Bab 6

674 84 55
                                    

"Hyung ..." Suara lembut ini menelusup ke dalam telinganya. Perlahan Hoetaek membuka mata, remang-remang dia melihat wajah Shanbin yang jaraknya dekat, tangannya mengusik anak rambutnya yang berantakan. "Kenapa tidak tidur di kasur?" tanyanya lagi dengan senyum manis yang tercetak di wajahnya.

Refleks Hoetaek menegakkan badannya. Tadi dia sedang menulis sesuatu di buku catatannya, dia menggunakan kasur sebagai mejanya, Hoetaek duduk di lantai, dia tidak tahu kepalanya akan terkulai ke atas kasur dan berakhir ketiduran. "Aku tidak tidur, Hanbinnie," ujarnya yang masih mengumpulkan kesadarannya.

Shanbin terkekeh, tak ada gunanya Hoetaek menyangkal, wajah bantalnya mengatakan segalanya. "Kau terlihat sangat lelah, Hyung, kenapa tidak lanjut tidur beberapa menit lagi?"

Hoetaek menggeleng, matahari sudah terbit sejak beberapa jam yang lalu, sekarang bukan saatnya untuk tidur, jadwal kegiatan mereka akan segera dimulai. Hoetaek menggeliat. "Jam berapa sekarang?" tanyanya.

"Jam sebelas lebih lima menit." Matanya membesar ketika mendengar jawaban Shanbin, astaga, apakah Hoetaek tertidur selama dua puluh menit lamanya? Aneh sekali, kenapa dia merasa tidurnya nyenyak? Padahal Hoetaek biasanya sangat sensitif dengan suara, dia tidak bisa tidur di tempat berisik.

"Di mana yang lain?" Hoetaek baru menyadari di kamarnya tidak ada siapa-siapa kecuali Shanbin, suasananya sangat sunyi.

"Gyuvin melarang siapa pun untuk masuk ke kamar ini, dia tidak ingin tidurmu terganggu." Oh, pantas saja Hoetaek bisa tidur nyenyak, ternyata dari tadi dia ditinggalkan sendirian di kamarnya. Hoetaek terkekeh pelan, Gyuvin si bocah yang selalu merepotkan itu ternyata bisa juga bersikap manis.

"Terima kasih telah membangunkanku, Hanbinnie."

"Aku sebenarnya ingin memindahkanmu untuk tidur di kasur, tapi gagal, sepertinya Gyuvin akan marah padaku, karena aku menggangggu tidurmu." Shanbin terkekeh, tawanya menular, Hoetaek ikutan tertawa membayangkan Gyuvin merajuk.

"Apa kau sudah mandi, Hyung?" tanya Shanbin mengubah topik. Jadwal syuting mereka akan dimulai dari pukul satu, sebenarnya masih banyak waktu untuk bersantai, bahkan Hoetaek bisa melanjutkan tidur siangnya. Tapi, Hoetaek sudah menggeleng tegas, jadi apa boleh buat.

"Tidak." Hoetaek tertawa, sebenarnya itu adalah salah satu kebiasaan buruknya, dia tidak suka mandi pagi. Lagi pula kebanyakan orang korea memang tidak pernah mandi pagi, apalagi saat musim dingin tiba. "Tapi aku akan bersiap sekarang. Gyuvin dan yang lainnya sudah siap-siap 'kan?"

Shanbin menganggguk. "Iya, tadi kulihat dia sedang mengantre makan siang." Anak itu kalau soal makan, pasti nomor satu, dia bahkan memiliki laci khusus untuk menyimpan camilannya.

"Bagaimana denganmu? Kau sudah makan?" Hoetaek memperhatikan penampilan Shanbin, dia juga sudah terlihat rapi, yang kurang hanya jas dan dasinya saja.

"Belum, aku kembali ke kamar untuk mengambil jas, dan karena kau sudah bangun, jadi aku akan menunggumu, kita makan bersama, Hyung." Itu bukan kalimat ajakan, Shanbin sudah dulu memutuskan tanpa menunggu persetujuan Hoetaek. Tapi tentu saja Hoetaek tak keberatan.

"Baiklah, aku tak akan lama." Hoetaek segera membereskan buku catatannya, menaruhnya kembali di tempatnya, lalu pergi ke kamar mandi. Shanbin mempersiapkan bajunya, bukan cuma miliknya, melainkan juga milik Hoetaek. Lelaki itu sepertinya sedang banyak pikiran, lihatlah dia bahkan tidak sempat merapikan seragamnya.

Beberapa menit kemudian, keduanya hampir menyelesaikan  kegiatan masing-masing. Hoetaek mematut dirinya di hadapan cermin, seragamnya sudah rapi, tinggal wajah dan rambutnya yang nanti akan dirias oleh staf. 

Sementara Shanbin masih terlihat kerepotan dengan dasinya. Terakhir kali dia memakainya dibantu oleh staf, tapi kali ini dia berusaha memakainya di kamar. Hoetaek terkekeh pelan melihatnya, anak itu ternyata tidak bisa memakai dasi.

"Butuh bantuan?" tanyanya singkat.

"Ya, tentu saja." Shanbin terkekeh singkat, lalu menyerahkan dasi birunya. Hoetaek mendekat, meraih kerah kemeja Shanbin, mulai melilitkan dasi, wajah Hoetaek jika dilihat dari jarak sedekat ini sungguh terlihat semakin mungil, Shanbin menahan napas, ada perasaan aneh yang menggelitiknya, bersarang di hatinya, membuat jantungnya berdendang di dalam sana, riuh membisikkan kata, 'indah sekali'.

Shanbin tak bisa memalingkan pandangan dari Hoetaek, merasa terus diperhatikan, gerakan tangan Hoetaek terhenti, dia mendongak, menatap wajah Shanbin yang sedikit lebih tinggi darinya, pandangan mereka saling bertaut untuk beberapa saat, jika mendengarkan bisikkan iblis di dalam otaknya, Shanbin pasti sudah memajukan wajahnya untuk mencium bibir imut Hoetaek.

Ekhem!

Hoetaek pura-pura batuk untuk mengakhiri suasana aneh ini, dia memalingkan wajah ke arah pintu masuk yang tak tertutup, dan matanya seketika membesar saat melihat siapa yang tengah memperhatikan mereka dari luar sana, Jiwoong, mata mereka bertatapan barang sejenak, lalu Jiwoong memalingkan wajah, tanpa berkata apa pun pergi dari sana. 

Aneh sekali, kenapa rasanya Hoetaek seperti dipergoki sedang selingkuh? Padahal dia dan Shanbin tak ada hubungan serius apalagi dengan Jiwoong, Hoetaek belum menerima tawarannya semalam tapi kenapa saat ini ada rasa bersalah yang bersarang di hatinya?

***

Kantin selalu ramai ketika jadwal makan telah tiba. Tadi siang suasana makan masih terasa riang, tapi malam ini agak berbeda karena mereka sudah melewati fase eliminasi pertama. Para peserta yang tak bisa bertahan akan pergi besok, jadi malam ini adalah malam perpisahan. Beberapa orang makan sambil menahan tangis, sisanya masih belum bisa makan.

Sementara Jiwoong sibuk mengacak-acak makanan yang tersaji di piringnya dengan pisau makan, ada amarah yang mengkilat di matanya, dia menusuk-nusuk makanannya penuh nafsu. "Hyung, dagingnya sudah mati, kau tak perlu membunuhnya lagi." Kum Junghyeon berseru, niatnya ingin bercanda, tapi Jiwoong tidak merasa itu lucu, dia mendelik.

"Astaga, kenapa kau sensitif sekali? Apa karena peringkatmu turun?" Junghyeon tidak menyerah, dia memang sebelas dua belas dengan Gyuvin, tak bisa diam.

Gerakan tangan Jiwoong terhenti, dia mengangkat pisaunya. "Sekali lagi kau bicara, maka nasibmu akan sama seperti daging ini," ancamnya. Seketika Junghyeon menutup mulutnya, heheheh, dia tidak mau mati muda, Junghyeon akhirnya mencari orang lain untuk diajak berinteraksi, dia melambai pada seseorang yang sedang mencari kursi.

"Eoh, Shanbin Hyung!"

Shanbin? Jiwoong refleks menoleh, mengikuti arah pandangan Junghyeon, di sana Shanbin tersenyum ramah, langkah kakinya menuju ke meja mereka, kebetulan ada dua kursi yang kosong, si Kum Junghyeon ini malah mengajak sumber kemarahan Jiwoong untuk bergabung bersamanya, sialan memang. 

"Selamat ya, kau berhasil mempertahankan posisimu, si peringkat satu," tuturnya berbasa-basi. Jiwoong tak bisa menahannya lagi, dia bangkit dari duduknya ketika pantat Shanbin baru menempel di kursinya.

"Kau mau ke mana, Hyung?" tanya Junghyeon keheranan.

"Aku sudah tidak lapar lagi," jawabnya ketus seraya membawa makanannya, dia mendelik pada Shanbin, sedangkan Shanbin bersikap santai, dia tidak merasa mempunyai salah. Jadi Shanbin tidak tahu kalau Jiwoong pergi karena kehadirannya.

Jiwoong berusaha untuk tetap tenang, langkahnya terhenti ketika berpapasan dengan Hoetaek. Dari gelagatnya sudah jelas Hoetaek akan menyusul Shanbin dan duduk semeja dengannya. Tapi yang tidak diduga adalah dia menahan kepergian Jiwoong.

"Setelah makan malam aku ingin bicara denganmu," ujarnya. Jiwoong tak menjawab, dia menatap Hoetaek lebih lama, berusaha menebak apa yang akan dibicarakan olehnya, mungkinkah sesuatu yang menyenangkan?

***

TBC ...

Waduh waduh, bahaya ini, guys.🤭 Bapak Jiwoong ngamuk, tapi, maaf pak, aku senang melihatmu uring-uringan.🙏

Maaf ya kalo adegan romantisnya terasa cringe, tapi Fii berharap kalian baper dikit, sih.

Oh ya, Fii akan izin pamit dulu bentar. Fii mungkin gak akan update untuk beberapa hari ke depan, karena ada sesuatu mendesak di real life.

Kalian mau nungguin gak? Hahahah jangan nyariin ya, jangan kangen😚♥️

Salam,
Fii

Lukewarm || Hui-Jiwoong Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang