cita ingin menjadi idol di Korea. Peluangnya sangat kecil, meskipun berhasil belum tentu bisa bertahan di industri ini. Hui adalah salah satu bukti kekejaman industri hiburan di Korea. Produser yang pernah mencapai masa...